Setelah mendapat ceramah panjang lebar dari sang abang, kini bocah yang tengah di tenangkan oleh Fay itu, masih menangis sesegukan dengan mata sembabnya. Ya, bukan ceramah lagi, melainkan Kay memarahinya. Bagaimana tidak, bocah itu sudah membuat dirinya dan Fay panik setengah mati. Debay berteriak, dengan alasan hanya suka mendengar suaranya ketika di toilet. Bagus katanya.
"Ssuutt,, udah ya, jangan nangis lagi." Fay masih mencoba menenangkan bocah itu, menggendongnya seraya mengusap-usap punggung mungilnya.
Fay melempar tatapan tajam ke arah Kay. "Abang macam apa lo?!" tanyanya sangar.
Kay menatapnya datar, tanpa menjawab. Jujur saja, ia merasa bersalah.
"Bikin nangis aja lo, taunya!" cibir Fay pedas.
Fay kembali menenangkan Debay. "Udah ya, jangan nangis, ntar aduin aja ke Mama sama Papa kalo udah pulang, ya," ujar Fay.
Mendengar itu Kay berdecak. Jika memang terjadi, maka tamatlah riwayatnya di tangan Shena.
Kay bangkit dari duduknya, menghampiri Debay dan Fay.
"De, Abang minta maaf, ya?" ucapnya memasang raut memelas.
Debay mengangkat wajahnya dari ceruk leher Fay. Menatap Kay dengan mata sembabnya seraya sesegukan.
"Abang minta maaf ya, nggak lagi deh, marahin Debay," ujar Kay lagi, masih berusaha. Jujur, ia tidak tega melihat keadaan bocah itu. Terlebih jika tidak ada Shena dan Rehan. Beruntungnya ada Fay.
"Giliran di ancam lapor ke Om Tante aja, baru minta maaf!" cibir Fay.
Debay menatap Kay masih dengan sesegukannya. Lagi-lagi bocah itu menangis. "A-abang," panggilnya sembari terisak.
Kay dengan segera mengambil alih tubuh Debay dari Fay, membawanya ke dalam gendongannya. Kay menenangkan bocah itu.
"Ma-aapin De-bay, A-bang," ucapnya sesegukan.
Lagi-lagi Kay merasa bersalah. Ia menatap sendu bocah itu. Sungguh jahat pikirnya, ia membuat bocah itu menangis kala tidak ada Shena dan Rehan di rumah.
"Jangan gitu lagi ya," ujar Kay, langsung di angguki oleh Debay.
Fay ikut menenangkan bocah itu, mengusap-ngusap punggung mungilnya. Aish, sudah seperti sepasang suami istri yang tengah mengurus anaknya saja.
Fay tersenyum melihat keduanya. Sepertinya Fay mempunyai ide, untuk melupakan kejadian itu.
"Gimana kalo kita jalan-jalan ke taman komplek?" usulnya.
Debay langsung menghentikan isakannya, menatap berbinar ke arah Fay.
"Debay mau naik sepeda!" girangnya membuat Kay menghela nafas lega.
Kay menurunkan Debay dari gendongannya, dengan segera bocah itu lari menuju kamarnya dan meninggalkan Kay dan Fay berdua.
"Makasih," ucap Kay tersenyum seraya mengacak lembut puncak kepala Fay.
Fay mematung, ntah kenapa dadanya bergemuruh kala melihat senyum pria itu, di tambah lagi dengan acakan lembut pada puncak kepalanya.
Fay dengan segera merubah raut wajahnya, yang tadinya terlihat terkejut, merubahnya dengan cemberut. "Rusak ih, rambut gue!" kesalnya dengan bibir mencebik. Aish, lebih tepatnya pura-pura kesal untuk menutupi kegugupannya.
Kay terkekeh melihatnya. "Maaf, ayok!" ajaknya, menarik tangan Fay keluar.
Fay mengikut saja, sungguh, ia sudah tidak bisa lagi menahan kedutan pada bibirnya. Fay tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Teen Fiction[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...