73

708 120 11
                                    

MINGYU memegangi kepalanya yang terus berdenyut.

“Waktu itu musim panas, udah sekian kali sejak kita jadi pengantar daging ke rumah itu. Kita jadi sering makan daging, ayah lebih bahagia dari sebelum-sebelumnya. Tapi hari itu ...” ucapnya pelan.

•••

Mingyu berjalan bersama seorang gadis dari gedung sekolahnya. Saat itu jam pulang, ia dan Hera memang cukup dekat. Berbeda dengan kebanyakan anak golongan atas lainnya, Hera sangat ramah pada siapa saja tanpa membeda-bedakan ekonomi mereka.

“Lo mau gue traktir ke McD? Ada menu baru lho,” ajak gadis dengan mata sipit itu.

“Hehe, nggak bisa nolak itu mah,” balas Mingyu jujur.

Saat mereka sedang bersenda gurau, tiba-tiba seseorang dari belakang memukul kepala Mingyu dengan sebuah buku. Mingyu otomatis memegangi kepalanya dan anak seumurannya yang menaiki sepeda itu tersenyum girang melihatnya.

“Hati-hati, Hera! Lo bisa kelunturan miskin kalau dekat-dekat dia! Hahaha!” ledeknya, lalu mengayuh sepedanya kencang meninggalkan mereka.

“Awas saja, gue cabut invest ortu lo dari perusahaan bokap gue,” ucap Hera dengan tatapan penuh kebencian, sedikit membuat Mingyu ngeri.

“Jangan Her, gue liat orang tuanya orang baik-baik, malah mereka yang kasian,” kata Mingyu. Dalam hati ia sempat senang dengan perkataan pedas Hera, tapi hati lembutnya lebih mendominasi.

Hera tak menghentikan tatapan sinisnya dan kini berganti menatap Mingyu. “Orang baik-baik? Padahal orang tua itu punya kewajiban jadi agen utama dalam sosialisasi anak mereka, mereka harusnya didik anak mereka dengan bener. Kalau sikap mereka baik tapi anak mereka nggak, artinya mereka udah gagal sebagai orang tua.”

“E ...”

Kalau sudah berargumen Mingyu sulit untuk membantah Hera, tapi gadis itu ada benarnya.

“Ming! Mingyu!”

Perhatian mereka teralih pada Hyunjae yang mendatangi keduanya dengan tergopoh-gopoh dan wajah panik.

“Napa lu?” tanya Mingyu heran.

Hyunjae meneriakkan sesuatu yang menjadi kalimat paling mengerikan dalam hidupnya.

“Bokap lo! Bokap lo kecelakaan!”

Cermin berganti lagi.

Ditabrak oleh pengemudi mabuk katanya. Orangnya dengan cepat ditahan oleh kepolisian.

Ayahnya masih hidup dan dirawat di rumah sakit. Hera berusaha meyakinkan orang tuanya untuk membantu Mingyu, tapi keduanya tak sudi. Mereka pun menggalang dana yang syukurnya berhasil.

Hanya saja, sang ayah harus kehilangan kaki kanannya untuk selamanya. Tak hanya menghancurkan hatinya, hal itu membuat dirinya harus kehilangan pekerjaannya. Syukurnya ia masih bisa bekerja di rumah untuk membuat kotak-kotak kardus makanan. Mingyu terpaksa berhenti sekolah.

Ayahnya selalu mengatakan untuk memaafkan orang itu dan menerima keadaan. Setidaknya masih ada pekerjaan tetap, Mingyu juga masih sering dimintai tolong sebulan sekali untuk mengantar daging ke rumah yang megah itu.

Hidupnya berjalan tenang hingga suatu hari ...

“Ming!” Hyunjae yang masih berseragam dan memakai ransel mendatangi Mingyu yang tengah menyapu teras rumahnya. Saat itu ayahnya tengah tidur.

“Apa?” tanya Mingyu.

Hyunjae menarik lengan Mingyu untuk menjauh dari rumahnya, ke dekat pagar. Dengan wajah serius, ia lalu mengatakan sesuatu dengan setengah berbisik.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang