105

745 79 14
                                    

DOR! DOR! DOR!

Jiho berusaha mengatur napasnya yang tak tahan karena emosi. Jaehyun hanya diam memperhatikan aksi kekasihnya itu, menggedor pintu kantor Miss Hani adalah sesuatu yang tak pernah dipikirkan akan dilakukan gadis itu.

Pintu terbuka perlahan, cahaya lorong menyusupi celah yang diisi kegelapan itu, menampakkan wajah Miss Hani yang memandang mereka dengan kepala miring.

“Eunha sakit apa? Kalian pasti tahu itu bukan batuk biasa,” serbu Jiho tajam.

“Oh iya… Dia batuk darah ya, memang bukan batuk biasa,” balas Miss Hani, terdengar tak peduli dan menanggapinya seperti seorang bos yang dimintai pendapat mengenai ide baru.

“Apa yang lo masukin ke dia?” nadanya direndahkan dengan penuh hati-hati.

Jaehyun mengerjapkan matanya. Miss Hani menaikkan kedua alisnya, lalu tersenyum miring.

“Kau menyadarinya, bagus sekali,” ucapnya dengan nada apresiasi.

Jiho menelan ludah, ia mencengkram gagang pintu dan mendorongnya hingga Miss Hani melepaskan tangannya dari gagang pintu. Ruang kantornya yang tampak dari pintu itu begitu gelap, jendela-jendelanya ditutup oleh kertas hitam yang diisolasi serabutan.

Namun, itu bukan hal yang menjadi perhatian utama Jiho. Ia kembali memandang Miss Hani dengan marah, tetapi kali ini terlihat seperti setengah memohon.

“Gimana caranya nolong dia?” tanyanya dengan alis bertaut khawatir.

“Hmm… Itu sih…” Miss Hani melipat kedua lengannya dengan bola mata memutar ke atas. Saat kembali menatap bola mata Jiho, ia menunjukkan ketegasan. “Berhati-hatilah, dia bisa jadi sesuatu yang tak pernah kalian bayangkan.”

Jaehyun mengernyit.

Miss Hani melanjutkan, “tapi… apa pun yang bakal terjadi… semuanya tergantung bagaimana cara kalian mengatasinya. Itu bisa jadi sesuatu yang bagus, bisa jadi sesuatu yang buruk.” Ia tersenyum, “bertahan hiduplah sebisa kalian, bahkan jika bayarannya nyawa orang lain.”

“Nggak…” Jiho mencoba berpikir, tetapi Miss Hani membanting pintunya. “Tunggu! OI! Buka!” serunya ketika terdengar suara pintu yang terkunci. Ia kembali menggedornya berkali-kali, tetapi tak ada respon.

“Jiho,” Jaehyun menahan tangan gadis itu yang sudah merah, “nggak ada gunanya, ayo balik.”

Jiho memandang Jaehyun dengan khawatir, “tapi kamu denger sendiri kan tadi? Dia ngomong seolah Eunha bakal…”

“Jangan bikin kesimpulan dari hal-hal yang bukan fakta, lebih baik kita diskusi kemungkinan permainan selanjutnya,” matanya memandang teduh, tetapi juga seperti memaksa secara kasat mata.

Jiho mengangguk pelan, menurunkan tangannya dari pintu. “Uh.. iya.”

Gadis itu menurut, mengikuti gandengan tangan Jaehyun yang membawanya pergi dari sana.

“Jangan ngomong yang tadi ke yang lain.”

“Huh?” Jiho memandang Jaehyun penuh tanda tanya, sementara Jaehyun terus menatap ke depan.

“Ikuti aja apa kataku,” bola mata itu bergulir membalas tatapannya, “semuanya bakal baik-baik aja.”

Tatapan itu seperti magnet yang menggantung di benaknya dan suara itu seperti mantra yang menyihirnya untuk patuh. Jiho mengangguk, dia tahu Jaehyun selalu tahu, selalu benar. Karena itu, ia mengeratkan genggaman tangannya.

Mereka kembali ke UKS. Jiho mengatakan bahwa Miss Hani tak mau tahu, tetapi sedikit mengindikasikan kemungkinan Eunha terkena racun dari lingkungan sekitar atau lokasi permainan. 

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang