36

820 162 30
                                    

[4/7]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[4/7]

"YANG Mulia!"

Suara seorang pria menggema dari atas, membuat Jiho refleks mendongak dengan mata menyipit. Cahaya terlalu terang sehingga wajah beberapa orang itu kurang jelas karena gelap oleh bayangan. Yang pasti di tengah mereka ada kayu yang terpaku dan ember yang digantung.

"Anda baik-baik saja?" seorang gadis berteriak.

Yang Mulia, panggilan itu membuat aneh Jiho yang kemudian balas mengangguk-angguk. "I-iya!"

"Kami akan menurunkan tangga!" seru laki-laki yang suaranya terdengar masih muda. Ia dan pria tadi seperti mengenakan helm yang aneh.

"Iya, makasih!" seru Jiho sembari mengelap dahinya. Ia kemudian mendengar si pemuda berteriak ke belakangnya bahwa ia sudah menemukan "Yang Mulia".

Bayangan-bayangan itu kemudian pergi, sepertinya mencari tangga atau semacamnya. Jiho menghela napas, memandangi kembali cermin tangan itu dan terkejut karena tulisannya berubah.

- TCHAÏKOVSKI -

"Tchaikovski?" Jiho mengernyit. "Gue cuma tau lagu Swan Lake .." ucapnya pelan, lalu kembali terkejut sampai menutup mulutnya. "Jangan-jangan ..."

Sebuah tangga tali meluncur ke arahnya yang kemudian sedikit rapat pada dinding sebelahnya. Pas sekali, tangga itu berada beberapa senti di atas air sumur. Jiho memegang tali dan batang tangga itu. Talinya terbuat dari tambang yang kuat, batang kayunya sepertinya oke. Tak masalah, ia merasa sering menaiki berbagai jenis tangga.

Jiho kemudian memasukkan cermin ke dalam tas panahnya yang hanya menyisakan dua anak panah.

Jiho mendongak. "Aku naik ya!"

"Jangan! Biar saya gendong saja!" ucap pemuda itu, rupanya seorang prajurit.

Jiho yang tak sabar menggeleng kuat. Tanpa berkata apapun ia mulai menaikkan salah satu kakinya yang ternyata mengenakan boots untuk menunggang kuda, lalu dilanjut kaki lainnya. Kemejanya itu menurunkan tetes-tetes air.

"Yang Mulia!" pekik si gadis.

Aish, berisik banget sih ... Keluh Jiho yang berhenti di tangga ke sekian dan menatap tajam si gadis berpakaian dayang itu. "Aku bisa sendiri oke? Aku sering ngelakuin ini."

Ketiga orang kaukasia itu saling berpandangan dengan raut campur aduk.

Kalau orang berkata balet adalah tarian feminim yang lemah, jelas mereka salah besar. Mereka pikir berapa kali Jiho membuat kakinya terkilir demi menari dengan satu kaki?

Apa gue meranin tokoh Odette ya ceritanya? Pikir Jiho sambil terus mendaki. Syukurnya ia mengenakan celana, ini jadi jauh lebih mudah.

Jiho terus mendaki hingga mencapai mulut sumur.

WHITE APRIL • 97line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang