48

632 63 16
                                    

Kayla mendadak pingsan, sepertinya ia sangat ketakutan sampai-sampai bisa tidak sadarkan diri. Theo yang panik segera memanggil dokter pribadinya untuk mengecek keadaan salah satu kekasihnya ini.

Dokter Nim bilang. "Ia hanya ketakutan dan panik, nanti ketika sadar jangan membuatnya merasa takut."

Theo menangguk paham. "Baik."

Setelah tugasnya untuk memeriksa Kayla selesai, Dokter Nim pamit dari sana.

Theo kembali duduk di sisi ranjang, ia menatap Kayla dengan tatapan sendu. "Aku takut kehilangan kamu, Kay."

Tangan Theo beralih mengusap pucuk kepala Kayla dengan lembut, setelahnya ia memberikan kecupan singkat di dahi Kayla.

Apa kalian menginginkan mereka first kiss?

Maaf, tapi Kayla masih terlalu kecil dan imutz.

"Kay, aku janji setelah ini kamu bakal jadi milik aku."

"Terus Nida mau dikemanain?" tanya Hizkia yang tiba-tiba muncul di ujung pintu.

Theo mendengus kesal dan tidak berniat sedikitpun untuk menoleh ke arah Hizkia. Hizkia berjalan mendekat, ia menatap Theo sambil melipat lengannya di dada.

"Jadi keputusan lo udah bulat nih?"

"Keputusan yang mana?" tanya Theo bingung.

"Keputusan bahwa lo memilih Kayla."

Theo menatap Hizkia dengan tatapan tidak suka. "Gw milih dua-duanya dibilang!"

"Lo kok masih kek anjing si Theo!"

"Emang kenapa si? Suka-suka gw."

"Ya kali lo mau milikindua-duanya."

"Banyak tuh yang punya istri empat, gw cuma dua doang masa gak boleh." ucap Theo dengan santai.

Minta ditampol satu kecamatan emang.

Ayo yang bersedia nampol kita satukan kekuatan!

"Beda Theo!"

"Bedanya?"

"Pastisuami-suami yang punya istri lebih dari satu pada bisa adil, coba kalo lo, gakyakin kalo lo bisa adil."

"Ya udah gini deh. Kayla nanti gw beliin rumah sendiri, Nida juga gitu. Nanti hari senin gw pulang ke rumah Kayla, selasa ke rumah Nida, nah begitu seterusnya deh." nah kan si Theo makin ngaco.

"Emangnya mereka mau sama lo?"

"Pasti mau."

"Pd abis lo!"

"Gw ada rencana." kata Theo sambil menyunggingkan bibirnya.

l i m e r e n c e

Nida mencoba untuk membuka matanya, rasanya pusing sekali, bahkan ia seperti ingin muntah.

Ruangan apa ini?

Kenapa bau sekali?

Nida mencoba untuk menggerakkan badannya, sampai ia tersadar bahwa kaki dan tangannya sudah diikat dengan kursi kayu yang ia duduki sekarang. Nida mencoba untuk mengingat-ingat kejadian sebelumnya yang menyebabkan dirinya terjebak di gudang minim pencahayaan dan bau ini.

'Apa gw diculik ya? Perasaan tadi gw ada di jalan mau cari Kayla, terus kenapa sekarang gw di sini?'

Ia yang menyadari bahwa dirinya diculik berusaha untuk teriak, tapi lakban hitam ini menutup mulutnya sangat rapat. Tiba-tiba terdengar langkah kaki, dan beberapa saat setelahnya lampu di gudang itu menyala sempurna. Nida terkejut saat melihat Kayla yang bernasib sama dengannya. Kayla ada di hadapannya, dengan kaki dan tangan yang sama-sama terikat di sebuah kursi kayu. Bedanya Kayla masih tidak sadarkan diri.

Lagi-lagi ia mendengar langkah kaki yang seperti sedang mengelilinginya. Nida mencoba mengedarkan pandangannya ke semua penjuru, sampai akhirnya ia terkejut akan kemunculan seseorang tepat di depan wajahnya.

"Hai sayang, apa kabar?" sapanya lalu kembali tertawa jahat. "Kenapa? Kamu kaget?"

Nida mencoba meronta agar ia bisa bebas dari tali-tali sialan ini, namun semakin ia bergerak tubuhnya merasa semakin sakit.

"Jangan banyak bergerak dong sayang, nanti sakit, terus kulit mulus kamu lecet."

Theo mengusap pipi Nida yang sudah dibanjiri air mata ketakutannya. Theo mendekatkan dirinya, dan menyimpan dagunya di bahu Nida.

"Aku punya penawaran menarik buat kamu." bisik Theo.

"Menikah sama aku dan Kayla akan selamat, atau--"

Theo menggantungkan ucapannya, ia kembali menatap Nida.

Srett.

"Akhh!"

Theo menarik lakban secara paksa, itu membuat Nida meringis kesakitan.

"Sakit ya?" tanya Theo sembari mengusap bibir Nida dengan ibu jarinya.

"JADI MAU LO TUH APA?!" tanya Nida ngegas.

Theo tertawa sinis. "Menikah sama aku dan--"

"GAK!" jawab Nida dengan lantang.

"Ouh gak mau ya?" Theo berjalan mendekat ke arah Kayla "Kayla akan jadi taruhannya kalo gitu"

"Maksud lo?"

Theo mengeluarkan pisau kecil dari saku bajunya dan mendekatkan pisau itu ke leher Kayla.

Nida tertawa meremehkan. "Gak mungkin lo bakal nyakitin Kayla."

"Kalo ternyata bisa?"

"Gak akan bisa Theo. Gw tau lo masih sayang sama Kayla, lo gak bakal nyakitin dia secara fisik Theo."

Theo lagi-lagi tertawa sinis, ia mengalihkan pisaunya ke pipi mulus Kayla.

Sret--

Theo menggoreskan pisau di pipi Kayla, itu membuat Kayla tiba-tiba terbangun dan langsung meringis kesakitan.

"GILA LO THEO!" teriak Nida histeris.

Kayla mulai menitikan air matanya, ia merasakan pipinya perih dan panas dalam satu waktu.

"Kay--" panggil Nida.

Kayla mulai menyadari di mana ia sekarang dan sedang bersama siapa ia di sini.

"Kay pipi lo." ucap Nida sesenggukan.

Beberapa tetes darah mulai berjatuhan ke paha Kayla, itu membuat Kayla semakin menangis sejadi-jadinya. Ia menatap ke arah sampingnya, di sana ada Theo yang kembali memasang wajah dinginnya.

"DASAR GILA!"

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang