SELAMA beberapa saat, hanya hening yang mengitari dua gadis itu. Eunha perlahan menarik kakinya, menekuknya, dan kemudian duduk memeluk lutut.
Mina menurunkan tangannya dari mulut, berusaha fokus. Ia menelan ludah dan memandangi potongan tangan yang baru tampak sebagiannya itu. Ia menarik napas dingin dari mulutnya, lalu menoleh ke Eunha, mengambil sekop di dekatnya.
Mina mengerutkan alisnya, lalu mulai menggali. Semakin digali, akhirnya bentuk potongan tangan itu menjadi jelas. Panjang sampai siku, abu-abu kehijauan, ada beberapa lubang kecil yang digerogoti belatung, tangan perempuan tentu saja.
"Ehkm," Mina menutup hidungnya karena sengatnya bau. Ia berusaha menahan jijik melihat belatung-belatung putih kekuningan menggeliat di area tersebut.
Dagingnya masih banyak, artinya ini belum lama. Warnanya, belatungnya ... Kira-kira berapa hari? 3 hari? 4 hari? Yang aneh, kenapa cincinnya ikut dikubur? Ditukar di toko permata kan lumayan. Palsu? Terus ngapain dipasang lagi? Yang penting, siapa cewek ini?
"Mina ..." Eunha meringis, tapi tak digubris Mina.
Gadis itu tengah tenggelam dalam danau pikirannya. Danau itu seperti dunia lain yang berupa gambaran prediksi dan khayalannya. Kalau sudah begini, diteriaki pun tak akan menoleh.
"Biasanya motif dari mutilasi didasari dendam. Kira-kira sisa tubuhnya di mana ya?" ucapnya pelan.
Mina berdiri dengan tegap, menatap ke sekeliling. Hanya ada pohon-pohon tinggi, daun-daun kering yang bertebaran, suasana lembab.
Eunha perlahan ikut berdiri, ikut mengamati ke sekitar dengan cemas.
"Karena dendam ... Jangan-jangan pelakunya ... Orang-orang White April?!"
Mina menghadap ke arah Eunha yang memandangnya dengan mata melebar. Mina memegang kedua pundak gadis itu, menatapnya dengan penuh kepastian, dan bersuara rendah.
"Cuma kita yang nemuin mayat ini. Buat sementara jangan kasih tau siapa-siapa. Setelah ini kita balik ke asrama seolah ga terjadi apa-apa. Lo bisa kan?"
Alis Eunha berkerut. "Tapi .."
Mina menegaskan. "Eunha, perlu lo ingat kalau sejak awal kita semua orang asing. Kita nggak saling tau latar belakang masing-masing, jadi ... Jangan percaya siapapun, bahkan sama gue."
Eunha menelan ludah, matanya melirik potongan tangan itu, begitu pula Mina yang mengikuti arah pandangannya.
"Terus mayat itu .. kita apain?" tanya Eunha bersusah payah untuk mengeluarkan suaranya.
Mina melepaskan tangannya dari pundak Eunha, ia berjalan cepat ke arah lubang mayat itu. Tanpa berkata apapun, gadis itu kembali mengambil sekop, namun kali ini menimbunnya dengan tanah. Eunha hanya diam menyaksikannya.
Setelah menguburnya kembali, Mina menginjak-injak timbunan tersebut sampai kakinya ikut kotor.
Dirasa cukup, ia memasukkan sekop ke dalam plastik berisi bungkusan bibit. Ia berjalan cepat ke arah Eunha dan menarik tangannya untuk pulang.
"Ayo!" serunya setengah berbisik.
Eunha bergerak mengikuti tarikan tangannya, dengan kepala yang terus menghadap tempatnya menggali tersebut hingga akhirnya tak terlihat lagi.
•••
Pukul setengah lima sore.
Gadis bercelemek merah muda itu mengambil sarung tangan warna senada dan cepat-cepat memakainya.
Ia membuka pintu oven dan diterangi oleh tamaram oranye, tampak sebuah kue berbentuk lingkaran di sana. Aroma khas keju membuatnya mengecap lidah. Lalu ia menariknya keluar dan meletakkannya di atas meja dengan senyuman puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Misterio / SuspensoSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021