MINA. Gadis itu tersenyum, tubuhnya yang sedikit condong ke depan itu seperti berusaha menggunakan pintu sebagai penahan tubuhnya yang hampir roboh. Jungkook berjalan cepat ke arahnya.
Gadis itu akhirnya berdiri dengan tegap, kakinya kemudian melangkah ke arah teman-temannya. Saat itulah, Jungkook menahannya, mencengkram lengannya. Mina terhenti, senyumannya perlahan pudar ketika ia mengangkat kepalanya menghadap tatapan berkilat Jungkook.
Pemuda itu berdesis, setengah membentak, “Lo kenapa, hah?”
Mata Mina mengerjap, ia membalasnya dengan alis setengah berkerut dengan mata melebar.
Mingyu dan Eunha datang dengan raut khawatir, begitu pula dengan anak-anak yang lain. Jungkook yang seperti baru sadar apa yang dilakukannya, langsung menurunkan tangannya dengan mata beralih ke samping.
“Lo dihajar habis-habisan,” ucap Jaehyun.
“Ayo kita rawat dulu luka lo,” ujar Jiho.
Mina terdiam, mengelus pelan bekas cengkraman Jungkook.
“Selamat semuanya.”
Semua mata langsung tertuju pada celah pintu yang setengah terbuka di belakang Mina. Rose mendorong pintu itu hingga terbuka lebar. Di lorong, berdiri Miss Hani bersama Madame Irene, bersama beberapa pengawal bertopeng beruang.
“Akhirnya muncul lagi,” desis Mingyu, melihat Madame Irene yang tampak anggun seperti awal mereka bertemu.
Eunha menarik pelan Mina dan mengaitkan lengannya dengan gadis itu.
Miss Hani tampak berbeda. Rambutnya masih rapi, dandanannya masih tampak merona, pakaiannya pun masih putih. Hanya saja, lengan bajunya itu diangkat hingga di bawah siku. Anak-anak itu langsung tahu siapa yang baru saja menghajar Mina.
Mata Miss Hani setengah melotot ketika ia tersenyum. “Kalian masih bertujuh, harus saya akui, itu pencapaian yang luar biasa. Dengan meledaknya titik itu, kalian sudah menyelesaikan babak 3 permainan. Sekali lagi, saya ucapkan selamat atas pencapaian kalian semua. Untuk itu…” ia menghela napas dengan memejamkan matanya, seperti tak sabar ingin melanjutkan perkataannya dengan sesuatu yang lebih besar.
Ketika ia kembali menatap anak-anak dengan wajah pucat itu, ia dengan hangat berkata, “Ada makan malam dan pesta perayaan, datanglah jam 7 malam ini dengan pakaian yang sudah kami siapkan di lemari kalian masing-masing. Ada pertanyaan?”
Mereka semua diam, benak mereka seperti terhubung dan menyatakan hal yang sama : mereka ingin segera mengakhiri semua ini.
“Baiklah, tidak ada ya? Kalau begitu, selamat beristirahat,” ia membalikkan tubuhnya, diikuti Madame Irene dan para pengawal.
“Tunggu!” seru Rose, membuat mereka berhenti dan menghadap gadis itu.
Mengira Miss Hani akan memasang wajah merah padam, wanita itu justru menatap Rose dengan penuh kelembutan. “Ada apa, Miss Rose?”
Rose berkata dengan alis berkerut, “Kapan babak 4 dimulai? Kami bakal ngapain? Kapan kami bisa pulang?”
Jaehyun melirik raut penuh harap Rose, garis-garis wajahnya itu tak bisa menyembunyikan rasa putus asa.
Miss Hani tersenyum, “Akan kami umumkan saat waktunya tiba, sekarang istirahatlah.”
Manik hitam Rose bergulir ke bawah, Miss Hani dan rombongannya kembali melangkah. Wanita itu berseru, “Berdandanlah dengan cantik dan tampan malam ini!”
•••
Satu bungkus es ditempelkan pada mata lebam itu. Rasa nyeri dipeluk sejuknya es yang membuat debar-debar otot matanya sedikit membeku. Napas pendek terembus dari mulutnya, tetapi ia cepat-cepat meraba bibirnya yang kembali berdarah, lalu menekannya dengan buntalan tisu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHITE APRIL • 97line
Mistério / SuspenseSepuluh anak terbangun di pulau entah berantah dalam keadaan lupa ingatan. non-baku ©kuronekoya, 2021