15

1.1K 74 3
                                    

Nida sudah tersadar dari komanya sejak beberapa jam yang lalu. Semuanya merasa senang dan memilih untuk menjenguk Nida sehabis pulang sekolah, begitu pula dengan Kayla. Kayla sedang membeli buah-buahan serta beberapa roti bersama dengan Jeffry di mini market, ia tidak ingin menjenguk tanpa membawa apa-apa.

"Kay, lo beli roti nya banyak banget" beo Jeffry yang sedari tadi bingung temennya ini kenapa membeli roti terlalu banyak.

"Kata Theo, kak Nida suka banget sama roti." jawab Kayla yang masih asik milih-milih roti.

"Bang Theo cerita sama lo?" tanya Jeffry hati-hati.

Kayla menangguk, ia menatap Jeffry dan tersenyum miris. "Segalanya tentang kak Nida, Theo pasti tau."

"Mereka punya hubungan apa si Kay sebenarnya?" tanta Jeffry yang mulai emosi.

"Mantan, mantan tunangan lebih tepatnya."

Jeffry terkejut. "Serius?"

Kayla mengangguk. "Udah yuk Jae, gw mau bayar."

Jeffry mengikuti Kayla dari belakang, ia menatap punggung Kayla dengan tatapan sendu.

"Lo kuat, Kay."

l i m e r e n c e

Sejak tadi Theo terus mengajak Nida berbicara, sesekali ia mengeluarkan canda tawanya dan itu sukses membuat Nida tertawa puas.

"Theo udah ih, perut aku sakit." keluh Nida dengan nada kesal.

Theo tersenyum, lalu ia kembali duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang. "Aku kangen kamu ketawa lepas kayak gini." Theo mengusap pelan pipi gadis yang masih terbaring lemah ini.

Nida tersenyum. "Makasih.. "

"Buat?"

"Kali ini kamu ada buat aku."

Theo tersenyum miris. "Maaf, aku baru bisa diandelin sekarang, dulu aku---"

"Jangan dibahas."

"Ya udah, aku ke kantin bentar ya."

"Iya."

Theo pergi dari sana, ia ingin mencari cemilan di kantin. Selepas Theo pergi, Yuda datang sambil membawa beberapa roti yang Nida pesan saat mereka teleponan beberapa menit yang lalu.

"Tada, ini rotinya bu." ucap Yuda sembari meletakan roti-roti itu di nakas.

"Makasih."

"Santuy." Yuda duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Theo.

"Yuda." panggil Nida pelan.

"Hmm?"

"Kayla apa kabar?"

Yuda berdecak sebal, bisa-bisanya Nida bertanya tentang seseorang yang sudah membuatnya seperti ini. Sekarang, Yuda percaya jika Kayla yang mendorong Nida hingga terjatuh ke dalam jurang. Karena dipikir-pikir saat itu hanya ada Nida dan juga Kayla.

"Bisa-bisanya si lu bahas dia?"

"Semuanya jadi nyalahin Kayla ya?"

"Ya iyalah, kan waktu itu cuma ada kalian berdua." jawab Yuda dengan nada sewot.

"Tapi kan kalian belum tau semua cerita aslinya."

"Mau denger semua ceritanya juga percuma, intinya Kayla salah!" tanpa Yuda sadari ia sudah berbicara dengan nada tinggi, dan itu membuat Nida terkejut dan mendadak diam.

"Ehh---" Yuda yang menyadari kesalahannya barusan langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa tidak enak. "Sorry ya sorry, gw jadi emosi."

Nida tersenyum mengerti. "Iya gapapa. Terus anak Bangtan gimana? Ikut nyalahin Kayla juga ya?"

"Gak semua si, beberapa aja. Yang ngebela Kayla paling si Saka sama Niko doang."

"Tapi kalian harus tau cerita sebenarnya juga, gw gak mau jadi salah paham, di sini gw juga salah." suara Nida mulai serak, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisannya agar tidak pecah.

"Sesalah-salahnya lo, gw bakal tetep dukung lo, karena Kayla juga salah sampe dorong lo jatuh ke jurang, gila kali ya tuh anak. Udah tenang, ada gw." Yuda refleks menyeka air mata Nida yang perlahan tumpah, ia tidak ingin sahabatnya menangis.

"Makasih."

"Sama-sama."

"Yuda, gw boleh minta satu hal?"

Yuda mengangguk. "Boleh."

"Mau peluk lo boleh?"

Awalnya Yuda ragu-ragu, ia terlihat berpikir.

"Gak boleh ya? Yaudah gapapa." ucap Nida dengan nada sedih.

Yuda menggeleng, ia menarik Nida ke dalam pelukannya. Nida menangis sejadi-jadinya di sana, meluapkan semua emosinya yang terpendam. Sungguh, ia hanya butuh pelukan dan pengertian dari orang-orang.

"KALIAN?"

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang