Fay dan Moa kali ini tengah berada di taman belakang sekolah. Karena kasus kesalah pahaman Vio, Fay lagi-lagi menjadi bulan-bulanan siswa lainnya. Beruntungnya, Moa selalu ada di samping Fay, menemani dan menenangkan gadis itu.
"Sumpah demi Tuhan Mo, bukan gue yang udah foto rumah Vio, apalagi sampe permaluin dia kayak gini, lo percaya kan Mo, sama gue?" tanya Fay. Fay berani sumpah, jika bukan dirinya yang melakukan ini semua.
Moa memegang pundak Fay seraya tersenyum. "Gue percaya sama lo, Fay."
Fay menghela nafas lega, setidaknya apa yang ia pikirkan tentang Moa yang juga tidak akan percaya padanya, tidak benar-benar terjadi.
"Lo nggak bakal ninggalin gue sendiri kan, Mo? Lo bakal tetep percaya sama gue kan?"
Moa menghela nafas kasar, meraih tangan Fay, menggenggamnya erat. "Fay, kita sahabatan bukan baru setahun dua tahun, gue udah tau gimana lo, dan gue rasa lo juga udah tau gimana gue. Jadi, nggak ada alasan buat gue nggak percaya sama sahabat gue sendiri," ujar Moa sungguh-sungguh.
Fay tertegun mendengarnya. Tanpa ia sadari, bulir bening lolos begitu saja dari pelupuk matanya.
"Makasih, Mo." Fay menarik Moa ke dalam pelukannya, begitupun dengan Moa yang membalas hangat pelukan Fay.
Akan tetapi, pelukan hangat dua sahabat itu harus terlepas karena Kevin datang ntah dari mana. Kevin menghampiri Fay, terlihat raut khawatir dari wajah pria tampan itu.
"Yoona, kamu nggak papa?" tanya Kevin, menelisik setiap inci wajah sang adik.
"Nggak papa, Bang."
"Trus kok nangis? Ini mukanya kenapa merah banget gini?" tanya Kevin khawatir.
"Iya Fay, perasaan Vio namparnya sebelah doang, kenapa jadi merah semua gini?" celetuk Moa yang baru sadar akan wajah Fay.
Fay tersenyum tipis, namun tak urung, dalam hati ia juga merasa heran. "Nggak papa kok," jawabnya.
"Yaudah, gue ke kantin ya, beliin lo makan sama minum," ujar Moa.
"Iya Mo, minta tolong ya, Yoona tadi pagi nggak sarapan, bekal yang gue bawa kelupaan di tas," ucap Kevin yang langsung di balas acungan jempol oleh gadis bertubuh pendek itu.
"Bang Ke, Vio salah paham sama gue." Fay menatap sendu Kevin dengan mata yang berkaca-kaca.
Kevin merangkul pundak sang adik. "Kamu tenang aja, yang penting bukan kita kan, yang ngelakuinnya? Kan kita langsung pulang waktu itu." Kevin mencoba menenangkan Fay. Baru saja kemarin dirinya mendoakan agar adik sepupunya ini jauh dari masalah, tetapi hari ini, gadis itu sudah menghadapi masalah lagi. Terlebih, bukan dia pelakunya. Ntah salah apa gadis itu sehingga menanggung semua beban masalah yang jelas-jelas orang lain yang berbuat.
"Kira-kita, siapa ya yang udah fitnah gue?" tanya Fay.
Kevin terdiam. Sedari tadi, dirinya pun memikirkan tentang itu, namun dirinya tidak menemukan titik terang, bahkan ia sama sekali tidak ada curiga dengan siapapun.
"Fay!"
Mendengar namanya di panggil, Fay menengok ke arah kiri, ia mendapati Kenan yang tengah berjalan ke arahnya. Lagi-lagi Fay melihat raut khawatir dari pria itu.
"Lo nggak papa?" Kenan mengambil posisi duduk di samping kiri Fay, sedangkan Kevin di samping kanan. Jadilah, Fay di apit oleh kedua pria tampan itu.
Fay tersenyum tipis. "Nggak papa kok, Ken."
Kenan mengangguk sekilas. "Gue percaya sama lo, lo nggak mungkin ngelakuin itu sama sahabat lo sendiri," ucap Kenan seraya tersenyum, menatap Fay lekat. Lain halnya dengan Kevin, yang menatap Kenan seolah menilai pria itu mulai dari ucapan bahkan tatapannya pada adik sepupunya itu.
"Dan lo tenang aja, gue udah jelasin semuanya sama Kay tentang hubungan kita," ujar Kenan lagi.
