[3/7]
ROSE memiminggirkan sebuah dahan kayu basah yang menjulur menghalangi jalannya. Sudah beberapa menit ia berjalan mengikuti kunang-kunang itu, dan benar saja. Dia menuju tempat kedatangannya tadi, tepatnya di sebuah jalan beraspal dengan sebuah mobil taxi kuning berdiri sendiri di sana.
"Oh? Musiknya nyala?" ujar Rose kecil sambil berjalan ke arah mobil yang terparkir dengan dua pintu depan yang terbuka dan dengan mesin yang masih menyala seperti yang ia tinggalkan terakhir tadi.
"Da-da-da-da, da-da-da-da-da-da ..."
Rose berjalan ke arah mobil itu dengan sedikit siaga, hampir lupa alasan ia dan Jiho keluar dari mobil. Ia berjalan pelan mengitari mobil dengan pandangan mata tertuju pada isi mobil, khususnya bagian kursi belakang.
"Kosong ..." desisnya, lalu masuk ke mobil dan menutup pintunya. Ia kembali duduk di kursi setir dan meletakkan cermin lipat dan name tag tadi di atas kursi yang tadi ditempati Jiho.
Saat itulah, Rose menatap pintu yang terbuka. Angin malam bertiup menggesek dedaunan pohon lebat penuh semak belukar. Tak ingin membayangkan lebih banyak hal aneh, Rose segera menutup pintu itu.
Rose menelan ludah dengan jemari yang rapat pada alat setir. Ia mengambil kembali cermin lipat tadi dan membukanya, tapi tulisan yang muncul sama saja.
Ia menghela napas. "Maunya apa sih ..." ia meletakkan kembali cermin itu dalam keadaan terbuka lalu menoleh ke jalan di depannya.
Diterangi sorot lampu mobil, beberapa kunang-kunang terbang ke arah depan.
"Maksudnya gue ngikutin mereka kan?" Rose kembali memegang kemudi, lalu menjalankan mobil.
Kunang-kunang itu terbang dengan sangat cepat bahkan sama dengan kecepatan sedang mobil yang dinaikinya. Selama beberapa menit mengikuti kunang-kunang itu, Rose hanya melihat jalan aspal yang kosong, kegelapan, serta dan kesuraman. Mengendarai mobil sendirian di tengah jalan kecil dengan hutan entah berantah di sekeliling, terlebih di malam hari merupakan satu dari banyak mimpi terburuk semua orang. Berkali-kali dia menoleh ke belakang dan jantungnya berdebar keras.
"Lagu apa sih, kecil banget ..." desisnya setelah berusaha menyantaikan diri. Ia membesarkan volume radio dan yang terdengar hanyalah instrumen musik klasik.
"Kesukaannya Eunwoo nih," gumamnya pelan, ingin mengganti siaran tapi dipencet berkali-kali tetap saja tak bisa. "Ck, serah ah," umpatnya, kembali menghadap jalan.
Sekian waktu berlalu. Ia sudah melewati pepohonan besar dan kali ini menyusuri jalan penuh ilalang di sampingnya. Ia baru tersadar bahwa kumpulan kunang-kunang yang membimbingnya itu semakin berkurang. Dan semakin berkurang, kabut tipis menghias udara yang dilewatinya. Hingga akhirnya hanya ada satu kunang-kunang yang terbang di depannya.
Rose kebingungan. Tak lama kemudian, kunang-kunang itu terbang ke samping jalan dan perlahan menghilang, membuat ketegangan merayapi Rose.
"K-kok ilang? Lurus nggak? Ini mau ngapain?" cicitnya, menelan ludah, tapi buru-buru mengubah ekspresinya menjadi lebih tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Mystery / ThrillerSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021