80

323 73 5
                                    

DI balik panggung ada sebuah ruangan di mana semua set pertunjukan disimpan. Mulai dari pakaian hingga alat-alat seperti pedang tiruan ada di sana, menjadikan ruang tersebut seperti gudang dari segala aksi negeri dongeng.

Di sanalah ketujuh anak dan sejumlah orang terpilih itu berkumpul. Di depan kamar di mana pintu dibuka lebar, berdiri sebuah meja lengkap dengan nampan dan gelas beserta tekonya.

"Oke, langsung aja," ujar Jaehyun, lalu menoleh pada Ketua Perkap dan si Pembuat Teh. "Kematian Aktor Adik sekitar pukul 7 pagi. Nona, jam berapa Anda membuat tehnya?"

"Menjelang babak 1 dimulai, mungkin sekitar jam setengah 7. Saat itu Ketua Perkap memperhatikan dari awal hingga akhir pembuatan teh, kemudian ia bersama seorang kru yang mengantar nampan itu ke ruang persiapan," jelas si Pembuat Teh.

"Apa ada kepastian kalau kesaksian kru itu jujur?" Jaehyun melipat kedua tangannya.

"Kesaksian si Topeng Babi itu tak perlu diragukan," ujar Asisten, "dia orang sering mengungkap segala bentuk kejahatan di dalam hotel, tak peduli siapa orangnya."

"Jadi dipastikan Ketua Perkap nggak masukin sianidanya waktu lagi nganter," ujar Eunha.

Jungkook menoleh pada Ketua Perkap. "Setelah Anda sampai sini?"

"Saya langsung meletakkan nampan itu di atas meja yang sebagaimana kalian liat. Saat itu babak 1 sudah dimulai, saya juga sudah melakukan pengecekan terhadap setiap alat yang akan digunakan. Jadi yang saya lakukan hanya berdiri di depan pintu, di samping meja dengan nampan itu," pria itu menunjuk nampan.

Mereka mendekati nampan itu. Sebuah teko yang masih berisi air, dua buah gelas, yang satu sisa setengah dan yang satunya hampir habis.

Mina mengoles telunjuknya pada nampan, lalu menatap tangannya, yang walau sedikit, ada bekas bubuk putih si sana. Aroma pahit yang khas menyeruak, membuat Mina menjauh dari nampan itu. "Pelakunya kurang rapi, dia pasti sempat numpahin bubuk itu tapi dilap cepat."

Jiho berkata, "masuk akal aja sih, Ketua Perkap benar-benar merhatiin nampan itu dari awal sampai dia taruh di panggung. Pelakunya ada di antara orang perkap, dan yang pasti cepat banget buat masukin bubuk itu."

"Bodohnya saya tak menoleh ke belakang saat itu karena ..." Ketua Perkap menoleh pada si Topeng Gorila yang tengah mengorek telinganya tanpa rasa malu.

"Aku bertengkar dengan seorang kru," ujar pria kekar itu dengan santai. "Bukan pertengkaran hebat sih, hanya—"

"Bukan pertengkaran hebat tapi kau hampir menonjoknya!" potong si Aktor Kakak, membuat semua orang menoleh padanya, sementara si Topeng Gorila tertawa pelan. "Kalau bukan karena aku yang menahannya dan para kru yang menyelamatkan orang itu, mungkin keadaannya lebih buruk."

"Ooh gitu, jadi ga ada yang benar-benar merhatiin keadaan panggung ya waktu itu?" ujar Mingyu.

"Tapi aku ingat betul waktunya singkat sekali," suara si Topeng Gorila kini berubah serius. "Aku baru cekcok dengan salah satu kru itu di saat kru-kru terakhir yang menata panggung, termasuk Ketua Perkap sudah berjalan ke arah kami. Aku ingat aku sempat menoleh ke arah pintu di mana para kru datang, dan tak ada yang tersisa di panggung! Sementara itu kru di hadapanku saat itu berkata kotor dan lenganku langsung terdorong untuk menonjoknya, tapi dengan sigap Aktor Kakak menahanku. Sementara itu di depanku, kru-kru terakhir itu menahan kru mereka. Bahkan Aktor Adik pun di sana menyaksikan kami dengan diam di tempat. Kepala Amoret-lah yang dengan cekatan mengarahkan kami untuk kembali fokus pada drama."

"Bener juga, Kepala Amoret juga ada di TKP, malah sutradaranya, tapi dia nggak ngasih info apa-apa," protes Rose.

"Yah, tentu saja karena dia bosnya," Asisten membalasnya dengan hangat.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang