Malam ini, sepasang suami istri itu tengah duduk menikmati makan malam mereka dalam suasana canggung. Ah tidak, lebih tepatnya hanya Fay lah yang canggung. Fay masih tidak menyangka, di usianya yang masih muda ini, dirinya sudah menyandang status sebagai seorang istri. Padahal sebelumnya Fay sama sekali tidak kepikiran jika akan menikah muda dan merelakan impiannya begitu saja.
Akan tetapi, Fay tidak lupa bersyukur, Tuhan memberinya seseorang yang sangat mencintainya, menerima semua kekurangannya dan melengkapi ketidak sempurnaannya. Fay sendiri tidak tahu, keputusannya mengambil jalan untuk menikah lebih awal ini merupakan keputusan yang tepat atau tidak, yang jelas Fay merasa bahagia. Bahagia karena tidak perlu lagi merasakan bagaimana di permainkan, di sakiti atau bahkan di kecewakan oleh banyak pria. Ya, meskipun Kay pernah melakukannya, akan tetapi itu sebuah kesalah pahaman. Dan ya, Fay rasa ia tidak perlu menyesal dengan keputusannya ini.
Fay kembali menyendokkan makanan yang beberapa menit yang lalu Kay order untuk makan malam mereka. Suasana hening tercipta, Fay sibuk bergelut dengan pikirannya, tanpa ia sadari bahkan telapak tangannya berkeringat. Mengingat kembali kejadian tadi sore saat dirinya di kamar bersama dengan Kay. Fay menelan susah makanannya, seolah tengah menelan kerikil. Jika boleh jujur, Fay ... takut. Ya, Fay paham, ini adalah kewajibannya, akan tetapi haruskah secepat ini?
"Gue belum siap," cicit Fay membatin, sesekali melirik Kay yang tengah fokus pada makanannya.
"Sakit nggak ya?" tanyanya lagi membatin.
Jika Fay tengah sibuk bergelut dengan pikirannya, maka beda lagi dengan Kay. Kay melahap makanannya dengan cepat, sesekali melirik ke arah Fay seraya tersenyum miring. Ah, demi apa Kay sudah tidak tahan. Katakan saja Kay mesum, Kay tidak peduli. Lagi pula, Fay kan sudah menjadi istrinya, jadi sudah seharusnya ia melaksanakan kewajibannya. Huh, sungguh, Kay sudah tidak sabar mengurung Fay di bawahnya hingga membuat gadis itu tidak berdaya karena kenikmatan yang ia berikan.
"Yang, udah selsai," ucap Kay seraya tersenyum manis.
Senyum yang jika Fay lihat, mampu membuat bulu kuduknya berdiri. Fay menelan susah salivanya. "I-iya, ka-kamu ke kamar aja duluan, a-aku mau cuci piring bentar," jawab Fay gugup.
Senyum Kay semakin mengembang kala mendengar kata kamar.
"Nggak papa, aku bantuin aja."
Fay menggeleng cepat. "Eh nggak usah, biar aku aja, a-akukan istri kamu, jadi udah kewajiban aku ngurus masalah dapur," tolak Fay cepat.
Masih dengan senyum di bibirnya, Kay menatap lekat manik mata Fay. "Kalo dapur itu kewajiban istri, berarti ... di kasur juga kewajiban istri dong," Kay menatapnya menggoda.
Lagi-lagi Fay menelan susah salivanya.
Fay tersenyum sambil menggaruk tengkuknya, lalu bangkit membereskan piring kotor bekas makan keduanya. Fay membawanya ke belakang.
"Gemes banget sih, istri gue," gumam Kay di akhiri kekehan.
"Makin nggak sabar aja gue," ujarnya lagi.
Kay bangkit dari duduknya, menyusul Fay, dan mengambil posisi mendudukkan sebelah pantatnya di meja pantry dengan sebelah kaki menopang beban tubuhnya. Kay melipat tangan di depan dada sambil menyaksikan gerak-gerik Fay yang tengah mencuci piring bekas makan tadi.
Kay tersenyum miring, berjalan mendekati Fay, lalu melingkarkan kedua tangannya pada perut langsung gadis itu. Dapat Kay rasakan tubuh Fay menegang di tempat.
"Udah selsai, hem?" tanya Kay, tepat di depan telinga Fay.
"I-ini lagi bentar, le-lepasin dulu tangannya, Sky," pinta Fay. Sial, padahal dirinya kira Kay sudah kembali ke kamar dan tidur. Fay juga sengaja memperlambat kerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Teen Fiction[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...