56

554 55 19
                                    

Setelah sebulan lamanya, Kayla dan Nida sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Orang tua Nida menyarankan agar putrinya tinggal dulu di rumah mereka sampai kondisi Nida benar-benar pulih. Sedangkan Kayla, ia akan diantar Theo pulang ke rumah orang tuanya.

Omong-omong, semua masalah yang terjadi sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Terlebih keluarga Emorist tidak mau berurusan lebih jauh lagi dengan keluarga Edison, begitu pula dengan kedua orang tuanya Kayla.

"Jadi bener nih lo pulang bareng dia?" tanya Niko sembari melirik Theo.

Kayla mengangguk dan tersenyum manis. "Iya."

"Ama gw aja lah Kay." saut Jeffry.

"Jangan-jangan! Sama gw aja mending." ucap Niko tak mau kalah.

Theo sedari tadi masih fokus dengan handphone-nya, tidak lama kemudian ia mendengus kesal saat mendapatkan panggilan dari seseorang.

"Iya iya dikit lagi gw balik kok."

"..."

"Nanti dulu ya, gw mau anter Kayla."

"..."

"Sekali aja, please. Boleh ya?"

"..."

Theo berdecak sebal sembari menahan emosinya.

"IYA IYA!"

Bip!

"Kay."

"Iya Theo?"

Theo menggenggam jemari Kayla. "Aku minta maaf ya, aku gak bisa anter kamu pulang."

Terbesit rasa kecewa di dalam hati Kayla, ia mencoba untuk tetap tersenyum. "Iya gapapa."

"Kamu dianter sama supir aku aja ya? Aku gak mau kamu kenapa-napa."

"Ama gw aja bang."

Theo melayangkan tatapan mautnya kepada Jeffry. "Gak!"

"Gw aja deh kalo gitu."

"Lo juga gak boleh! Masa mau nikung temen sendiri."

"Dih? Emang lu temen gw?" kata Niko dengan bumbu-bumbu kesongongan.

Theo memutar bola matanya malas, lalu ia menatap Jeffry Kembali. "Ya udah Jae, lo aja deh. Tolong anter cewek gw, gak boleh sampe lecet!"

Jeffry tersenyum senang. "Iya siap bang!" ucapnya penuh semangat.

Theo mengusap pipi Kayla. "Pulang sama Jeffry aja ya, nanti aku mampir ke rumah kamu, sekalian mau silaturahmi sama calon mertua."

Kayla berharap pipinya tidak memerah sekarang.

Apa ia terbawa perasaan?

"Iy-ya." jawab Kayla dengan gugup.

"Ya udah aku pergi dulu ya."

Sebelum Theo pergi, ia mengacak-acak rambut Kayla terlebih dahulu. Theo menepuk bahu Jeffry. "Jagain cewek gw"

"Iya bang."

"Gak boleh lecet!"

l i m e r e n c e

Brakk!

Prang!

Theo melempar barang-barang yang ada di dekatnya. Ia sungguh emosi sekarang. Berkas-berkas yang ada di sampingnya juga sudah berantakan.

"Kenapa bisa si? Gw kan udah suruh minum, lo pasti gak minum kan?"

"JAWAB!"

Wanita yang diteriaki Theo barusan mendadak menangis, ia tidak pernah mengira Theo akan semarah ini.

"JAWAB!"

"Maaf."

"Bilang aja lo sengaja, iya kan?!"

Wanita tersebut menggeleng. "Enggak, gw--"

"Halah! LO TUH BIKIN GW MUAK."

Theo mengangkat tangannya, dan saat ia ingin menamparnya, Theo mendadak mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk di kursi kerjanya, Theo melonggarkan dasinya dan menatap tajam ke arah wanita itu.

"KELUAR!"

"Tapi Theo.. "

"GW BILANG KELUAR!!"

Mau tidak mau wanita itu melangkah keluar dari ruang kerja Theo. Theo mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia mengepalkan lengannya dengan kuat, dan sialnya air matanya menetes begitu saja. "Kenapa harus gini?"

l i m e r e n c e

Kayla bingung kenapa Jeffry malah membawanya ke mall. Padahal ia ingin segera bertemu kedua orang tuanya, dan terlebih Kayla ingin merebahkan dirinya di kasur empuk lamanya.

"Ngapain ke sini si?"

"Udah lu ikut aja dulu."

"Ya tapi kan--"

Kayla mendadak terdiam saat Jeffry menggenggam erat jemarinya. Ia menatap Jeffry dari samping, lalu beralih menatap lengannya.

"Kuy jalan lagi!"

Kayla kembali berjalan mengikuti setiap langkah kakinya Jeffry. Tetapi pandangan Kayla tidak bisa terlepaskan dari jemarinya yang kini masih digenggam oleh Jeffry.

Rasanya berbeda.

Seperti hampa.

Hambar.

Tidak seperti dulu.

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang