87

393 84 31
                                    

LANGIT masih gelap, ombak menggulung tenang. Angin bertiup, menggesek dahan pohon, menusuk kulit.

Rose membuka kedua matanya yang sembab. Ia menarik selimut karena kedinginan. Ia berada di kamarnya, lampunya masih menyala. Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi.

Gadis itu menoleh ke sebelahnya, diangkatnya benda itu yang merupakan pigura kecil dengan foto selca dirinya bersama teman-temannya.

Tubuhnya terasa pegal, mereka memainkan dua permainan sekaligus kemarin. Rasanya ia ingin menangis lagi, tetapi ia berusaha menahannya dengan memejamkan matanya sembari menekannya dengan tangan.

Ia menghela napas. "Ayo Rose ... Move on."

Diletakkannya foto itu di atas nakas yang agak jauh dari tempatnya duduk sehingga ia sedikit kesulitan. Karena itu, ia jadi memperhatikan rambutnya yang tergerai. Rambut blondenya yang pucat itu kusut dan bercabang.

Tatapan Rose berubah. Ia segera turun dari tempat tidur, lalu membuka lemari. Ia sedikit mengobrak-abrik isi lemari atasnya, hingga akhirnya menemukan yang ia cari, sebuah cat rambut.

Sambil mengecat rambutnya, ia menyalakan musik dari pemutar MP3.

"And when she knows what she wants from her time~"

Rose bersenandung, setengah menari sembari menunggu cat rambutnya meresap.  Sedikit, ia melupakan kecemasannya. Ia juga mengeluarkan beberapa snack dan cokelat yang disimpannya selama ini. Mulai dari asin sampai manis, kripik hingga jeli, ia melahap semuanya asal di atas kasur.

Sekitar setengah jam kemudian, Rose membilas rambutnya. Voila, kini rambut blondenya sudah berganti menjadi ungu pastel berpadu dengan samar-samar silver.

Rose tersenyum memandang dirinya di cermin. Sembab di matanya sudah pudar. Ia semakin menutupinya dengan bedak dan eyeshadow tipis. Sentuhan terakhir adalah lipstik warna alami yang semakin menyegarkan penampilannya, padahal ia belum mandi.

Rose masih bersenandung kecil sembari menyisir rambutnya. Saat melihat pantulan dirinya yang tersenyum di cermin, ia teringat akan sikapnya saat memainkan game ouija.

"Apa salahnya jadi teman curhat pacar sahabat lo sendiri?"

Senyumannya pudar, tatapannya kembali waspada.

"Dasar gila," ia meletakkan sisir dan menekan meja rias dengan kedua tangannya. "Gue nggak suka siapa-siapa. Bodoh banget jatuh cinta di saat-saat kek gini. Jaehyun? Huh, dia cuma good looking, udah gitu aja," ocehnya kecil pada pantulan dirinya sendiri.

Kemudian ia teringat saat pandangannya bertemu dengan Jaehyun di teater, setelah ia menggunakan liptint.

Rose memejamkan matanya kuat lalu melirik tajam ke arah lain. "Gue nggak jatuh cinta."

Perasaan khawatir kembali menyusupi jiwanya. Dipandangnya langit yang sudah cerah.

"Gue harus ketemu Eunwoo."

Ia meneguk segelas air di atas nakas, lalu berjalan cepat ke arah pintu dan membukanya.

"AH! Mina?"

Jantung Rose terasa mau copot melihat sosok pucat Mina sudah berdiri di ambang pintu dengan tatapan dalamnya.

"Kemarin gue liat lo tidur sambil jalan dari kamar Chae ke kamar lo," ucap gadis itu, dalamnya tatapan matanya seperti dapat menenggelamkan siapa saja yang menatapnya.

"Ou," Rose agak terkejut karena tak biasanya ia tidur berjalan. "Lo udah liat Eunwoo? Oiya, gimana Eunha?"

"Pagi ini belum, Eunha kayaknya masih di kamar," jawab Mina.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang