Duapuluh sembilan

13K 1K 2
                                    

Yang tidak diketahui orang lain adalah Asti menghilang selama tiga hari ketika Bhaga berada di Jakarta.

"Wis krungu kabar to, Mas?" ( Sudah tahu kabar to Mas?) tanya  Fadli begitu Bhaga turun dari motornya. Lelaki itu memang lebih suka naik motor ketika bekerja karena naik mobil sama saja dengan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk terkena serangan stroke. Sebab pada pagi hari baik Semarang atas ataupun Semarang bawah pasti dipadati pemotor yang hendak berangkat sekolah maupun ke kantor.

"Kabar opo to, Dli?" ( Kabar apa sih, Dil) Bhaga meletakkan tas di atas mejanya. Hari ini seharusnya mereka ada rapat untuk membahas gagal panen di beberapa tempat di kabupaten Semarang. Bhaga duduk di kursinya sementara Fadli berdiri di depan meja lelaki itu. "Anaknya Pak Supardjo itu kemarin nggak pulang o Mas. Pak Supardjo nya tanya aku apa mbak Asti pergi sama mas tapi terus aku bilang kalau mas ngajak mbak Asti pasti kan izin dulu,"

Bhaga manggut- manggut. Itu menjelaskan kenapa Pak Supardjo menghubunginya kemarin. Dan celakanya dia lupa membalas chat WhatsApp Pak Supardjo.

Bhaga baru masuk kerja pada hari Selasa, karena dia baru tiba di Semarang pada hari Senin. Lelaki itu lantas membuka ponsel untuk mengecek WhatsApp milik Asti yang ternyata nggak aktif, kemudian mengecek sosial media milik gadis itu.  Postingan terakhir Instagramnya mengatakan dia otw. Kemudian ada foto plang " Kampung Kopi Banaran".

Bhaga terdiam. Dia nggak mengenal satupun teman Asti.

***

"Nggak mau makan siang?"

Entah angin apa yang membawa mahluk ini ke kantor Ratri. "Ini mau makan siang kan?" jawab Ratri dengan muka sengak. Mungkin beruang grizzly bakalan takut melihat wajah gadis itu saking juteknya.

Jadi siang itu Ratri keluar bersama Ranya dan Nagisa. Rencananya mereka mau nyobain restoran baru yang ada di seberang gedung kantor mereka, namun ketika baru menginjak lobi gedung KKM itu, mata Ratri mengenali mobil Lexus hitam yang tempo hari mengangkutnya saat pingsan di acara kantor itu. "Kita duluan deh, " Ranya dan Nagisa cabut duluan sambil saling lirik ketika pintu  Lexus itu terbuka dan seorang pria berkemeja hitam yang dipadukan dengan celana jins turun dan melempar pandangan ke arah Ratri.

Ratri melangkah hendak menyusul kedua temannya, namun pria itu menahan lengannya, yang sontak mendapatkan pelototan garang dari gadis itu. " Apa- apaan..."

"Kamu nemenin aku makan siang." Belum sempat Ratri bicara, Bentala sudah menariknya masuk ke dalam mobil.

Ratri mutung. Sama sekali nggak mau noleh ke arah pria yang kini duduk di sampingnya, di balik kemudi. Bentala hanya menoleh sekilas. Keduanya hanya diam hingga mobil itu melaju perlahan mendekati warung tenda yang menjual masakan Cina yang di spanduknya terpampang logo halal. "Turun," perintah Bentala mutlak.

Ratri malah melengos.

Bentala menghela napas dalam. "Oke. Kalau tetap mau di sini. Aku nggak tanggung jawab kalau kamu pingsan lagi. " Bentala turun dari mobil. Mau nggak mau, Ratri mengikutinya karena dia sangat lapar. Sepagian tadi dia mengecek website Kencanawungu InVid. Jumlah kunjungan website meningkat, dan sejauh ini semuanya baik- baik saja belum ada pengaduan terkait produk yang baru mereka luncurkan atau produk- produk yang sudah lama beredar di pasaran.

"Mau makan apa?"

"Pak saya pesan mie goreng seafood," Ratri nggak menggubris lelaki itu, dan malah mendekat ke arah bapak- bapak yang sedang sibuk di depan wajan wok nya. "Nggak dianggep. Ya sudah bayar sendiri. "

Mereka duduk di bangku panjang. Karena letaknya di pinggiran jalan raya, bising dan panasnya sudah nggak tertahankan lagi. Tapi Ratri masih mampu bertahan. Pramusaji mengantarkan dua gelas berisi es batu, dan Bentala mengambil dua botol teh dari showcase yang berdiri di pojokan. "Biasa makan di mal ya?"

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang