RUANGAN itu pekat oleh warna merah.
Cahaya merah lampu mengisi tempat itu, membuat semua yang ada di dalamnya berwarna senada, termasuk lantainya yang bermotif kotak hitam-putih.
Kepala gadis berambut pendek itu bersandar pada seorang laki-laki berambut poni di sebelahnya. Keduanya tak sadarkan diri, bersandar pada dinding. Mata terpejam gadis itu bergerak-gerak ketika aroma menyengat mencekik penciumannya.
Mina terkejut, ia langsung duduk tegap dengan mata membeliak. Udara pengap menyergapnya, membuat napasnya terengah.
"Astaga," ucapnya berbisik, melihat segalanya berwarna merah, seperti ada asap nerah tebal yang memenuhi ruangan itu. Ia menatap kedua tangannya yang diikat di depan menggunakan tali yang mirip dengan tali jemuran. Ia memeriksa kakinya yang juga diikat, masih baik-baik saja walau sedikit berat.
Amis! Mina mengangkat lengannya menutupi hidung, menatap ke sekitar. Lantai kotak-kotak bersimbah cairan yang ia yakini adalah darah. Mina memicingkan matanya pada lantai di dekatnya, dan sadar bahwa tempat itu penuh bekas perlawanan.
Tak begitu besar. Merah. Dindingnya semen. Beberapa kotak kayu tersusun seperti film Madagascar, kantong plastik besar, sebuah lorong di dinding kanan, dan sebuah elavator bergaya vintage di hadapannya. Elavator besi yang jadul. Lantai basah seperti disiram minyak.
Hampir lupa, Mina menoleh ke sebelahnya, cowok itu. Jungkook bersandar pada dinding dalam keadaan yang sama sepertinya. Anak itu tak sadarkan diri, dan sedikit darah kering menghiasi pelipisnya.
Ya! Lo belum mati kan? Mina mencoba menggoyangkan bahu Jungkook dengan kedua tangannya yang menyatu, tapi tentu saja itu tak membuat anak itu terbangun.
Tenang, Mina. Mina menatap lekat Jungkook. Kalau diperhatikan sebenarnya wajah anak itu lumayan, ada bekas luka gores lama di pipinya. Melihat adanya gerakan respirasi, Mina menghela napas lega yang sedikit tertahan oleh aroma menyengat dalam ruangan itu.
Mina kembali menutup hidungnya. Bau mayat, darah. Apa yang mereka rencanakan sih?
Mina menelan ludah cepat, menatap lekat kedua tangannya yang terikat. Ia menelitinya dengan mata memicing.
Lho? Kayaknya gue tau simpul ini, batin Mina dengan mata melebar. Ia menggigit salah ujung tali yang terlihat, menariknya, mencoba menarik tali yang lain dengan sekuat tenaga sampai ia merasa rahangnya pegal dan giginya sakit.
"Ah .."
Ringisan itu membuat Mina menoleh ke arah Jungkook yang menggerakkan lehernya dengan mata terpejam.
"Lo nggak papa?" bisik Mina, menghentikan sementara aksi brutalnya pada tali.
"Hm ..." Jungkook membuka salah satu matanya seperti kesilauan, lalu diikuti satunya. Ia melirik ke sekitarnya dan memasang wajah terkejut dengan keadaannya yang terikat.
"Gue anggap itu baik-baik aja," Mina kembali menggigit ikatan tali pada tangannya. Ia sedikit lega karena ikatan itu mulai longgar.
Jungkook memperhatikan Mina sambil menutup hidungnya dengan lengannya. "Jadi tadi ada orang topi kelinci yang nyerang kita?"
Mina berhasil melepaskan ikatan tali itu, sepertinya pergelangan tangannya meninggalkan bekas merah. "Mr. B lebih tepatnya. Gue nggak tau dia pake topeng atau ga," ucapnya tanpa mengalihkan pandangan. Kali ini ia beralih ke pergelangan kaki.
"Gue kira bakal geger otak," Jungkook meraba pelipis kanannya dengan punggung tangannya.
"Fiuh," Mina menghela napas kasar, lalu bangkit untuk memperhatikan tangan dan kakinya yang telah bebas. Ia kembali berjongkok dan menarik tangan Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Misteri / ThrillerSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021