74

435 101 17
                                    

SEJAK pertama kali terbangun di pulau ini, Jaehyun selalu mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk.

Ia sempat memikirkan praktik pencucian otak, uji coba daya tahan subjek terhadap lingkungan buatan, dan kemungkinan adanya yang "mati" di antara mereka.

Namun kali ini, kematian benar-benar ada di depannya. June mati, dan walau ia sudah memikirkannya berulang kali dalam sehari bahkan sebelum semua ini dimulai, tetap saja kematian di hadapannya itu begitu mengerikan.

Jaehyun tidak takut pada darah atau ekspresi pucat mayat, yang ia takutkan adalah sensasi "familiar" yang menjalar ketika otaknya dengan sangat sadar menangkap bahwa orang di tanah itu sudah kehilangan kehidupan.

"June ..." rintih Rose kecil, ekspresinya masih menunjukkan kengerian.

Kejadian pagi itu begitu memilukan dan berakhir cukup sunyi.

Eunwoo sekarat dengan darah yang menggenang dari perutnya, sementara June sudah terbujur kaku.

Jungkook terdiam melihat tubuh pemuda itu. Tubuh kekar dan tampak bisa membelah kayu hanya dengan pukulannya itu kini tak ada artinya.

"Koo June, orang keras yang jago olahraga ... Mati gitu aja?" ucapnya pelan.

Tiba-tiba sebuah pintu muncul di dekat mereka, pintu ruang makan. Rose berusaha menggerakkan tubuhnya untuk bergerak ke pintu itu dan membukanya.

Di depannya sudah berdiri Madame Irene, di belakangnya tampak ruang makan.

"Waktunya istirahat," ucap wanita itu dengan  hangat.

•••







Selang infus menancap di punggung tangan Eunwoo yang terbujur di atas ranjang dalam kondisi tidak sadar.

Walau keadaannya sangat mengerikan saat itu, Madame bilang Eunwoo masih bisa diselamatkan.

Semua anak yang tersisa memilih untuk bersama di ruang UKS, sembari mengamati Eunwoo. Beberapa botol air dingin dan bungkus jajanan tergeletak di antara mereka.

Madame Irene tak memberi intruksi apa-apa pada mereka. Dia hanya mengatakan bahwa mereka punya waktu yang banyak untuk beristirahat.

Melihat wajah-wajah pucat teman-temannya, Rose mencoba untuk menghangatkan suasana.

"Jajannya lumayan enak ya? Udah berbulan-bulan gue nggak makan ciki," ucap Ros.

"Ciki?" Mingyu membanting jajannya hingga berserakan, membuat hampir dari mereka semua menatapnya terkejut. "JUNE UDAH MATI!"

Rose menelan ludah, sedikit takut dengan gertakan Mingyu.

"Udah Ming, dia cuma mau nenangin suasana," ucap Jaehyun, memegang pundak Mingyu yang dibalas dengan tangan Mingyu yang menyingkirkannya.

"Ternyata semua analisis kita tadi nggak ada artinya," ujar Jungkook, siapa saja bisa melihat ujung bibirnya yang melengkung senyum sarkas.

Jaehyun menatap Jungkook. "Jungkook, jangan—"

Jungkook balas menatapnya, "rasanya gue mau gila, kita terus-terusan dimainin di game ga jelas ini tanpa tau kita bakal bener-bener idup atau nggak. Gue mau pulang! Gue mau ketemu sama keluarga gue! Gue mau masuk penjara! Gue ga masalah masuk penjara seumur hidup asal ga di sini!"

Rasanya ini pertama kalinya Jungkook meluapkan apa yang ia rasakan. Biasanya anak itu bersikap tenang, tampak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kali ini sepertinya ia sudah mencapai puncak stresnya.

Diam-diam, semua orang di ruangan itu mengiyakan perkataan Jungkook.

Dalam keheningan itu Mingyu menatap wajah Eunwoo yang tak sadarkan diri.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang