Delapanbelas

13.7K 1.2K 20
                                    

Dalam menjalin persahabatan nggak pernah terlintas dalam pikiran Ratri untuk menaruh rasa pada salah satu diantaranya. Baginya, keberadaan Alex dan Donnie nggak lebih dari sekedar teman berbagi suka dan duka. Sementara menurut pendapat Alex, memulai hubungan dengan sahabat sendiri adalah awal masalah besar baginya. "Buat gue sih suka sama sahabat nggak ubahnya kayak semacam incest!" komentarnya pada suatu hari.

Sementara Alin menganggap Donnie terlalu lempeng dan kurang seru kalau diajak pacaran, dan Alex terlalu berisik, annoying, hiperaktif, belagu.

"Sorry to say nih ya, gue nggak tertarik sama mereka berdua. Satunya lempeng. Satunya pecicilan!"

Lalu ada Nila yang dunianya selalu merah muda. Yang tatapan matanya selalu ditujukan untuk Donnie seorang, namun hingga detik ini Donnie nggak menyadarinya. Atau lebih tepatnya nggak mau menyadarinya.

"Bener nggak sih menurut lo, kalau Donnie tuh mirip Edward Chen si artis Tiongkok itu?!"

Di dalam kamar kosnya pada sisa malam itu, Ratri hanya bisa menggeleng. Persahabatan ini memang banyak menuntut perhatian.

***

Paginya setelah membereskan kamar kos, Ratri pergi keluar untuk membeli sarapan di gang sebelah. Dia sedang ingin mengudap sesuatu yang ringan pagi ini. Pilihannya pun jatuh pada martabak mini, risol bihun, dan mendut. Sesampainya di kosan ia membuat kopi sebelum memindahkan makanan ke dalam piring dan duduk di atas karpet di depan televisi.

Menyalakan televisi yang terhubung ke jaringan WiFi kos- kosan. Hari ini dia ingin menghabiskan waktu untuk bermalas- malasan setelah minggu penuh tantangan yang dijalaninya belakangan ini.

Marathon serial What's Wrong With Secretary Kim karena dia selalu suka Park Seo Joon, terkadang kalau masokisnya kambuh dia akan nekat menonton ulang serial drama China berjudul Ashes of Love. Bagian akhir drama itu bikin keran air matanya bocor, dan lagi- lagi dia selalu suka pada Deng Lun juga Leo Luo cukup ganteng jadi bos di serial yang dimainkan bersama Bai Lu itu.

Kopi dan camilan siap di atas meja. Mungkin jadi kucing malas ada baiknya juga sesekali. Karena toh semua  beban hari liburnya seperti cucian sudah dibereskan sejak subuh tadi.

Segalanya terasa sangat sempurna pagi ini tanpa gangguan Nanda atau teman- temannya yang berisik. Akhir pekan begini penghuni kos memang banyak yang pingsan di kasur paling nggak sampai tengah hari nanti, dan baru saja bibirnya terbuka untuk melahap mendut isi unti kelapa favoritnya itu, handphone yang sedang dicas di atas nakas bergetar. Ratri mengutuk dalam hati. Benda itu mati sejenak untuk mengulangi getarannya yang bikin emosi jiwa.

Sebaiknya ini telepon penting, karena jika bukan, siapapun peneleponnya bakalan dia sembur sampai gosong meskipun dia bintang Hollywood dari planet Abracadabra sekalipun.

Malas- malasan ia bangkit dan tatkala melihat identitas peneleponnya, dahinya mewiru heran. Mama?

"Halo, Ma. Assalamualaikum, Mama baik- baik saja kan?" Ratri menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Harap- harap cemas, kalau- kalau ada sesuatu yang buruk terjadi di rumahnya.

"Waallaikumsalam, Tri. Mama baik. Kamu sendiri gimana?"

"Alhamdulillah, Ma. Ratri sehat."

Biasanya mama menelepon setiap sore. Jarang sekali mama menelepon pagi- pagi begini, Ratri melirik ke arah jam di atas nakas. Setengah delapan pagi.

Perasaannya semakin nggak karuan.

"Ma?" sekali lagi Ratri memastikan, "Mama yakin mama nggak kenapa- napa?" tanya Ratri.

"Mama oke, Tri. Cuma... kalau mama cerita kamu jangan panik ya,"

Ratri bersiap- siap jika yang didengarnya akan semacam merubah dunianya. "Dana kabur dari rumah,"

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang