Tiga

25.2K 2.4K 38
                                    

Dari samping, profil laki- laki itu memang hawt banget kayak istilah cewek- cewek zaman sekarang ini. Tingginya barangkali mencapai 180 sentimeter, dengan kulit kecokelatan dan rambut hitam cepak. Selain bekerja di dinas pertanian, lelaki itu juga mempunyai usaha ternak ayam dan ikan untuk konsumsi. Kabarnya, dia juga join dengan temannya menanam sayur di daerah Kopeng, selain beternak ayam di Ngaliyan dan Lerep. Secara keseluruhan, laki- laki berusia 34 tahun itu sudah memiliki semua material sebagai seorang suami idaman masa depan. Sebuah tangkapan bagus bagi para ibu- ibu yang punya anak gadis.

Ratri berusaha menahan nafas. Bau parfum mobil yang terus menerus menyerang indera penciumannya itu seolah pamer. Sebuah HRV hitam nan gagah dengan interior elegan. Dia masih merasa kesal karena pengeroyokan Bude Nani, Bulik Darti dan Mbak Windi. Mereka semua membuat Ratri terpaksa meninggalkan motor matiknya di rumah Bude Nani dan pulang bersama lelaki menjengkelkan yang sedang tekun menyetir di sampingnya ini.

Jarak rumah Bude Nani ke rumahnya sendiri sekitar  20 menit perjalanan dengan mobil. Melewati satu kompleks pemakaman umum dan rumah legendaris Mbah Sarinten, rumah tua yang di halamannya terdapat banyak pohon nangka. Dan kaitan pohon nangka dengan wewe gombel dan genderuwo, yang dulu sempat membuat Ratri takut, kini terasa amat konyol.

"Udah nggak takut lagi sama rumah Mbah Sarinten?" adalah kalimat pertama yang keluar dari sepasang bibir tebal berwarna keunguan akibat gempuran nikotin bertahun- tahun. Lehernya berputar ke arah Ratri sekilas.

"Hm," gadis itu menggumam malas. Sedari tadi ia sibuk berkutat dengan ponselnya yang sedang ramai di grup soal Mbak Arantxa yang kembali adu mulut dengan CTO perusahaan kosmetik yang memang masih tergolong muda itu. Ya usia Pak Rayyan memang masih 29 tahun. Lulusan MIT yang hari pertama menginjakkan kaki di gedung Bhuana Intan sudah bikin geger kaum berkromosom X. Alhasil, Ratri tersenyum- senyum sendiri.

"Lagi seru banget kayaknya," cetus lelaki itu. Kali ini tanpa melirik ke arah Ratri. "Hm..." gumam Ratri acuh tak acuh. Baginya ia sudah cukup berkompromi dengan kehadiran lelaki itu di sampingnya. Lelaki yang Ratri rasa akan menambah daftar penyebab sakit kepala.

"Kamu kerja di mana?"

"Kantor,"

"Kantor iya..." terdengar bunyi desahan, lalu diikuti tawa kecut. Hal itu juga nggak membuat Ratri berminat menoleh ke arah lelaki ganteng yang duduk di sebelahnya itu. Padahal jika yang berada diposisinya adalah gadis lain, mereka pasti sudah berebutan untuk membuat lelaki itu senang. Tapi yang satu ini berbeda. Ratri seolah alergi dengan lelaki yang punya lesung di pipi kanannya.

"Berapa lama rencananya di sini?"

Kali ini, Ratri yang merasa risih, menoleh ke arah Bhaga. "Emang kamu perlu tahu?" alisnya terangkat. Menukik tajam. Dalam keremangan cahaya yang dihasilkan oleh lampu mobil, Bhaga bisa melihat pesona yang dimiliki sepupu dari sepupunya itu.

Wajah jutek itu memang kerap membayangi Bhaga. Dan Ratri adalah tipe perempuan yang sangat menawan dengan kejutekannya.

Bhaga mengangkat kedua bahunya. "Kan aku cuma nanya,"

"Terus kepentingannya apa?"

"Kita punya masalah, ya?"

"Setahuku enggak."

"Kalo gitu kenapa dari tadi sengak banget?"

"Oh, Mas tersinggung?" sepasang mata kecil itu kini membola. "Sori, deh."

Mas? Mau nggak mau, Bhaga tersenyum geli. Ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya. Perasaan asing yang perlahan memasukinya secara lembut.

