JUNGKOOK memperhatikan lukisan-lukisan yang terjejer di tembok, mata wajah-wajah itu seperti menatap mereka. Ia mengepalkan tangannya.
Jiho melirik Jaehyun sesekali, dan pemuda itu tersenyum tipis. Senyum kecewa karena tidak berhasil melepaskan mereka dari sini.
Jiho kembali menghadap ke depan dan tanpa sadar mereka telah sampai di aula berkaca patri itu.
Kepulan asap tipis menyambut mereka, asap dari semacam dupa-dupa yang dibakar di setiap sudut ruangan.
Pemandangan begitu aneh di sana. Isi ruang besar tersebut telah berubah. Lilin-lilin mati di sekitar ruangan, tirai-tirai jendela tertutup. Berbaris-baris orang dengan jubah hitam dan bertopeng binatang berdiri di samping ruangan, saling berhadapan, dan menyisakan ruang kosong di tengahnya. Terlihat seperti persiapan upacara.
June, Eunha, Rose, dan Chaeyeon berdiri dengan tangan terborgol di barisan depan sebelah kiri ruangan. Keempatnya menatap enam temannya yang baru tiba itu dengan alis bertaut takut dan bingung.
Mingyu menatap Chaeyeon yang berwajah kosong menatap ke bawah. Eunwoo menatap ke dinding di hadapannya, sebuah lukisan besar terpasang di sana. Lukisan sesuatu yang aneh dan mengerikan. Warnanya hitam, bentuknya seperti bayangan seorang pria dengan mahkota jarum di kepalanya. Matanya menyala merah dan membuat kulit Eunwoo meremang seketika.
Di bawah lukisan itu, ada layar yang tergulung, entah untuk menampilkan apa. Di depannya berdiri sebuah podium yang memiliki roda yang ditahan menggunakan batu.
Keenam anak itu kemudian digiring dan dibariskan di barisan yang sama seperti keempat lainnya. Satu persatu, tangan mereka dipasang borgol yang dingin.
"Lo kemana aja?" bisik Eunwoo pada June di sebelahnya
June menghela napas. "Jalan-jalan." Matanya melirik barisan di hadapannya, ada empat anak berseragam putih, seperti mereka. Bedanya, mereka memakai topeng kelinci dan tubuh mereka cukup kurus. Seperti patung, mereka hanya diam.
Rose memperhatikan pemandangan aneh di sekitarnya dengan resah. "Mereka mau ngapain sih?"
Anak-anak itu saling menoleh dan berbisik satu sama lain, sampai seorang pria berjas hitam dan berkepala gagak datang dari pintu, berjalan menuju podium. Bagai angin yang melenyapkan api lilin, setiap baris yang ia lewati langsung senyap, termasuk Madame Irene yang berdiri di sebelah anak-anak bertopeng kelinci.
Eunha memandang pria itu lamat. Ia mengenakan jas hitam ala Eropa kuno dan topi bundar hitam. Jalannya tegap dan tangannya seperti pria di atas 40 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Mistério / SuspenseSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021