Sementara itu, di kediaman Disha, seorang gadis tengah berdiri di depan cermin sembari memperhatikan lekuk tubuhnya dari bawah hingga atas.
Fay tersenyum getir. "Jelek banget ya gue?" tanyanya pada pantulan dirinya di cermin.
"Udah kurus, item, jerawatan, idup lagi! Hufftt." Fay menghela nafas kasar, lalu beranjak keluar dari kamarnya setelah menyelesaikan ritualnya di kamar mandi dan mengganti baju.
Fay menuruni tangga sembari bersenandung kecil. "Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku sa--- eh ngapa nggak nyambung yak sama kisah idup gue?"
Fay kembali bungkam, ia mengambil posisi duduk di sofa yang berada di ruang keluarga dan berniat menonton televisi sembari menunggu Disha pulang. Ya, Disha belum pulang sedari tadi, wanita itu sempat mengabari Fay jika akan telat pulang hari ini karena masih ada urusan dengan client nya.
Baru saja hendak menyalakan televisi, Fay mendengar suara ketawa anak kecil dari luar sana. Fay mengangkat bokongnya berjalan keluar rumah.
"TATAK PAY!!" pekik seorang gadis kecil dari luar gerbang tengah mengendarai sepeda dengan helm berwarna merah muda bertengger di kepalanya. Ah jangan lupakan seseorang yang mendorong sepeda gadis itu dari belakang.
"Holla Debay!" balas Fay melambaikan tangannya.
"Tatak Pay sini, main sama Debay!"
Tanpa membalas lagi, masih mengenakan sandal leopard berbulu, Fay menghampiri Debay.
"Wahh Debay lagi belajar naik sepeda ya?" tanya Fay dengan mata yang berbinar.
"Lagi belajar bawa gerobak, ya iyalah! Udah tau pake nanya lagi!" bukan, bukan Debay yang jawab, melainkan Kay.
"Dih yang nanya sama lo siapa?! Orang gue nanya sama Debay!" kesal Fay
"Lah mata lo pekek apa nggak liat Debay naik sepeda?!"
"Ya liatlah! Gue bukan lo ya!"
"Trus kalo udah liat, ngapain nanya!"
"Terserah gue dong! Mulut mulut gue nggak minjem mu---"
Brakk
"DEBAY!!"
***
Di sinilah mereka sekarang, di sebuah taman komplek yang berada tidak jauh dari rumah keduanya. Fay dan Kay sedari tadi masih berusaha membujuk Debay agar menghentikan tangisnya. Bukan tanpa sebab, pasalnya ketika Kay dan Fay berdebat, tanpa mereka sadari Debay mengayuh sepedanya sendiri hingga tersungkur ntah bagaimana kronologinya. Beruntungnya sepeda itu mempunyai dua roda bantu di belakang, maka dari itu, keadaan bocah itu tidak telalu menghawatirkan. Ya, walaupun terdapat luka memar pada pelipisnya."Gara-gara lo sih!" kesal Fay sembari menepuk-nepuk pantat Debay yang berada dalam gendongannya.
"Kok gue? Elo lah!" balas Kay tidak mau kalah.
"Elo!"
"Lo!"
"Huaaaa!!"
"Suuttt Debay jangan nangis kenceng-kenceng dong, ntar Kakak Fay dikira penculik." bukan sembarang bicara, pasalnya orang-orang menatap Kay dan Fay dengan tatapan yang bisa dibilang sangat tidak mengenakkan, bahkan ada juga yang sengaja mengawasi keduanya melalui ekor mata mereka.
"Debay, Abang beliin eskrim deh, tapi jangan nangis lagi?" mendengar tawaran menggiurkan dari sang abang, sontak Debay yang tadinya menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Fay, menganggkat wajahnya menatap Kay berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Roman pour Adolescents[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...