Kalau orang lain yang memanggilnya Mas, dia biasa saja. Bahkan dengan nada mendesah sekalipun, namun yang ini berbeda. Bahkan kata Mas itu diucapkan dengan nada tinggi.

Ratri kembali menekuni ponselnya. Kali ini chat dari Nila membuatnya meledakkan tawa.

Nila: Gini aja Mbak, Mbak Arantxa ke kantor pake coat. Dalemannya lingerie gitu. Tak jamin pasti Bos Rayyan bakal mimisan. Percaya deh...

Alex: Nila sayang...ide lo sinetron banget, sih. Yang laen napa. Lo kebanyakan baca hisrom kali ya. Sekali- sekali baca Stephen King, dong!

Alin: Ya. Atau Texas Chainsaw.

Alex: nggak nyambung lo,

Donnie: ada kabel noh di gudang...

Alin: gudang kantor?

Donnie: bukan. Gudang Baba Halim.

Nila: boleh ambil?

Donnie: boleh dong...

Donnie: asal lo mau jadi bini keduanya...

Nila: oh. Gue sih mau, Don.

Alin: jangan diterusin deh...

Nila: kenapa emang? Koh Halim ganteng, kok.

Nila: yang bikin gue segen itu, kan orang chinese anunya enggak disunat... So gue takut punya gue nggak muat...

Donnie: astoge@$%&+?!!!!

Alex: kan udah dibilang sama Alin tadi.

Alin: Kan udah dibilang sama Alin tadi

Donnie: kan udah dibilang sama Alin tadi

Diandratri: kan udah dibilang sama Alin tadi.

Alex: ada yang baru muncul, nih.

Donnie: ada yang baru muncul, nih.

Nila: Ratriiiiiiii....gue kira lo diculik mister grey, Nek! Dicariin sama Koko Tjandra tadi siang. Lo dibawain dimsum. Tapi yang nyikat trio Dondong tuh...

"Udah sampe," suara berat nan rendah itu mengembalikan Ratri ke dunia nyata. Dia melihat ke sekitarnya. Bhaga bahkan mengantarkannya sampai depan teras. Mobil- mobil berjajar di carport samping rumah. Ada Chevrolet milik Mas Rivan dan Honda Jazz punya Mbak Milla.

"Makasih," kata Ratri singkat. Meskipun kurang menyukai sopirnya malam itu, dia tetap tahu sopan santun.

"Iya. Besok mau Mas jemput?" tanya Bhaga, ketika tangan Ratri hendak meraih pegangan pintu. Dan seperti yang Bhaga duga sebelumnya, gadis itu cuma memberinya tatapan sengit.

***

Roda- roda mobil HRV hitam itu kembali menggelinding di jalan. Membelah malam yang kian tua dan gelap. Senyum samar masih tersisa di bibir merah keunguan itu. Bahkan jok yang diduduki Ratri terasa masih menguarkan harum perpaduan antara vanila dan bergamot. Tidak begitu menyengat. Bahkan halus melenakan.

Diandra Ayudia Ratri Ardhanareswari Wibisono. Nama yang anggun, seanggun orangnya. Dulu sekali sewaktu gadis itu masih kelas dua SD, Bhaga suka meledeknya mirip Bai Suzhen dari Legenda Siluman Ular Putih. Rambutnya yang sering diikat tinggi di puncak kepala dan hobi berteriak "Ciaaat!" sambil menendang ke segala arah. Kadang gadis itu juga membawa kipas dan berlagak jadi tuan puteri.

Waktu itu usia Bhaga 18 tahun. Ia baru saja lulus SMA dan hendak melanjutkan ke UGM lewat jalur SNMPTN. Dalam masa itu, Bhaga sering main- main ke rumah Pakliknya. Paklik Yanto-- adik dari ayahnya. Di sanalah ia pertama kali melihat gadis imut itu, lantas terpesona. Memang terlihat seperti paedofil, karena menyukai gadis yang jarak usianya bahkan lebih muda sebelas tahun darinya.

Tahun- tahun berikutnya, ia menjalani kehidupan layaknya mahasiswa lelaki berusia muda dengan gejolak yang membara. Ia mulai punya pacar. Dan dengan gaya berpacaran khas anak kota yang membuat Ibunya sempat istighfar. Tiga tahun belakangan ia bertobat dan hari ini, Tuhan mempertemukannya kembali dengan tuan putri kecilnya dari masa silam. Namun sang tuan putri kali ini tidak semenggemaskan beberapa tahun silam. Melainkan menggairahkan.

***

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang