Bel pulang sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Kedua remaja yang baru saja menjalin hubungan itu, tengah berjalan menuju parkiran untuk mengambil kendaraan dan segera pulang ke rumah. Siapa lagi jika bukan Kay dan Fay.
"Nih, pake jaket gue aja. Cih, sok peduli!" gerutu Kay bergumam seraya memakai helmnya dengan raut wajah kesal.
"Padahal hoodie gue lebih bagus, bermerk lagi!" gumamnya lagi.
"Nih, helm lo!" Kay menyodorkan helm milik Fay dengan sangat tidak ikhlas.
"Dih, gitu banget," cibir Fay, seraya memakai helmnya, lalu naik ke atas motor Kay.
"Dari pada lo, lebih dari itu!" balas Kay mencibir.
Fay mengerutkan kening. "Maksud lo? Lo nggak suka gue pake jaketnya Kenan?" tanya Fay.
Kay mencebikkan bibirnya tanpa di ketahui oleh Fay. "Tau, males jawab!" setelahnya ia melajukan motornya keluar area sekolah dengan kecepatan tinggi, hingga membuat Fay memekik dan reflek memeluk perutnya.
"LO BISA PELAN-PELAN NGGAK SIH, HAH?!!" geram Fay berteriak.
Kay tidak mengubris, ia semakin menambah kecepatan laju motornya.
Fay memejamkan mata seraya mengeratkan pelukannya. Berdoa dalam hati agar dirinya selamat sampai tujuan dengan bagian tubuh yang utuh dan yang terpenting yaitu masih bernyawa.
Di sela-sela doanya, Fay berpikir apa yang membuat sang pacar terlihat sangat marah. Fay berpikir keras. "Apa karena gue nerima pinjeman jaket Kenan?" tanyanya bergumam, masih memejamkan matanya. Ya, jaket itu milik Kenan. Pada saat keduanya keluar dari toilet, Kenan sudah berada tepat di depan mereka, dan menawarkan jaketnya untuk di pakai oleh Fay. Tentu, tanpa persetujuan siapa-siapa, Fay menerimanya.
Fay berdecak. "Masa gitu doang marah, lagian kan dia juga yang nggak mau daleman gue di liat orang lain. Harusnya dia berterima kasih dong sama Kenan karena udah minjemin gue jaket," gumamnya lagi.
Tidak ingin memikirkan itu lagi, Fay terdiam, merasakan angin yang seolah menampar wajahnya. Tangannya pun semakin erat memeluk perut sixpack milik sang kekasih.
Selama perjalanan tidak ada yang membuka suara, bahkan Kay sangat fokus ke arah jalan sana. Tidak membutuhkan waktu lama, keduanya kini sampai di rumah Kay. Fay mengerutkan kening, kenapa pria itu melewati rumahnya?
Fay turun dari motor Kay. "Kenapa nggak nurunin gue di rumah?" tanyanya, namun Kay tidak menjawab.
"Masuk," pintanya, menunjuk rumahnya sendiri dengan dagu.
"Ngapain? Gue mau pulang ganti baju dulu, baru kesini main sama Debay."
"Ck, masuk buru!" paksa Kay.
"Apaan sih! Gue mau pulang dulu ganti baju ish!" lama-lama Fay kesal juga.
Kay menatapnya jengah. "Masuk dulu, astaga! Susah banget tinggal masuk doang."
Dengan perasaan dongkol sekaligus terpaksa, Fay berjalan memasuki rumah itu dengan menghentak-hentakkan kakinya. Sesampainya di ruang tamu, Fay menatap Kay penuh tanya."Buka tu jaket," pinta Kay.
Mata Fay membola. "Mau ngapain? Mau macem-macem ya, lo?" tuduhnya.
Kay berdecak. "Tinggal buka, susah amat, heran."
"Nggak mau lah, gue mau bawa pulang trus cuci, besok harus gue kembaliin ke Kenan," tolak Fay.
"Biar gue aja yang cuci, besok gua juga yang balikin ke orangnya."
"Nggak usah, biar gue aja."
Lagi-lagi Kay berdecak. "Gue aja. Buru lepas."
Lama-lama Fay emosi. Gadis itu menatap Kay tajam. "Lo apa-apaan sih! Orang gue yang pake, berarti gue yang cuci lah! Lagian lo kenapa sih?! Nggak suka gue nerima pinjeman jaket Kenan, iya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
INSECURE LOVE (END)
Fiksi Remaja[ YU DI FOLLOW DULU YUUU ] _AREA DI LARANG INSECURE!!!_ "Gue buruk banget ya?" lirihnya, bertanya ntah pada siapa. Fay tersadar, ia mengusap kasar air matanya. "Harus ya, semua cewek itu cantik? Harus ya, putih? Glowing? Nggak jerawatan? Body goals...