38

756 61 14
                                    

Hanya ada keheningan di dalam mobil, tidak ada yang membuka suara, bahkan radio pun tak di putarnya. Mereka asih sama-sama larut dalam pikirannya masing-masing, tapi ini memang sedikit canggung.

"Kay, gw minta maaf." ucapnya tiba-tiba.

Kayla menatap sang lawan bicara. "Untuk?"

"Semuanya. Maaf gw pernah ganggu hubungan kalian."

"Udah berlalu juga kan kak."

Iya, tadi Nida yang melihat Kayla di jalanan. Nida meminjam mobil Yuda, ia panik saat mengetahui bahwa Kayla hilang, jadilah ia berinisiatif untuk mencari Kayla. Kejadian Hizkia dan Theo di UKS pun Nida sudah mengetahuinya, itu semua karena mulut embernya Bunga. Nida juga meminjamkan jaketnya, karna baju Kayla basah kuyup.

"Tapi gw tetep gak enak sama lo Kay."

"Gw juga udah lupain."

Nida menepikan mobilnya terlebih dahulu, ia melepaskan sabuk pengaman dan beralih menghadap ke Kayla yang duduk di kursi samping pengemudi.

"Eh kak, kok lo malah nangis sih."

"Gw gak tau gimana cara ceritainnya, Kay."

Kayla mencoba menepuk-nepuk punggung Nida untuk menenangkannya. "Cerita aja kak, gw pasti bakal dengerin."

"Gw takut lo jijik sama gw."

Kayla menggeleng. "Enggak."

"Gw, Theo."

"Its okay, perlahan aja kak ceritanya."

"Theo udah ngerebut semuanya dari gw."

"Maksud lo kak?"

"Gw yakin lo paham Kay."

"Maksud kakak, Theo sama lo udah--"

Nida mengangguk lalu kembali menangis. "Tapi itu bukan maunya gw, Kay."

Kayla menutup mulutnya tidak percaya, ia kembali menitikkan air matanya.

"Gw minta maaf kalo gw pernah jahat sama lo Kay. Tapi lo harus tau alasan kenapa gw mau balik lagi sama Theo, dia udah ngerebut semuanya, gw gak tau harus gimana lagi."

Kayla mencoba menyeka air matanya beberapa kali walau hasilnya masih tetap sama. Ia mencoba untuk membuang wajahnya ke luar jendela, ini sungguh terlalu menyakitkan untuknya.

"Gw minta maaf, Kay."

Kayla kembali menatap Nida, ia menggeleng sambil tersenyum. "Ini semua bukan salah lo kak. Ini semua salah gw."

Kayla memeluk Nida sembari mengusap punggungnya. "Gak kak ini bukan salah lo. Emang dari awal Theo itu udah brengsek. Gw juga bingung kak awalnya, kenapa cewek secantik lo mau aja sama dia haha. Gw juga bingung sama diri gw sendiri, kenapa gw secinta ini sama Theo. Gw juga minta maaf kalo gw pernah salah paham dan benci sama lo."

"Gw cuma takut Theo ngelakuin hal yang sama ke lo Kay. Gw gak mau lo kayak gw."

"Gw bahkan bersyukur kak ngeliat perbuatan Theo tadi di UKS, gw juga bersyukur bisa denger cerita yang sebenarnya dari lo. Gw bersyukur sama Tuhan, karena sekarang gw tau bejatnya Theo itu kayak apa."

Nida melepaskan pelukannya, ia tersenyum kepada Kayla. "Makasih udah mau ngerti dan bisa maafin gw."

Kayla mengangguk. "Iya. Dan sekarang gw kayaknya harus pergi kak."

"Pergi? Tapi kenapa harus lo yang pergi Kay?"

"Gak ada gunanya juga gw disini, makin ke sini makin sakit aja. Gw capek kak." Kayla masih berusaha menampilkan senyumnya walau jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia ingin sekali berteriak.

"Lakuin apa yang lo pengen lakuin Kay, tapi satu pesen dari gw."

"Apa?"

"Cari tau kebenarannya dulu ya, gw tau lo kecewa, gw tau lo sakit. Tapi rasa kecewa dan sakit lo bakal bertambah saat lo salah menduga bahkan sudah memutuskan hal yang berakibat fatal nantinya."

Kayla mengangguk mengiyakan. "Iya kak, makasih ya."

"Wanna be my friend?"

Kayla lagi-lagi tersenyum. "Of course, yes."

l i m e r e n c e

Theo mengetuk-ngetuk pintu rumah Kayla dengan pakaian rumah sakit yang masih ia kenakan dan perban-perban di sekujur tubuhnya, ia nekat untuk menemui Kayla. Beberapa hari setelah kejadian, Theo kehilangan kesadaran dan mengharuskan dirinya untuk di rawat. Tapi selama tiga hari ia menunggu kedatangan seseorang, Kayla Nazareth. Harapannya pupus saat mengetahui bahwa kekasihnya tidak datang untuk menjenguk.

Tok tok.

"Kay! Ini aku Kay! Bukain pintunya Kay!"

Tok tok.

"Kay, aku minta maaf Kay."

Tok tok.

"Tolong maafin aku Kay. Aku tau aku salah, aku tau aku brengsek, tapi tolong maafin aku."

"Permisi mas, lagi nyari siapa ya?" tanya bapak-bapak yang kebetulan sedang lewat.

Theo segera menghapus air matanya. "Kayla, pak."

"Loh, keluarga Nazareth sudah pindah semalam."

"Apa? Pindah ke mana pak?"

"Maaf saya gak tau kemana pindahnya. Saya permisi dulu ya mas."

Theo terkejut setelah mengetahui bahwa Kayla pergi. Selama dia sakit tidak ada yang menjenguknya kecuali orangtuanya, itu pun tidak setiap saat karena mereka harus mengurus keperluan kantor.

Apa ini sebuah karma untuknya?

Apa ini adalah hukuman yang tepat untuknya?

Tapi, mengapa tidak ada kesempatan untuk ia perbaiki dulu?

Theo ambruk di lantai, ia tak kuat. Semuanya terasa sangat-sangat menyakitkan, semuanya terasa sangat berat.

"Tuhan, apa lagi ini? Apa segitunya engkau membenciku? Aku mohon jangan dia yang harus pergi."

Bersambung,
Limerence.

LIMERENCE (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang