75

490 59 18
                                    

Kayla tengah beristirahat sebentar di sebuah ruangan yang tidak jauh dari taman. Perutnya mendadak kram, sepertinya ini adalah efek dari datang bulannya. Tapi ini terasa lebih sakit dari sebelumnya, ia terus-menerus memegang perutnya sembari mengomel tidak jelas.

"Ihh sakit! Napa si sakitnya kerasanya sekarang? Gak tau sikon bat napa!"

"Kay ya ampun, jangan nungging ih! Ntar gaun lo rusak astaga!"

Nida menarik Kayla dan memaksanya untuk duduk normal.

"Sakit kak!"

"Iya gw tau. Tapi jan nungging gitu ih, ntar rusak gaunnya."

"Sakit bat kak, aseli dah."

Tiba-tiba laki-laki yang kini sudah menjadi suaminya datang sembari membawa botol minum dan cangkir yang entah apa itu isinya. Ia berjongkok di hadapan Kayla, mengusap pelan perut sang istri dan menempelkannya dengan botol hangat. Lalu Theo memberikan cangkir yang ia pegang tadi.

"Apaan ini?" tanya Kayla penasaran.

"Jamu, itu mama aku yang bikin. Katanya kalo minum itu, gak lama rasa sakit atau nyeri haidnya bakal hilang."

"Serius?"

"Iya. Coba minum."

Baru satu tegukan dan Kayla hampir saja memuntahkan jamu itu. "Theo, pait."

Theo tertawa saat melihat wajah sang istri yang mendadak lucu seperti ini. "Kalo manis mah, ya aku dong, Kay."

Kayla melayangkan tatapan mautnya. "PD!"

"Ya udah minum jamunya sambil liat aku."

"Makin pait Theo yang ada."

"Aku udah jadi suami kamu loh Kay, masih aja dinistain."

Kayla berdecak sebal, ia kembali meminum jamu itu hingga habis tak tersisa. Selama meminumnya, Kayla berusaha menahan napasnya.

Aroma jamunya itu loh, bikin dia eneg.

"Eh ada mantan, baru keliatan romannya."

"Samuel ribet bat dari tadi, ngintilin gw mulu."

"Kan dia takut kehilangan lo."

Iya, Theo menuruti permintaan istrinya untuk menggunakan gw-lo jika berbicara kepada Nida. Nida sih tidak masalah, dia sudah melaksanakannya terlebih dahulu jauh sebelum Theo.

"Ya tapi dari tadi dia ngomel mulu."

"Jelas sih dia ngomel, coba liat baju lu, kebuka banget. Ini kalo gw gak ada akhlak mah udah gw serang nih."

Plak.

Lagi-lagi lengan Theo kembali terkena pukulan oleh sang istri.

"Ngomongnya dijaga dong, kamu suami aku bukan?"

"Bukan." jawab Theo.

"Oh gitu. Oke fiks kak, telepon Jeffry sekarang juga!"

"Buat apa?" tanya Theo.

"Aku mau nikah sama dia!"

Theo menggeleng cepat. "Gak bisa! Kamu kan istri aku."

"Tadi katanya--"

Theo langsung menarikKayla ke dalam dekapannya, itu membuat botol yang tadi ada di perut Kayla jatuhke lantai.

Untung tidak pecah.

"Maksud aku. Aku bukan sekedar suami kamu, aku itu hidupnya kamu, tempat bersandarnya kamu, aku adalah kebahagian kamu, aku adalah cintanya kamu."

Kayla membalas dekapan sang suami, lengannya ia lingkarkan di pinggangnya. Entah mengapa, dengan berpelukan dengan Theo membuatnya lupa akan rasa sakit di perutnya.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang