38

783 143 16
                                    

[6/7 pt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[6/7 pt. 1]


JIHO merasa dadanya sesak.

Kekesalannya, daripada dikarenakan siksaan yang menantinya bila dia gagal, justru karena dia merasa kasihan pada Odile.

Odile ditakdirkan jadi jahat, ditakdirkan jadi pemburu dosa, ditakdirkan menderita. Tokoh baik selalu digambarkan punya hidup yang susah, tapi nyatanya jadi tokoh yang dibenci itu jauh lebih menderita.

Jiho mengeraskan rahangnya. Diambilnya buku itu kembali dan berjalan menuju pintu.

BRAK!

Wajah Ralna sedikit terkena bantingan pintu yang membuatnya tampak sangat terkejut.

Tapi Jiho tak peduli, dia melewati Ralna dan berkata dengan setengah membentak, "di mana Odette? Ada perintah dari kerajaan nggak?!"

Ralna mengikuti Jiho dengan tertunduk-tunduk. "Y-Yang Mulia, sebenarnya ... Ratu memanggil Anda."

Jiho otomatis menghentikan langkahnya, memutar sedikit badannya pada Ralna. "Oh ya?"

Ralna mengangguk. "Beliau memerintahkan Anda ke ruang latihan menari untuk berlatih balet. Beliau sangat mengharap kesempurnaan penampilan Anda, Nona Odette, dan Nona Bertha di pesta dansa nanti."

"Hmm ... Jadi Ratu ini suka balet ya?" ujar Jiho, merasa sedikit kepercayaan diri tumbuh pada dirinya.

"Sangat, sangat suka, karena beliau dulunya juga penari balet. Sayangnya beliau sudah tidak mampu, makanya beliau sangat menyukai penampilan balet anak-anak muda jaman sekarang."

Sudut bibir Jiho sedikit terangkat. "Menurutmu ... Kemampuan balet bisa nentuin siapa permaisuri buat Pangeran?" Dia melebarkan matanya.

Ralna menunjukkan keraguan. "Uh ... Saya tidak tahu itu ... Tapi bukannya beliau bakal memilih yang dia cintai?"

Yang dia cintai ... Wah, emang nggak ada pilihan lain ya. Pikir Jiho.

"Kalau gitu, antarin aku ke ruang latihan," perintah Jiho kembali dengan wajah tegasnya.

"Ba ..." Ralna terdiam, ekspresinya menunjukkan sedikit kebingungan, membuat Jiho heran. Tapi tiba-tiba dia tersenyum dan menunduk. "Baik, Yang Mulia. Maaf, saya melamun, hehe."

Jiho memiringkan kepalanya. "Lamunin apa? Kok rasanya aneh bisa ngelamun waktu lagi ngomong?"

Ralna tersenyum canggung. "Ah, tidak papa kok ... Mari saya antar—"

"Aku ga mau pergi sebelum kamu jawab," potong Jiho tersenyum kecil.

Sekilas Ralna menunjukkan ketidaknyamanan, lalu perlahan menjawab. "Akhir-akhir ini saya merasa aneh .. seperti ... Saya melakukan sesuatu yang normal, tapi saya merasa seperti baru pertama kali melakukannya ... Apa itu normal?"

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang