76

516 56 16
                                    

Tangisan haru terus menggelegar di rumah sakit. Acara pernikahan yang seharusnya menjadi momen bahagia, tawa, dan kenangan bersama malah berubah menjadi malapetaka. Kayla merutuki dirinya yang ia pikir bodoh. Seharusnya dia yang tertembak, seharusnya dia yang sedang ada di ICU sekarang. Bukan suaminya.

Kayla berjongkok di depan pintu ICU dengan masih menggunakan gaun pengantinnya. Darah Theo menempel di sebagian gaunnya, bahkan tangannya pun masih ada bekas darah suaminya.

Tadi...

Dorrr.

"Kayla!"

Theo menarik Kayla ke dalam dekapannya, dan ia memutar badannya yang mengharuskan dirinya tertembak peluru sialan itu.

"Akh!"

"Theo!"

Kayla mulai panik saat mengetahui punggung suaminya berdarah dengan sangat banyaknya. Tak lama Theo terjatuh di dalam pelukannya, dan mulai menutup matanya secara perlahan.

"THEO!!"

"Harusnya gw! Harusnya gw!" Kayla memukul kepalanya berkali-kali

.

Sampai Nara menahan lengannya. Kayla mendongak, menatap Nara yang juga sedang menatapnya.

"Kakak kenapa mukul kepala cendili? Nda cakit?"

Kayla tidak berniat menjawab pertanyaan Nara barusan, ia masih menatapnya dengan air mata yang juga masih turun.

"Daddy ndapapa kan? Daddy nda akan ninggalin Nala kan?" tanyanya sendu.

Nara menduduk dan memainkan jemarinya. Kayla menyeka air matanya, lalu jemarinya bergerak mengusap punggung Nara.

"Nara doain daddy ya, supaya daddy gak kenapa-kenapa."

Nara kembali menatap Kayla. "Tapi daddy ndapapa kan?"

Kayla menggeleng pelan. "Nara harus tetep doain daddy, okay?"

Nara mengangguk,setelahnya ia memeluk leher Kayla. Kayla pun balas memeluk anak sambungnya ini,mengusap rambut serta punggungnya secara lembut.

"Mamah Nala juga ndapapa kan?"

Selain Theo, Bunga pun turut jadi korban karena berusaha melindungi dirinya. Ia semakin merasa bersalah jika seperti ini. Dua orang terdekatnya sudah berusaha melindunginya walau harus merelakan nyawanya sekali pun.

l i m e r e n c e

Ini sudah masuk bulan ke tiga, namun tidak ada tanda-tanda bahwa suaminya akan bangun.

Baik Theo mau pun Bunga sudah dipindahkan ke dalam ruang inap di kamar yang terpisah.

Setiap hari Kayla selalu ke sini, menyapa dan mengajak ngobrol sang suami walau ia tak kunjung mendapat respon. Wajah tenang Theo selalu membuatnya nyaman, walau terkadang mengingatkannya akan kejadian itu.

"Theo..." Kayla mengusap-usap rambut Theo. "Aku kangen."

Kalimat yang pertama kali selalu diucapkannya setiap kali ia ke sini. Satu bulan pertama Kayla selalu menangis jika sudah melihat suaminya, tapi semakin ke sini tangisannya ia pendam dalam diam.

Ia yakin jika Theo akan ikut sedih mendengar tangisan Kayla. Ia ingin berusaha untuk kuat, ia juga selalu memberi ucapan dorongan agar Theo cepat sadar.

"Kamu tau gak, Theo? Nara sering nangis akhir-akhir ini, alasannya karena kamu. Dia bilang. Daddy kenapa bobo telus? Nala kangen cama daddy, katanya daddy mau ajak Nala ke toko boneka. Gitu katanya.. "

" ..Kamu nih janji terus, tapi gak ditepatin. Kamu juga katanya janji mau bawa aku ke taman bunga di pegunungan sana. Mana? Janji doang ih kamu mah!"

Kayla tertawa pelan. "Katanya mau bikin dede buat Nara, tapi kamunya tidur terus. Tapi ada yang bikin aku bahagia, Nara udah mulai terima aku Theo. Aku seneng setiap kali dia ngadu ke aku, nangis dipelukan aku, makan pun harus aku yang suapin.. "

" ..Terus kamu kapan suapin akunya Theo? Bangun ih makanya. Oh ya Theo, aku pengen kasih kamu kabar bahagia. Aku diterima di universitas negeri, aku seneng banget. Walaupun Nara udah mulai terima aku, dan aku juga secepatnya bisa lanjut kuliah. Tapi bahagia aku masih kerasa ada yang kurang. Kamu tau apa itu?"

Kayla beralih mengusap pipi mulus Theo. "Kamu."

Kayla memeluk Theo yang masih terbaring tak sadarkan diri, ia meletakkan kepalanya di leher sang suami. Lengannya masih asik mengusap pipinya, sesekali ia juga tersenyum manis.

"Aku tau kamu belum bisa respon aku, tapi aku tau kamu denger ini.... "

".... Aku cinta kamu" bisiknya.

Cup.

Kayla mengecup singkat bibir pucat sang suami, setelahnya ia kembali memeluknya. "Apapun yang terjadi nanti, aku ikhlas, Theo. Selama aku kenal kamu, banyak hal yang bisa aku dapat, terutama rasa ikhlas. Iya, aku ikhlas. Kalo kamu ngerasa sakit dan kamu lelah sama semuanya, kamu boleh pergi. Tapi kalo kamu masih mau ketemu aku dan Nara, ayo berjuang lagi! Aku akan selalu tunggu kamu, apapun itu hasilnya.. "

" ..Lucu ya Theo, dari yang awalnya cuma kisah cinta monyet biasa yang perlahan jadi dramatis dan berakhir bikin kita bersatu dengan ikatan pernikahan ini. Aku yang awalnya ingin benci kamu dan berakhir gagal, kamu yang awalnya ingin merelakan aku namun gagal. Dan kita yang ingin saling menjauh dan kembali dipersatukan.. "

" ..Takdir Tuhan memang tidak ada yang bisa tau, dan tidak ada yang bisa diubah. Aku bersyukur kamu jadi suami aku, dan aku jadi istri kamu. Aku pun yakin kamu seperti itu juga. Aku gak jago masak, gak jago beres-beres rumah, dan gak gampang deket sama anak kecil. Tapi kamu, tetep pilih aku sebagai pendamping hidup kamu.. "

" ..Aku yang dulu pernah jahat sama kak Nida bahkan hampir buat dia kehilangan nyawanya, aku yang dulu selalu bersikap kekanak-kanakan, aku yang dulu selalu diam disaat disakiti kamu berkali-kali, dan aku yang dulu selalu terima permintaan maaf kamu berkali-kali.. "

" ..Dari akuyang dulu bisa bikin jadi aku yang sekuat sekarang, aku yang seiklash sekarang,aku yang sedewasa sekarang, dan aku yang selalu mencintai kamu tanpa adanyapaksaan. Cepet sembuh ya suamiku, cepet bangun. Aku di sini akan setia nunggukamu, dan akan selalu cinta sama kamu.. "

"Aku Kayla Edison istrinya kamu, Ansen Theo Edison."

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang