12

1.2K 74 5
                                    

Sebelum langit menjadi gelap, para murid mengambil beberapa kayu bakar di sekitar hutan. Batasnya tidak boleh jauh-jauh dari perkemahan, dan tidak boleh melewati bendera yang sudah dipasang di beberapa pohon.

Kali ini, Kayla dan Nida yang kedapatan untuk mencari kayu. Kiki yang memasak, Salsa serta Wina yang membereskan tenda. Sebenarnya kaki Nida belum sepenuhnya pulih, namun ia paksa. Ia takut jika Kayla mengambilnya sendiri, ia tidak mau terjadi hal yang buruk menimpa Kayla.

"Serius Da lo mau cari kayu bakar?" tanya Wina memastikan.

Nida mengangguk setuju. "Serius."

"Kaki lo?" tanya Salsa sambil menunjuk pergelangan kaki Nida.

"Gapapa kok, udah baikan."

"Kalo sakit langsung balik ke tenda aja ya, Da." usul Kiki.

"Lo juga Kay! Jagain temen gw yang bener, kalo ada apa-apa langsung balik!" titah Wina.

Kayla tersenyum canggung. "Iya kak."

l i m e r e n c e

Jay dan Jeffry sudah pergi mencari kayu bakar sedari tadi. Kerena pekerjaan Theo sudah selesai seperti merapikan barang-barang, ia segera beranjak dari sana karena berkeinginan menemui seseorang.

"Loh, Theo. Ada apa?" tanya Kiki yang sedikit terkejut karena Theo datang tiba-tiba.

"Kayla mana? Nida juga mana?" Theo mengedarkan pandangannya pada tenda.

"Nyari kayu bakar." sahut Salsa di belakang sana yang sedang menyusun sepatu-sepatu mereka.

Theo terkejut. "Kaki Nida kan masih sakit."

Wina berjalan menghampiri Theo. "Dia sendiri yang minta. Pokoknya ya Theo, kalo sampe Nida kenapa-kenapa. Cewek lo gw abisin!" Wina memang seperti itu, sedikit kasar.

Theo berdecak sebal. "Udah tau kaki Nida masih sakit, tapi lo diemin aja Nida pergi."

"Dia yang mau. Lagian kenapa sok peduli banget si sama Nida? Inget, lo udah ada Kayla." ucap Wina memperingati.

Theo memutar bola matanya malas, dia memilih untuk kembali ke tenda. Bisa emosi jika sedang berbicara dengan Wina.

Theo menutup matanya perlahan, ia ingin tidur sambil menunggu pujaan-pujaan kekasihnya itu kembali.

2 jam kemudian...

Tubuh Theo didorong-dorong oleh Jay, berharap temannya ini cepat terjaga.

"Apa si?!" tanya Theo sedikit membentak, karena ia juga terkejut dibangunkan secara paksa.

"Udah malam banget ini, tapi Kayla sama kak Nida belum balik." perkataan Jeffry barusan sukses membuat Theo seketika berdiri.

Ia mengusap wajahnya kasar. "Kok bisa?!"

"Daripada lu marah-marah mending cari gih!" usul Jidan.

Tanpa berpamitan terlebih dahulu, Theo langsung beranjak dari tenda. Saat ia baru saja keluar dari tenda, ternyata di luar sana sudah ramai. Mereka semua mencemaskan Kayla dan juga Nida yang belum kembali hingga sekarang.

"Theo. Coba telepon pacarmu si Kayla." usul bu Rida.

'Nomor telepon yang anda putar sedang tidak aktif, silakan hub--'

Bip!

Theo mengacak rambutnya frustasi, ia benar-benar bingung dan gelisah sekarang. Rasanya ia ingin sekali memecahkan barang atau memukul sesuatu untuk melampiaskan semuanya. Hati Theo benar-benar tidak tenang, pikirannya pun penuh dengan semua senyum manis milik seseorang yang pernah ia sakiti namun dapat kembali berada disisinya.

"Kenapa nomor kamu gak aktif Da.."

Iya, barusan yang Theo telepon adalah Nida, bukan Kayla.

"Aku khawatir." lirih Theo.

Angin malam semakin kencang, membuat malam ini menjadi semakin dingin. Theo menggigit jarinya, ia sedang berpikir 'apakah para gadisnya itu sedang kedinginan sekarang?'

"Tolong.. "

Semua yang berada di perkemahan menatap ke arah seorang wanita yang sedang berlari mendekat.

"Kayla. Kamu dari mana aja? Loh. Nida ke mana?" tanya pak Siwon khawatir.

Kayla menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menangis sesenggukan. Keadaanya sungguh menyedihkan, rambut yang acak-acakan, dan sedikit luka gores di pipi kanan dan juga kirinya.

"Kay, ya ampun. Lo gapapa?" tanya Jeffr khawatir, ia bahkan memutar-mutar badan temannya untuk memastikan bahwa temannya tidak apa-apa.

Theo berjalan mendekat, ia menepis lengan Jeffry yang sedang memegang pundak kekasihnya.

"Nida di mana?" bukannya bertanya akan kabar Kayla sekarang, ia malah bertanya keberadaan Nida.

Kayla menunduk, ia menangis sendu.

"Kayla jawab! Di mana Nida?!" bentak Theo.

Ini adalah kali pertama Theo berani membentak Kayla dengan nada sekeras dan sedingin itu.

"Jatuh."

"HAH?" seluruhnya menjadi diam tak bersuara.

"Ke jurang." Kayla menyelesaikan kalimatnya dengan sangat hati-hati.

"Anjir!"

Bersambung,

Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang