Sudah rapi dengan stelan khasnya, Kay bersiap akan menjemput sang gadis untuk di ajaknya pergi ke suatu tempat yang sudah di rancangnya matang-matang. Sekali lagi Kay memperhatikan kembali penampilannya di cermin lemari miliknya. Kay tersenyum tipis seraya menatap pantulan dirinya.
"Ganteng banget sih gue," gumamnya sambil menyisir rambut ke belakang.
"Nggak heran sih, cewek-cewek banyak yang suka sama gue," lanjutnya. "Tapi ... kok bisa ya, gue malah tertarik sama Fay, padahal ada banyak yang lebih cantik dari dia." Kay berpikir keras.
"Ck, nggak heran sih, cewek gue kan cantiknya di hati, nggak cuma rupa." senyum Kay kembali mengembang kala mengingat wajah sang gadis ketika tersenyum, dan yang lebih Kay suka ketika pipi tirus gadis itu memerah karena ulahnya.
Lama Kay membayangkan wajah Fay seraya tersenyum. Akan tetapi, senyum itu seketika memudar kala mengingat kejadian tadi siang di kantin.
Kay mendesah kasar. "Dimana-mana cewek kalo di cium sama pacarnya seneng, lah ini ngambek." Kay bergumam, mengingat jika sang gadis tengah mendiamkannya akibat perbuatannya di kantin tadi siang. Yang dimana Kay dengan tanpa bebannya mencium pipi Fay yang jelas saja di saksikan oleh banyak penghuni kantin. Terlebih lagi suara cempreng Vio yang membuat Fay malu setengah mati.
Kay menghela nafas kasar, dan segera bergegas keluar dari kamarnya untuk menjemput Fay.
"Mau kemana, Sky?"
Baru saja Kay hendak melangkahkan kakinya keluar rumah, suara bariton itu menghentikannya. Kay berbalik menatap Rehan.
"Biasa Pap, kencan," jawabnya enteng seraya tersenyum sumringah.
Rehan bergidik jijik. "Gayaan kamu mau kencan segala, emang Fay udah maafin kamu?"
"Udah dong!" jawab Kay menggebu.
Rehan melipat tangan di depan dada. "Baguslah. Kira-kira gimana ya, reaksi Fay kalo tau kamu ngamuk-ngamuk ngancurin rumah pas hari itu." Rehan mengusap-usap dagunya seraya berpikir.
Kay berdecak. "Jangan kasih taulah Pap! Ember banget perasaan tu mulut. Udahlah, Sky pergi dulu, Assalamualaikum Rehan!"
Rehan sontak melebarkan matanya mendengar ucapan pamit sang anak.
"Biadab."
***
Setelah bersusah payah membujuk Fay untuk pergi bersamanya, kini kedua remaja itu tengah berada dalam perjalanan menuju tempat tujuan yang ntah kemana. Fay sedari tadi hanya diam saja, bahkan ia menciptakan jarak antara dirinya dan Kay di atas motor pria itu. Bukannya apa-apa, Fay hanya masih kesal dengan prianya ini. Jelas saja, bisa-bisanya pria itu main sosor aja, apalagi ini di tempat ramai. Fay jelas malulah!
"Yang, majuan dikit dong," pinta Kay dari balik helm full facenya, memelankan laju motornya.
Fay tidak mendengar, bahkan ia melipat tangan di depan dada.
Kay masih memandang wajah Fay dari kaca spion. Kay tersenyum miring, lalu menarik pedal gas secara tiba-tiba, sehingga membuat Fay terhuyung ke belakang sambil memekik. Beruntungnya Fay dengan cepat melingkarkan kedua tangannya pada perut Kay. Kay tersenyum puas.
"LO GILA?!" pekik Fay seraya mencubit keras perut Kay, sehingga membuat pria itu meringis kesakitan.
"Aw, aw, sakit Yang!"
"Kalo gue jatuh tadi, gimana?!" Fay semakin kesal. Mengingat kejadian barusan, hampir saja membuat jantungnya loncat dari tempatnya.
"Yang, Yang, maaf. Lepasin ih, perut gue sakit." Kay masih meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Teen Fiction[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...