KEDUA mata itu perlahan terbuka. Jiho terkejut saat menyadari dirinya terbaring di dalam sebuah kotak kaca. Ia bertambah takut saat menyadari bahwa hanya ada dirinya di sana.
Ada banyak kabut di sekitar kotak, tetapi Jiho masih bisa mengetahui bahwa ia berada di atas sebuah jembatan kayu dengan ukuran selebar kotak itu. Besarnya seperti dua kotak kaca ATM.
Setelah memastikan sekitarnya yang begitu hening, ia bergumam, "Orang-orang pada ke mana?"
Kemudian, matanya itu menangkap gagang pintu di belakangnya. Pintu itu dilengkapi kunci yang kemudian diputarnya.
Jiho ingat sebelum ia masuk, Mingyu diam-diam menyelipkan pisau lipat padanya. Dia sepertinya sudah memperkirakan kemungkinan-kemungkinan terburuk karena hanya Jiho yang tersisa di grup pertamanya.
Tangan pucatnya pun mengambil dan membuka pisau itu. Ia menelan ludah saat menatap ke arah kabut yang tidak ia ketahui ada apa di sana. Pada akhirnya, dibukanya pintu itu.
Begitu membukanya, hawa dingin langsung menusuk kulit. Jiho tetap memaksakan diri untuk keluar dari sana dan langsung memeluk dirinya karena rendahnya suhu. Ia berusaha memperjelas pandangannya, tetapi ujung jembatan tetap tak terlihat. Ia lalu mengintip ke bawah sambil memegang pagar jembatan yang terbuat dari tali yang kuat. Jurang berbatu yang dalamnya tertutup kabut itu seperti mulut raksasa yang terbuka.
Jiho memandangi gelangnya. "Pasti ini yang mindahin kami ke dimensi tertentu," gumamnya.
Ia menghadap depan kembali. "Gue harus nemuin mereka," tekadnya, lalu berjalan cepat menuju ujung jembatan.
Di tengah hening itu, hanya suara tapakan kakinya dan gesekan kayu jembatan yang terdengar.
Baru sebentar, tiba-tiba sesuatu menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara.
Jiho mencengkram tali pagar dengan tubuh tegang. Suara seperti anjing yang kesakitan muncul dari ujung sana, membuatnya menelan ludah. Makin dekat, ia memundurkan langkahnya perlahan. Bayang-bayang sesuatu yang aneh kemudian muncul. Kemudian, hal itu menampakkan dirinya dari kabut.
Jiho diam di tempat melihat makhluk di depannya. Makhluk itu berbentuk seperti setengah manusia, ukurannya seperti orang dewasa, kulitnya bersisik dan tulang-tulangnya tampak. Matanya seperti kumpulan biji semangka yang mengatup-ngatup menatap penuh penasaran padanya. Hidungnya yang nyaris tak terlihat itu mengendus-endus, lalu keenam matanya itu membelalak. Ia menggeru kencang, menunjukkan deret-deret gigi hiunya.
Jiho yang terkejut langsung saja berlari kembali menuju kotak kaca. Di belakangnya, sang monster mengejar seperti seekor serigala.
"AA!" Jiho menjerit karena monster itu berhasil mencengkram bagian bawah lengannya, menusuk kulitnya dengan cakar-cakarnya yang tajam.
Tangannya yang lain langsung menusuk salah satu mata monster itu dengan pisau lipat, membuat monster itu mengerang kesakitan dan melepaskan cengkramannya. Sesaat melupakan rasa sakit tangannya, debaran jantungnya mengiringi tepakan kakinya yang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Mystère / ThrillerSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021