90

400 94 6
                                    

"KALAU emang 'dia' nuntut kita buat ngingat dan menghubungkan masa lalu kita," Mingyu menatap yakin teman-temannya itu, "kita ga punya pilihan lain buat baca tiap biografi sedetil mungkin."

Rose agak mengernyit, merasa ragu.

"Lo yakin?" ucap Eunha tak nyaman, "Kalau kita sampai tau detil cerita masing-masing, kita bakal ngerasa nggak nyaman mikirin apa yang dipikirin orang lain tentang kita. Walaupun nggak bermaksud, kita juga bisa aja jadi lebih curigaan sama teman sendiri. Gue nggak setuju ah ..."

"Ya ampun, gue nggak begitu mikirin ini ... Eunha benar. Nggak ada bedanya sama perang dingin, bakal memperparah hubungan kita semua. Kode di kertas kita, maksud nama Nersin, isi kamar ini akhirnya terpecahkan, tapi selanjutnya apa? Apa lagi yang perlu dipecahin? Kita udah sampe sini, lebih baik sekarang bangun bonding yang kuat buat game selanjutnya. Kunci semua game itu teamwork sama ikatan emosional yang erat kan?" Rose mencoba memvalidasi perkataan Eunha.

Eunha merasa sedikit bersyukur karena masa lalunya sangat ia privasi. Akan tetapi, ia juga merasa heran dengan Rose.

Padahal dia yang ngajak buat tau cerita masing-masing, tapi kenapa jadi plin-plan gini? Batin Eunha.

Jaehyun menatap Rose. "Kita akhirnya nemuin petunjuk kalau ternyata kelompok kita kebagi dua. Kelompok pertama ada tujuh orang, kelompok yang ceritanya dilabeli 'Tujuh Dosa Besar'. Kelompok kedua cuma tiga orang. Walaupun Mina bisa aja cewek dalam cerita Eunwoo, tapi ada kemungkinan satu cewek dalam kelompok 'Sinner (pendosa)' itu orangnya. Nggak cuma Eunwoo sama satu cewek misterius ini, gue yakin ada yang ngikat kita bersepuluh. Tahu, ingat, dan kesakitan sama masa lalu kita, itu kan yang mereka mau?"

Rose terdiam, jarinya menggigit-gigit tangannya. Selalu saja, perkataan Jaehyun dan sosoknya yang berwibawa itu membuatnya sulit untuk membela diri.

Jaehyun melanjutkan, "gue bakal bilang ini nggak cuma ke Rose, tapi kalian semua. Bonding itu emang penting, tapi itu cuma salah satu taktik. Tujuan kita semua itu bertahan hidup. Kalau kalian merasa risih atau nggak sanggup buat bagiin cerita kalian, lebih baik bunuh diri aja sekarang. Apa pun yang terjadi di masa lalu gue atau kalian, apa pun yang kalian rasain, itu kenyataannya. Tolong sampingkan ego sama emosi kalian, itu yang bikin kita ada di sini. Jangan biarin egoisme kalian itu bikin kita cepat mati dengan cara yang bodoh."

Mata Jaehyun seperti pistol yang siap membidik, membuat hampir siapa pun yang melihatnya bergidik.

Jungkook melirik Rose yang hanya menunduk.

Dua alpha ... tapi pada akhirnya Rose selalu nggak bisa ngelak Jaehyun.

Diam beberapa detik, Mina mencoba mencairkan suasana. "Soal siapa atau apa yang udah kita lakuin di masa lalu itu nggak penting lagi, kita hidup buat sekarang. Justru karena kita semua sama-sama 'berdosa', kita jadi lebih saling memahami kan?"

Jiho mengangguk-ngangguk, diikuti Mingyu dan Eunha.

Jaehyun menghela napas, ia tersenyum. "Duh, maaf ya guys, gue ketakutan. Kalau kalian nggak dikerasin gini kita bakal kesulitan ke depannya."

"Ng-nggak papa kok, Jaehyun," balas Eunha yang berusaha tersenyum, walau sebenarnya ia masih sedikit ngeri.

Jaehyun memandang map-map di tangannya. "Nah, kebetulan karena kita lagi melingkar, kasih kertas kalian ke teman di kanan kalian, muter terus sampai habis. punyanya Eunwoo, June, sama Chaeyeon gue taruh di atas meja, bisa kalian ambil kalau udah baca punya kita."

"Asiap!" balas Mingyu, menyiapkan lembaran kertasnya.

Masih dengan wajah kelabu, Rose pun mengeluarkan kertas-kertasnya.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang