DI tengah keputusasaannya itu, Rose masih berusaha memegang prinsipnya. Warna dunia yang merah ini membuatnya kian cemas dan ketakutan.
“Nggak, nggak,” Rose mengcengkram pagar. “Ini takdir… ini ujian untuk hasil yang lebih memuaskan. Kalau kita bisa tabah, tetap optimis dan terus berusaha, kita pasti—“
“Lo pertaruhin nyawa orang banyak buat kebahagiaan?” potong Mina tajam. “Rose, jadi kalau lo di posisi Jaehyun, lo bakal tetap bunuh June?”
Rose menoleh padanya dengan mata berair. “Itu beda! June juga yang mau… daripada Mingyu yang masih berjuang hidup… itu pilihan yang lebih baik!”
Nada Mina meninggi. “Ooooh gitu, jadi karena dia depresi dia pantas mati, toh dia udah ga punya keinginan buat berkontribusi sama hidup, ada nyawa lain yang lebih baik diselamatkan, jadi dia mati aja. Walaupun faktanya June bunuh diri, gue selalu melihatnya sebagai pembunuhan.”
“Kenapa dihubungin sama kasus June? Mana bisa matok moral yang sama ke kejadian yang jelas beda!” protes Rose.
“Lo nggak sadar apa? Di game ini emang nggak ada salah atau benar, apa pun jawabannya kita bakal maju ke babak selanjutnya, tapi tema game ini bisa nentuin nasib kita selanjutnya. Game ini mau nguji moral macam apa yang lebih kita utamakan, gue takut… perbedaan cara kita mandang moral bisa berakibat fatal ke hasil akhir nanti, Rose,” Mina menatapnya tajam.
Rose memejamkan kuat matanya sekilas, balas menatap tajam Mina. “Ini metafora. Lima orang itu berarti orang-orang yang berkuasa, satu orang itu orang nggak punya posisi. ‘Ini demi kepentingan orang banyak’. ‘ini demi kesejahteraan rakyat’, dengan pengambilan keputusan berdasarkan kuantitas itu banyak orang nggak bersalah yang menderita.”
Mina terhenyak.
Rose mengurangi api yang tertuang di matanya itu. “Lihat kita, kita cuma mainan orang-orang berkuasa yang bosan. Mau protes? ‘Ah, dasar, ini demi kebahagiaan orang banyak’. Kita semua ini manusia yang sama, tapi ‘kalian kan penjahat, jadi kalian pantas dapatin ini, ini semua demi perdamaian! Ini semua demi negara!’. Ini bukan berapa banyak yang menderita, ini soal hak individu. Moralitas yang kita perjuangin selama ini mungkin aja bukan soal kesejahteraan bersama tapi soal keegoisan satu pihak.”
Mina menunduk dengan alis bertaut. Sangat jelas terlihat ia cukup tertampar dengan penjelasan Rose.
“Tapi lo benar juga, Mina. Kematian June itu pembunuhan. Harusnya ada yang bisa diusahain buat nyelamatin June. Gue yakin Jaehyun nggak cuma mikirin Mingyu, tapi dia mikirin kita semua. Kalau pun dia kasih tau kita semua, bukan berarti nggak akan ada yang dirampas dari kita. Tapi… harusnya dia tetap kasih tau.”
Kini wajah Rose sudah tak lagi tersulut emosi, hanya ada duka di matanya.
Mina menatap ke bawah. “Takdir ya..”
Ia ingat, tidak, ia sadar betul bahwa selama ini ia selalu berusaha keras untuk mencapai tujuannya. Mina kecil yang belajar hingga larut malam, ranking pertama yang selalu ditempatinya, juara nasional bahkan internasional yang selalu didapatkannya… tetapi bahkan sebelum ibunya pergi pun ia berkata, “Kenapa Tuhan menakdirkanku untuk melahirkanmu ya?”
“Ladies.”
Panggilan Nersin X membuat keduanya tersadar dari khayalan masa lalu. Nersin X menunjukkan waktu yang tersisa 10 menit lagi.
“Jadi apa jawaban kalian?”
“Mina,” Rose menatap Mina yang menyanggakan lengannya pada pagar. “Apa jawaban lo?”
Mina terdiam sesaat, masih berat hati. Namun, dengan penuh kekuatan, ia membalasnya pelan, “Jangan belok.”
Rose terhenyak. Ia tak menyangka Mina akan menyetujui ucapannya. Namun, Rose jauh tak menyangka ia bisa mengungkapkan hal tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Mystery / ThrillerSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021