Setelah menyelesaikan masalah kelalaian guru botak satu itu, Fay berjalan keluar kelas, berniat kembali ke kelasnya. Kejadian saat di toilet IPA tadi, sangat berbekas di pikiran Fay. Fay menatap ke depan sana dengan tatapan benci seolah ada Mona yang akan ia gapai dan ia acak-acak wajahnya. Sungguh, Fay sangat tidak terima apa yang di katakan gadis itu tentang sang Bunda. Jika hanya dirinya yang di katakan seperti itu, Fay mungkin tidak terlalu peduli. Tapi, bundanya? Sial! Ingin rasanya Fay mengucek-ngucek wajah belasteran gadis itu.
Mencoba menetralkan emosinya agar tidak memuncak tanpa adanya pelampiasan, Fay jadi teringat perihal perbuatan Kenan tadi. Jujur saja, Fay sedikit tidak terima. Bagaimana bisa Kenan mencium bagian tubuhnya, bahkan mendekapnya tanpa beban. Tidakkah pria itu berpikir jika Fay sudah mempunyai pacar? Ah, sepertinya apa yang di katakan pria itu tentang akan mencoba memperjuangkan Fay lebih keras lagi, benar adanya.
"Hai."
Sungguh, demi Tuhan Fay terkejut bukan main, bahkan saking terkejutnya gadis itu berjingkrak hampir saja kayang. Oke, lebay.
"Aduh, maaf, gue buat lo kaget ya?"
Fay mengatur nafasnya, seraya mengusap-usap dadanya tanpa membalas ucapan gadis di depannya itu. Salah Fay juga sih, pasalnya tadi dirinya berjalan sambil menunduk, apalagi pikirannya di penuhi kejadian beberapa menit yang lalu.
"Sebelumnya maaf, gue udah ngagetin lo, gue cuma mau nanya, ruang Kepsek dimana, ya?"
Fay menatap gadis yang setara dengan tingginya itu dari atas hingga bawah. Sepertinya Fay belum pernah melihat gadis ini selama ia bersekolah di Acacia.
"Ah, kenalin gue, Lisana, murid baru anak kelas XII."
Terjawab sudah. Fay membalas uluran tangan gadis dengan senyum manis itu seraya mengenalkan namanya.
"Gue Fay, Kak," ujarnya sopan. Fay juga sadar diri jika dirinya ini masih adik kelas. Jika mungkin gadis di depannya ini Mona, maka sangat tidak sudi dirinya memanggilnya kakak.
"Lo kelas berapa, kok manggilnya Kak?" tanya gadis itu tersenyum ramah.
"Masih kelas XI," jawab Fay, membalas senyum gadis itu.
Gadis bernama Lisana itu tersenyum manis, kembali mengingat tujuan awalnya. "Oh ya Fay, ruang Kepsek dimana, ya?"
"Ah iya, lo tinggal lurus aja, trus belok kanan, nyampe deh," jawab Fay antusias. Ia rasa gadis itu baik, maka tidak salah 'kan, dirinya juga memperlihatkan perlakuan baiknya?
Lisana ber oh ria. "Makasih ya," ucapnya tulus.
Fay mengangguk. "Sama-sam--"
"Kak Lisa!" panggil seseorang dari belakang sana, memotong ucapan Fay.
"Naina!"
Kedua orang itu berpelukan layaknya dua orang partner yang sudah lama tidak bertemu.
"Ah akhirnya, Kakak ketemu kamu juga," ujar Lisana, mengembuskan nafas lega.
Naina terkekeh. Terlihat sangat manis. "Mau ke ruang Kepsek? Naina temenin ya?" Lisana mengangguk.
"Eh, Fay?" Naina baru menyadari keberadaan Fay. Naina tersenyum manis.
"Kenalin Fay, ini Kak Lisa, kakak sepupu aku," ujar Naina, dengan nada bersahabat.
Fay tersenyum memaksa. "Udah kok, udah kenalan tadi," jawabnya.
"Oh ya?" Lisana mengangguk.
"Wah, bagus dong. Oh iya Fay, aku sama Kak Lisa mau ke ruang Kepsek dulu ya," ujar Naina, tanpa memudarkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Novela Juvenil[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...