Fay tersenyum lega mendengarnya. "Makasih Ken," ucapnya tulus. Jujur, ia bersyukur sekali mempunyai orang-oramg yang selalu ada dan mendukungnya di sampingnya. Fay sangat bersyukur.
Jika Fay sudah mulai lega mendengar apa yang di ucapkan Kenan, lain halnya dengan Kevin yang menatap orang yang berdiri di depan sana dengan tatapn penuh amarah.
"Ngapain lo kesini?!"
Fay terkejut melihat Kay yang sudah berdiri tepat di depan ketiganya dengan jarak yang cukup jauh.
Fay tersenyum manis. "Sekai?"
Kay menatap tajam mulai dari Fay, Kevin dan terakhir Kenan. Kay mengepalkan tangannya di samping badan.
"Mau apa lo?! Belum puas nyakitin Yoona?!" tajam Kevin.
"Gue nggak ada urusan sama lo," jawab Kay dingin, membuat Kevin seketika naik pitam.
"Bangsat lo!" Kevin hendak bangkin berniat menghajar Kay, akan tetapi di tahan oleh Fay.
"Udah Bang, gue nggak papa kok." Fay mencoba menetralkan emosi Kevin.
Lain halnya dengan Kay yang saling melempar tatapan dengan Kenan. Kay menatap Kenan tajam, sedangkan Kenan, menatap Kay dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Sekai, l-lo udah dengerkan, penjelasan Kenan?" tanya Fay, memberanikan diri.
Kay berdecih, setelahnya pergi dari sana.
"BANGSAT EMANG LO, YA!!" teriak Kevin emosi.
***
Sepulang sekolah, Fay membersihkan diri lalu turun makan berdua dengan Kevin. Ya, Disha belum pulang bekerja, jadinya hanya mereka berdua saja. Setelah selesai makan, Fay kembali ke kamarnya, begitupun dengan Kevin. Pria itu akhir-akhir ini mulai sibuk dengan materi-materi pelajaran untuk persiapan ujiannya.
Di dalam kamar, Fay berjalan kesana kemari seraya mengipas-ngipaskan tangannya di depan muka.
"Kenapa wajah gue panas gini," ujarnya pada diri sendiri. Sebenarnya, ia merasakan ini sejak tadi siang, pada saat Kevin menyadari wajahnya yang memerah, namun kali ini panasnya lebih sangat kerasa di banding tadi.
Fay berjalan menuju meja riasnya, memperhatikan pantulan wajahnya. Jantung Fay berdetak kencang kala melkhat tampilan wajahnya yang memerah, bahkan Fay baru sadar, jika kulit wajahnya terasa sangat tipis, bahkan urat-urat hijau wajahnya sedikit terlihat.
"Kenapa bisa gini sih," panik Fay, bahkan air matanya sempat menetes, namum dengan cepat ia mengelapnya.
Fay mengambil skincare yang waktu itu ia beli pada Rara. Ia menatap skincare itu dengan raut tidak terbaca.
"Apa gara-gara ini?" tanyanya bergumam sendiri. Terhitung sudah satu bulan lebih dirinya memakai produk itu. Dan baru kali ini dirinya mengalami kejadian seperti ini. Fay semakin panik di buatnya.
Fay mengambil ponselnya dari atas nakas yang berada di samping ranjang. Ia mengotak-atik benda pipih itu, mensearch tentang apa yang terjadi pada wajahnya.
Setelah beberapa menit mencari-cari, Fay membelalak dengan jantung yang berpacu dengan sangat cepat. Fay menggelengkan kepalanya, sebelah tangannya meraba-raba wajahnya yang memerah.
"Nggak mungkin, kata Rara produk skincare ini nggak ada kandungan me-merkurinya," ujar Fay, mencoba meyakinkan diri.
"Tapi kenapa gejalanya sama persis," ujarnya lagi. Fay semakin panik dengan pikiran yang di penuhi berbagai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada wajahnya. Sungguh, Fay tidak ingin itu, Fay tidak mau wajahnya kembali seperti semula, di pemuhi jerawat, terlebih akan semakin parah dari semula. Tidak, Fay tidak ingin itu!
TBC
HAYOLOH WAJAH FAY KENAPAAA HIKS
HUAAAA MAAF LOH BARU UPDATE HIKS:"
NTAH KENAPA AKHIR-AKHIR INI AKU NGGAK ADA SEMANGAT UPDATE, :' APA KARENA KALIAN YANG NGGAK SEMANGATIN KALI YA HIKS:')
DAH YA, JAN LUPA VOTE DAN SPAM KOMEN!!
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Ficção Adolescente[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...