Bel istirahat baru saja berbunyi. Fay dengan segera memasukkan alat tulisnya ke dalam tas, mengambil ponselnya, seraya mengotak-atiknya.
"Serius amat, kayak ada yang ngechat aja," cibir Moa. Fay tidak mengubris.
Vio datang. "Kantin kuy, gue ngantuk pen makan," ujarnya.
"Gawaras, yakali ngantuk pen makan, yang ada kalo ngantuk ya boker lah!" jawab Moa menggebu.
Fay yang memang fokus dengan ponselnya, namun masih mendengar ocehan kedua temannya itu. Gadis itu menghela nafas kasar. "Nah gitu dong, kalo goblok itu jangan di pendem, tapi di suarakan, biar orang tau, kalo lo bedua itu goblok." Fay bangkit dari duduknya, mengambil tasnya.
"Gue ke toilet bentar, kalian duluan aja ke kantin, ntar gue nyusul." setelahnya, Fay berlalu meninggalkan Moa dan Vio setengah mengaga mendengar penuturan gadis itu.
Moa mencolek siku Vio dengan tatapan yang masih mengarah ke arah pintu. "Vi," panggilnya.
"Ya?" jawab Vio. Sama seperti Moa, ia juga masih menatap ke arah pintu.
"Bilang sama gue kalo lo yang goblok, bukan gue," ujar Moa.
"Tapi gue nggak goblok, Mo."
Moa mengembuskan nafas kasar. "Lo goblok Vi, coba deh sadar."
Vio tersadar, hendak membalas dengan suara cemprengnya, namun ia urungkan.
"Momo!" panggil Rega dari luar sana.
Senyum Moa mengembang, ia bangkit dari duduknya. "Gue ke kantin duluan ya, Vi. Papay!" detik itu juga Moa berlari, meninggalkan Vio yang tengah menahan kuat-kuat amarahnya.
Vio menghela nafas kasar. "Lagi-lagi gue di tinggal sendirian, coba aja tinggalin guenya bareng cokep kayak Bian sama Kak Kev, gabakal sedih gue!"
***
Fay duduk di salah satu bangku reot yang berada di depan gudang belakang sekolahnya itu. Sesekali Fay berdecak kesal, kala seseorang yang di nantinya, belum juga menampakkan batang kayunya, eh, batang hidungnya.
Detik berikutnya, Fay menghela nafas kasar, orang yang di tunggu-tunggunya akhirnya datang.
"Busuk gue nunggu lo dari tadi!" kesalnya pada Rara.
"Ya kan, lo udah busuk memang." Fay mendelik mendengarnya.
"Apa lo bilang?!"
Rara nyengir. "Kagak, elah lagian kenapa sih, jauh-jauh ketemu di sini," sebal gadis pendek itu.
Fay berdecak. "Bacot, udah mana barang pesenan gue."
Rara menyodorkan tas kain kecil yang ada di tangannya ke pada Fay.
"Berapa?" tanya Fay.
Belum sempat Rara menjawab, Fay mengeluarkan dompetnya dari dalam tas, mengambil lima lembar uang seratusan dari dalam sana. Ya, Fay baru mengingat harganya.
"Ongkirnya berapa?"
Rara tersenyum manis. "Gratis ongkir buat lo."
Fay mengangguk, lalu menyerahkan uang itu kepada Rara.
"Ini cara pakainya gimana?" tanya Fay.
"Udah ada panduannya di situ," jawab Rara. Fay mengangguk.
"Yaudah, gue duluan ya, kalo lo mau pesen obat penambah nafsu makan juga, gue ada," ucap Rara, seraya tersenyum manis.
Fay berpikir sejenak. "Em,,, boleh deh, gue mau coba."
Senyum Rara semakin mengembang. "Oke!" semangatnya, seraya menyodorkan dua jempolnya kepada Fay, dan pergi dari sana meninggalkan Fay sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Teen Fiction[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...