41

688 59 7
                                    

Sudah hampir dua tahun kehidupan Theo semakin hancur. Dia masih ada orangtua, harta yang melimpah, tapi dia seperti kehilangan dirinya sendiri. Makin lama makin tidak tahu diri, egois, brengsek, dan perbuatan buruk lainnya. Orangtua Theo semakin ke sini juga semakin sibuk dengan dunia bisnis, dan Theo hanya menghambur-hamburkan harta kekayaannya saja. Paling sering dipakai buat ke bar, kalo gak minum ya nyewa jalang.

Brengsek banget ya Tuhan.

Kadang juga dia suka membelikan Hizkia barang-barang yang mahal, dia juga tidak tahu kenapa semakin lama dia dan Hizkia menjadi sangat dekat. Tapi jika boleh jujur, dia tidak memiliki rasa apa-apa ke Hizkia.

Theo juga jadi sering menyakiti cewek-cewek di luar sana, hanya dibuat baper, jadian mah kagak, biasanya langsung menghilang, kalo gak ya kayak gini..

"Gw gak pernah ada rasa sama lo."

"Tapi kenapa selama ini sikap lo selalu manis ke gw?"

"Lunya aja kali yang baperan."

"Terus barang-barang mahal ini."

"Itu semua barang kesukaannya Kayla sama Nida, gw pengen kasih ke mereka tapi udah gak bisa, ya udah gw kasih aja ke lo."

"Kayla? Nida? Mereka siapa?"

"Cewek gw, kenapa?"

"Maksud lo?"

"Perlu gw perjelas lagi hah?"

"Terus selama ini lo ke gw?--"

"Cuma buat seneng-seneng doang elah."

"Tapi Theo lo gak boleh gitu, gw tuh sayang sama lo."

"Tapi gwnya enggak."

"Lo brengsek Theo!"

"Gw? Brengsek? Haha, emang iya"

"Dasar brengsek!"

"Tuh 30 juta buat lo, masih kurang? Ntar gw transfer. Bye~"

l i m e r e n c e

"Yang kemarin itu cewek lo, Theo?" tanya Hizkia penasaran.

"Bukan lah."

"Tapi kemarin gw liat lo sama dia ciuman woy."

"Ya terus?"

Tak.

Hizkia menjitak kepala Theo. "Gila lo."

"Heh lo dulu pernah cium gw juga kan, gak usak muna deh."

"Itu kan gw, beda lah."

"Ah tau deh, pusing gw."

"Terus kabar cewek-cewek tercinta lo itu apa kabar?"

Theo menghisap rokoknya lalu menyandarkan badannya ke tembok. "Gak tau gw, semuanya ngumpetin keberadaan mereka. Makin gila aja gw lama-lama."

"Terus lo kapan mau move on? Masa mau gini terus."

"Gw bakal cari mereka sampe dapet lah."

"Kalo udah dapet?"

"Gw nikahin, apa lagi?!"

"Siapa yang bakal lo nikahin? Kayla apa Nida?"

"Dua-duanya lah."

"Bangsat juga lu."

"Kalo bisa dua-duanya kenapa harus pilih satu."

Tak.

Lagi-lagi Hizkia menjitak kepala temannya yang cukup brengsek ini.

Gak cukup si, tapi banget.

"Gw jadiin yang ke tiga ya Theo?" ledek Hizkia.

"Ogah ah!"

"Anjing, kok gitu si?!"

"Dengerin gw ya." Theo menatap Hizkia dengan lembut. "Gw emang nyaman sama lo, tapi cuma sebatas sahabat."

"Iya iya, ikhlas gw mah. Asal ada itunya--"

"Apa? Supreme? Gucci? Off white? YSL? Dior? Sebutin mau apa?"

Tiba-tiba Hizkia menggandeng lengan kiri Theo. "Kemarin gw ke toko tas, ada yang bagus Theo, ayo ke sana."

"Berapaan?"

"Murah kok, cuma 50 juta."

Theo berdecak sebal. "Iya ntar kita beli."

"Nah gitu dong, ini baru Theo Edison."

"Ya udah, mana balesannya?"

"Balesan apaan?"

Theo menunjuk-nunjuk bibirnya.

"Dih, jalang lo kan banyak Theo. Minta aja sama mereka."

"Ya kan lo minta dibeliin tas, lo harus cium gw dulu sini."

"Gak deh, enggak."

"Waktu itu aja main nyosor, sekarang malah takut."

"Gak mau ntar lo khilaf lagi kek kemarin malem."

"Ya udah si biarin, kan enak."

"Mulut lo haram banget aslian, pen gw tabok."

"Oh gitu? Oke fiks say goodbye dulu ke tas 50 juta."

"Theo mah ihh."

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang