46

703 61 15
                                    

Dari tadi pagi Kayla memiliki firasat buruk, dia merasa seseorang telah mengikutinya. Pagi-pagi tadi Nida juga sudah pergi ke luar karena memiliki urusan, jadi mau tidak mau Kayla sendirian. Kayla sedang bergegas pergi menuju kampus, selama ia menunggu di halte, orang yang di sampingnya melirik Kayla tanpa henti.

'Ini mana si bisnya? Tumbenan banget gak muncul-muncul.'

Semakin lama orang tersebut semakin mendekat ke kayla, Kayla juga sudah misuh-misuh di dalam hati. Dia lagi berjaga-jaga mempersiapkan pita suaranya, jadi jika orang itu macam-macam Kayla bisa langsung berteriak.

"Mba."

Orang misterius tersebut memanggil Kayla sambil menepuk bahunya, Kayla menoleh dan--

"Iya? Eh, emmm."

Kayla dibekap oleh orang asing tersebut, Kayla mulai merasa mengantuk dan ia ambruk seketika. Lalu Kayla segera di bawa ke dalam mobil hitam yang berada tidak jauh dari sana.

Drttt.

Drttt.

"Hallo bos, tugas sudah selesai."

l i m e r e n c e

"Kayla mana si? Dari kelas pertama sampe sekarang tuh bocah kagak keliatan."

Lavi sudah pusing tujuh keliling, dia khawatir terjadi hal-hal buruk menimpa temannya itu. Ia dan juga Jaish mencoba untuk menghubungi nomor Kayla berkali-kali, namun tak kunjung diangkat.

"Telpon Nida!" usul Jaish.

"Udah, tapi si Nida bilang dia lagi ke luar kota."

"Terus gimana sekarang?"

"Gak tau! Gw pusing." Lavi memijat pelipisnya.

"Ya masa kita gini-gini aja, gak niat buat nyari Kayla muterin kota gitu?"

"Eh bentar". Lavi berdiri dari kursinya. "JANGAN-JANGAN KAYLA DI CULIK WOY!"

Teriakan Lavi barusan mampu menarik perhatian mahasiswa lainnya, termasuk Samuel.

"Kayla kenapa?" tanya Samuel khawatir.

"DICUL--"

Jaish langsung membekap mulut laknat Lavi. "Dia gak ada kabar dari tadi Hun, ini si Lavi baru menerka-nerka aja kalo si Kayla diculik."

"Udah coba dihubungin?"

"Udah cuy, tapi gak diangkat-angkat ma tuh bocah. Iya kan Vi?"

Lavi mengangguk.

"Terus Nida?"

"Nida kan lagi ke luar kota." jawab Jaish.

Samuel bernapas lega. "Syukur deh."

"Dih kok syukur? Si Kayla masih belum ada kabar ini!" kesal Jaish.

"Ya maksudnya Nida gak ikut ilang juga."

Jaish menatap Samuel dengan curiga. "Lo suka sama Nida kan?"

Samuel senyum terus mengangguk. "Iya."

"Anjay beneran!"

Jaish sudah menduga dari awal ospek jika Samuel memiliki perasaan lebih ke Nida, Samuel juga terlihat care.

Ternyata oh ternyata.

"Awas ya kalo lo deket-deket sama Nida!" ancam Samuel.

"Iya elah, lagi juga Nidanya gak bakal mau sama gw."

#poorJaish

"Terus si Kayla gimana?"

"Gak tau ih. Lu tau gak Vi?"

Lavi masih belum bisa bersuara karena Jaish masih membekap mulut dia.

"Ih bisu ya lu kagak bisa ngomong? Dari tadi cuma ngangguk kalo gak ya diem."

Lavi memukul pelan kepala Jaish. "Hossh hoshh, mo bikin gw mati lu! Udah mana tangan lo bau jengkol. Mit amit gw mah."

Lavi langsung mengambil tissue di dalam tasnya, ia mengelap mulutnya dengan kasar. "Jyjyk bat bau jengkol!"

"Udah napa ngedumelnya! Mending cari Kayla ayo!" ajak Jaish semangat 45.

"Iye napa iye."

"Gw bantu cari ya?"

"Iya lu emang harus bantu cari Muel. Udah ayo gengs kita cari si cantik sampe ketemu!" teriak Lavi dengan semangat yang membara.

"KUY!"

l i m e r e n c e

Kayla mencoba mengerjapkan matanya berkali-kali. Sungguh, kepalanya terasa sangat pusing. Ia mencoba menatap setiap sudut ruangan ini.

Ini di mana?

Kamar siapa ini?

Kenapa Kayla ada di sini?

Krettt--

Ceklek.

Pandangan Kayla langsung fokus menatap pintu di ujung sana. "Siapa itu? Tolong! Jangan sakitin saya--"

Kayla mulai menitikkan air matanya. Badannya juga mulai bergetar akibat ketakutan.

"Haha. Let's play the game."

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang