KRAK.
Kaki berlapis sepatu kain itu menginjak sebuah daun kering. Jungkook menatap ke bawah dan mengangkat kakinya untuk melihat daun berbentuk jari yang setengah keropos.
"Angsa," ucap Mina, membuat Jungkook menoleh ke samping, ke arah rawa yang dinaungi pohon willow hijau keemasan.
Ya, ada dua ekor angsa yang tengah berenang dengan tenang di sana.
"Waktu itu gue liat ada dua juga," kata Jungkook, memandangi dua makhluk putih itu.
Mina memperhatikan Jungkook dari samping. Rambut poni anak itu tersiram cahaya mentari sore, dan ia sadar anak itu menggunakan penghitam rambut.
"Kita nggak punya waktu," ucap Mina tegas, berjalan ke arah lokasi.
"Oh, iya."
Jungkook mengikuti Mina sambil mengeluarkan plastik berisi sekop sendok.
Mereka terus berjalan sampai Jungkook berseru, "Min!"
Mina menghentikan langkahnya dan mendatangi Jungkook yang berhenti di sebuah pohon. Gadis itu memicingkan matanya sedikit, melihat sebercak darah di bagian bawah batang pohon. Sebetulnya ia dan Eunha melewati pohon ini, tapi keduanya terlalu panik sehingga tak memperhatikan hal lain selain lari.
Bercak itu bentuknya memanjang miring, seperti kuas ukuran besar, sekilas seperti bekas tangan.
Mina menghela napas kasar. "Cewek itu digendong paksa, tangannya berdarah, tangannya berusaha nahan di batang pohon ini sekuat tenaga," ucapnya sedih.
Jungkook menelan ludah.
Ketika mereka tiba di lokasi di mana Eunha menemukan tangan mayat, tanah yang dikubur dan diinjak Mina kemarin itu tampak sama.
Mina mengeluarkan dua masker putih dari tasnya, menyerahkan salah satunya pada Jungkook dan satunya ia pakai. Tak lupa, mereka pun menggunakan kaus tangan dokter yang dibawa Mina.
Jungkook memakai masker dengan mata terus mengarah ke gundukan tanah itu. "Yosh," ia mengeluarkan sekop dari plastik, lalu berjongkok. "Oh, tolong tas gue," ia menaruh sekopnya untuk melepaskan tasnya dan menyerahkannya pada Mina. "Hati-hati, itu ada—"
"Kamera kan?" Mina mengambilnya dengan hati-hati.
"Iya," balas Jungkook, mulai menggali. "Lo bisa foto? Atau lo aja yang gali?"
"Gue aja yang gali," kata Mina, menyerahkan tas itu dan bertukar dengan sekop Jungkook. Tak ketinggalan, tasnya pun dititipi pada Jungkook.
Saat itu memang masih sore, tapi banyaknya pepohonan lebat dan semak-semak, membuat cahaya matahari sulit masuk sehingga udara terasa lebih dingin.
Mina membiarkan bagian lutut gaunnya menumpu pada tanah, lalu mulai menggali.
Sambil Mina menggali, Jungkook terus memotretnya seolah mereka adalah tim forensik yang tengah bertugas.
Mina memicingkan matanya, menggali dengan hati-hati untuk menjaga keutuhan mayat. Aroma busuk mulai tercium, dan jantungnya berdebar. Ia terus menggali, berharap menemukan batu rubi itu sebagai petunjuk.
Sampai akhirnya ... Ia menemukan kulit yang kehijauan. Mina menaruh sekopnya, merenggangkan jemarinya yang berlapis kaus tangan, lalu menggali hanya dengan tangan.
Semakin lama kulit kehijauan itu pun terlihat. Tangan itu, lubang-lubang itu, belatung-belatung yang menggeliat.
Jungkook mendekat, memotretnya. Ia mengernyit dan menurunkan kameranya. Mina juga mengernyit.
Mereka menemukan potongan tangan itu, tapi cincin rubi itu tak ada di sana.
Keduanya bangkit, Jungkook menatap Mina. Memahami maksud itu, Mina menurunkan maskernya dan menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Misterio / SuspensoSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021