47

611 55 8
                                    

Semua para pelayan membungkukkan badannya saat seorang pria berjas datang dan melewati mereka. Pria berjas itu sama sekali tidak menatap mereka, ia acuh dan terus berjalan sampai berhenti tepat di depan pintu hitam. Sebelum membuka pintu hitam itu, ia melirik ke sekitar mencari-cari sosok yang selama ini menjadi tangan kanannya. Pria berjas itu mengkode kepada orang kepercayaannya untuk menghampirinya.

"Selamat malam, tuan." ia mencoba untuk sopan dengan membungkukkan badannya.

Pria berjas itu hanya berdehem dan orang kepercayaannya segera kembali ke posisi semula.

"Bagaimana?" tanya pria berjas to the point.

"Aman terkendali tuan."

"Ada tugas lagi untuk mu."

"Apa itu?"

"Culik yang satunya lagi."

"Ciri-cirinya?"

"Teman dekatnya dia saat ini, cantik, tinggi, badannya oke, senyumnya manis, kadang sexy gitu." pria berjas itu menjelaskan ciri-ciri tersebut sembari mengembangkan senyum liciknya.

"Maaf tuan, siapa namanya?"

"Nida. Nida Elysian Emorist."

Ia memberikan selembar foto yang menampilkan Nida di sana.

Sosok yang menjadi tangan kanannya mengangguk. "Baik tuan, saya akan laksanakan."

Lagi-lagi pria berjas mengembangkan senyumnya, dan kali ini lebih sempurna.

'Sebentar lagi keduanya bakal jadi milik gw'

"Sekarang pergilah!"

Orang kepercayaan itu mengangguk dan segera pergi dari sana. Pria berjas mencoba menarik napasnya, ia membuka knock pintu dengan hati-hati. Alih-alih ia akan kembali tersenyum, malah tatapan sinis dan ekspresi dingin yang ia pancarkan.

"Lo mau ngapain punya gw, Hiz?"

Hizkia terjolak kaget, ia segera menjauh dari Kayla yang hampir kehabisan napas. "Gg-gw."

"Jawab pertanyaan gw dengan benar, lo ngapain?"

Hizkia menunduk takut. "Gw cuma bercanda."

"Bercanda lo bilang? Gw liat dengan mata kepala gw sendiri kalo lo nyekek Kayla! Lo hampir ngebuat punya gw mati!"

Hizkia mencoba untuk bersujud di kakinya. "Gw minta maaf."

"Berdiri lo! Dan keluar dari ruangan ini sebelum gw berubah pikiran, sekarang!"

Hizkia segera bangun dan meninggalkan ruangan itu dengan jantung yang sudah berdebar parah.

"Theo?" Kayla sungguh terkejut saat ia menyadari bahwa yang menculiknya adalah mantan kekasihnya sendiri.

"Selamat malam cantik." sapa Theo.

Theo mendekat ke arah Kayla, ia duduk di sisi ranjang dan menatap penuh arti ke Kayla.

"Lo mau ngapain? Jauh-jauh! Jangan apa-apain gw, gw mohon."

Kayla mencoba mundur dan alhasil tubuhnya terbentur kepala ranjang, saat Theo semakin memajukan tubuhnya, Kayla mencoba untuk menutup mata sambil terus menangis sendu.

"Hi baby, look at me!"

Theo menarik dagu Kayla dan memaksa Kayla untuk menatapnya juga. Kayla mencoba membuka matanya yang sudah sembab, ia kembali menatap Theo dan lagi-lagi air matanya terus-menerus menetes.

"To--long! Gw takut."

Perkataan Kayla tersebut mampu membuat Theo kembali mengingat masa lalunya yang brengsek itu.

Malam itu...

Theo mabuk berat karena ia habis bertengkar hebat dengan kekasihnya dulu, Nida. Pertengkaran hebat itu hampir membuat Nida ingin membatalkan pertunangan mereka. Mereka bertengkar hanya karena sebuah kesalahpahaman, Nida cemburu saat melihat Theo sedang bercumbu dengan adik kelasnya. Pada kenyataannya, adik kelas itu menjebak Theo dan alhasil Nida menjadi salah paham. Kejadian itu juga terjadi kembali antara ia dan Kayla bukan? Saat di UKS-

Omong-omong tentang first kiss, bahkan Theo tidak berani menyentuh Nida. Dia pikir jika ia memang tulus mencintai Nida, ia seharusnya menjaga Nida, bukan merusaknya.

Tapi malam itu berbeda.

Theo bukan seperti Theo yang ingat akan janSakaya untuk menjaga Nida.

"Theo!"

Nida menghampiri Theo sampai ke bar, ia mendapatkan info dari anak Bangtan bahwa Theo mabuk berat karena masalah pertengkaran mereka. Anak-anak Bantang juga sudah tidak ada di sana, hanya tersisa Theo dan beberapa pelayan yang ada di bar.

"Hai sayang, jangan tinggalin aku ya" tiba-tiba Theo memeluk Nida seolah ia tidak ingin melepaskannya.

"Aku gak bisa hidup tanpa kamu, aku sayang kamu."

Nida mencoba untuk mendorong tubuh Theo yang penuh dengan aroma alkohol yang menyengat. Bukannya Theo akan oleng ia malah semakin mempererat pelukannya, ia bahkan menarik Nida untuk ikut dengannya. Nida mencoba untuk meronta, menangis, dan berteriak meminta tolong.

"To--long! Gw takut."

Tapi nihil, semua manusia yang berada di bar saat itu tidak ada yang memperdulikannya.

Sampai akhirnya mereka masuk ke dalam kamar yang biasanya disediakan di bar.

Dan mulai malam itu, Theo ingat bahwa ia benar-benar merenggut semuanya dari Nida.

Bersambung,
Limerence.


LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang