26

1.1K 215 20
                                    

BUNGA-bunga itu tumbuh menyebar di dekat pohon beringin, menghimpit pagar. Pagi itu bersinar hangat, serasi dengan bunga-bunga matahari yang sebagiannya menjulang hingga setengah tinggi pagar.

Eunha berjongkok di sana, ia mengambil sekuntum matahari yang tergeletak di tanah.

"Ada yang nggak sengaja injak, ya?" gumam Eunha cemberut sambil menatap bunga kuning yang terang itu.

Eunha berdehem, lalu mengarahkan bunga itu ke arah matahari sehingga tampak seolah bunga itu adalah mataharinya.

"Matahari emang pantas jadi nama lo, kalian sama-sama bersinar," ujarnya tersenyum.

Kemudian, tangannya bergerak ke arah lain, ke arah taman, yang di sebelah mahkota matahari itu ada seorang anak laki-laki yang tengah berdiri mencari sesuatu di balik semak-semak.

Fokus mata Eunha berubah dan senyumnya memudar. Dilihatnya Jungkook seperti tengah mencari sesuatu sambil menggerakkan bibirnya.

"Kookie ..."

Eunha masih diam dalam posisinya, matanya menatap penasaran.

"Oh, Kookie!" Mata Jungkook membulat bersamaan dengan diangkatnya seekor kelinci putih dari balik semak.

Eunha terpaku, tangannya yang memegang batang bunga matahari itu perlahan turun. Jungkook tertawa, matanya menyipit dan tangannya menggendong kelinci putih itu. Angin sepoi membelai Eunha, seperti musim semi, membuat gadis itu menelan ludah.

Itu adalah sisi Jungkook yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia disinari cahaya keemasan, tersenyum merekah, seperti anak laki-laki yang polos. Jantung Eunha terpacu lebih cepat dari sebelumnya.

Selanjutnya, manik anak laki-laki itu menatapnya.

Selanjutnya, manik anak laki-laki itu menatapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















27 JULI 2050

Kedua mata itu terbuka dengan sedikit tersentak. Eunha langsung terduduk dengan jantung berdegup kencang, tangannya perlahan meremas selimut.

Kejadian waktu itu ya ... Gumam Eunha pelan.

"Uhuk, uhuk," Eunha terbatuk karena tenggorokannya terasa gatal.

Gadis itu kemudian menatap sekitarnya yang redup. Jendela dengan tirai tertutup rapat, ventilasi kecil, meja yang tergeser, kursi di dekat pintu, kertas-kertas di lantai, dan hal berantakan lainnya.

Kekhawatiran kembali menjejali kepalanya dan tak menyangka dia bisa tidur.

Eunha melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 5. 44 pagi, hanya beberapa menit lagi menuju bel pertama.

"Gue harus bergerak ..." lirihnya, menggerakkan perlahan kakinya ke bawah hingga menyentuh lantai yang membekukan telapak kakinya.

Rasanya seperti ada magnet yang memaksanya untuk tetap duduk di kasur untuk tenggelam saja bersama kecemasannya. Tapi pada akhirnya Eunha bangkit dan berjalan cepat ke kamar mandi sebelum dia mulai kehilangan semangat hidupnya.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang