04

2.8K 425 64
                                    

SEBUAH gerobak melintasi jalan di antara pepohonan tinggi. Sang pengemudi tampak menikmati kegiatannya memegangi tali kuda, sementara tiga anak yang kebingungan itu hanya diam melihat ke berbagai arah.

Hutan yang luas, hutan yang tamaram sekaligus dimandikan oleh cahaya oranye yang keemasan. Tampak burung-burung kecil melintas di atas mereka. Terkadang ada beberapa tupai yang mengintip di dahan pohon.

Suara ombak dari kejauhan, suata dahan yang bergesekan ditiup angin, suata kicauan burung, serta suara gerobak dan ringkikan kuda.

Eunha tak dapat menahan senyumnya melihat dan merasakan suasana sedamai itu. Matanya terus memandang ke atas, melihat kawanan burung yang seolah mengikuti laju mereka.

Jungkook sebetulnya cukup kagum dengan pemandangan itu, tapi ia menepis rasa itu dan melirik si pengemudi. "Anu Pak, kita ada di mana ya?"

"White," jawab pria tua itu singkat.

"Eh?"

"Kita ada di Pulau White, kalian nggak kenal?" tanya pria itu balik.

Jungkook dan Mingyu saling menoleh satu sama lain.

"Kenapa kita amnesia?" tanya Mingyu dengan jantung berdebar.

Mendengar itu, Eunha ikut menatap punggung pria tua itu.

Butuh beberapa detik lamanya hingga pria itu menjawab dengan berat, "hmm ... Kenapa ya?"

Hal itu tentu saja menimbulkan reaksi mengernyit oleh ketiga anak itu. Jungkook yang tak terima mencengkram bahu kurus pria itu.

"Kook," Mingyu ingin menahannya, dan Eunha hanya diam menunggu reaksi.

"Pak, kami tiba-tiba kebangun di tempat entah berantah ini dalam keadaan amnesia, dan Bapak seenaknya ngomong kek gitu? Tolong ngomong yang jelas Pak, kami lagi bingung banget sekarang. Bapak bisa bikin salah paham lho ..." ucap Jungkook penuh penekanan, masih mencengkram erat.

Tiba-tiba kuda berhenti perlahan. Eunha menelan ludah.

Tangan kanan pria itu bergerak pelan mencengkram pergelangan tangan Jungkook yang tentu saja membuatnya tercekat. Dengan mudahnya, pria itu melepaskan cengkraman tangan Jungkook dari bahunya dan perlahan ia menghadap ketiganya.

"Orang tua seperti Bapak mana mungkin bohong ... Bapak nggak tahu apa-apa ..." jawab pria itu dengan menyungging senyum aneh.

Entah karena itu senja atau memang senyuman itu menyeramkan, Jungkook, Mingyu, dan Eunha hanya diam tak berkutik dengan tubuh mereka yang meremang.

Tangan pria itu bergetar ketika mencengkram pergelangan tangan Jungkook.

Ku-kuat banget ...?! Batin Jungkook sedikit ngeri.

"Baik Pak, tolong lepasin," pinta Eunha yang khawatir tangan Jungkook kenapa-napa.

Pria itu menoleh pada Eunha, lalu menatap tangannya yang mencengkram pergelangan Jungkook. "Oh ... Iya ... Maaf ya anak-anak," ucap pria itu kembali tersenyum, melepaskan tangannya, lalu kembali menghadap depan.

Gapapa? Tanya Mingyu tanpa suara pada Jungkook. Anak bergigi kelinci itu menunjukkan bekas cengkraman pria tadi, ungu.

Eunha lagi-lagi menelan ludah. Ia menatap sekeliling dan kini pemandangan hutan yang indah tadi kembali menyeramkan seperti di awal perjalanannya tadi.

"Baik, kita lanjutkan perjalanan ya, bentar lagi sampai kok," kata pria itu, memacu kudanya.

Gerobak pun bergerak kembali menyusuri jalan, namun sekarang lebih cepat. Jungkook menatap Eunha yang tampak cemas. Entah kenapa rasanya ia ingin mengelus kepala gadis itu.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang