Lima

24.6K 2.1K 25
                                    

"Sotonya enak ya, kok tak liatin dari tadi kamu tetap di sini?" tanya sebuah suara rendah dan berat. Bagi sebagian cewek, deep voice emang bisa bikin klepek- klepek, namun nggak bagi Ratri. Deep voice sama halnya dengan berpeluang dengan bajingan. Entah teori dari mana itu. Yang jelas dulu suara Ergi juga begitu. Dan dia selingkuh dengan alasan Ratri yang nggak bisa menuhin kebutuhannya sebagai lelaki 24 tahun yang sehat secara jasmani dan rohani juga sexually active.

Beuh!

"Ya gitu deh," jawabnya acuh tak acuh. Alasan Ratri ngepos di gubuk soto adalah karena dia malas ngantri. Gubuk- gubuk lainnya terlihat padat dijejali orang dewasa hingga bocah. Ada lima belas gubuk makanan. Sejujurnya yang menarik perhatian Ratri adalah gubuk sate dan tahu gimbal. Di Jakarta juga banyak yang jualan tahu gimbal tapi jelas nggak semantap kalau ngerasain dari daerah asalnya.

"Nggak banyak yang suka soto." Lelaki itu mulai bermonolog, nggak tahu juga ke mana arahnya. Yang jelas tahu- tahu Ratri jadi pusing. Pasangan pagar bagusnya kali ini terlalu banyak ngomong buatnya.

Ya gimana, orang baru putus emang nggak mood buat mulai hubungan baru secepat itu. Meskipun tujuan Bhaga mendekatinya bukannya juga mau pedekate. Dia kan pengusaha. Dan pengusaha biasanya suka cari- cari relasi aja. Nggak ada maksud.

"Kamu lagi nggak enak badan? Mau kuambilin teh jahe di belakang,"

"Nggak usah, Mas. Aku cuma bosan. Ngantuk." Katanya berusaha sesopan mungkin.

"Mau diantar balik? Kan acaranya udah selesai," lelaki itu melirik ke arah pergelangan tangannya, di mana sebuah jam tangan berwarna hitam nan elegan melingkar. "Udah jam setengah dua belas juga,"

Tatapannya berubah sayu. Dan itu bahaya. Lelaki bermata sayu adalah bahaya laten bagi banyak perempuan. Apalagi yang ngumbar perhatian ekstra macam begini.

"Ntar aku minta anterin Dana atau Praka aja deh, Mas. "

"Dana lagi tepe- tepe sama cewek dari keluarga pengantin laki, tuh."

Ya memang. Tapi kelihatannya cewek yang lagi dimodusin Dana, nggak lebih cantik dari Dana sendiri. Padahal itu cewek juga udah bela- belain pakai bulu mata palsu tiga lapis. Tapi kalah cetar sama punya Dana yang hitam panjang alami tanpa bantuan maskara, eyeliner apalagi bulu mata palsu.

Tiba- tiba Ratri ingin tertawa. Dan ajaibnya gadis itu benar- benar tertawa. Membuat Bhaga yang berdiri di sampingnya menoleh ke segala arah. Lalu ikut tertawa. Nggak tau juga apa yang diketawain. Tapi yang jelas hatinya menghangat dengan cara yang menyenangkan.

***

Ratri mengerutkan keningnya sewaktu mendapati Bhaga yang berjalan di belakangnya sewaktu akan pamit pulang. Rencananya dia mau bareng mobil Mas Rivan. Gadis itu berhenti mendadak, lalu berbalik menghadap lelaki yang kini menjulang di hadapannya dengan muka inosen. Kayak nggak punya dosa. "Mas ngapain buntutin aku?" tanyanya judes. Blakblakan khas Ratri.

Bhaga memamerkan senyum miringnya. "Aku nggak ngikutin," balasnya santai. Acara sudah selesai sejak dua jam yang lalu. Bahkan Ratri sudah mengganti kebayanya dengan daster mickey mouse punya Mbak Windi karena entah mengapa dia nggak bisa menemukan bajunya di manapun di kamar Mbak Tari. Sementara itu, Bhagapun kali ini sudah mengenakan kaus warna hitam dan celana jins warna senada. Rambutnya sudah awut- awutan dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Dia nggak mirip seorang PNS penyuluh pertanian, tapi lebih mirip bocah tua nakal.

Ratri melengos dan kembali berjalan di samping rumah Bude Nani yang dijadikan untuk tempat cuci piring dadakan. Dia sedang mencari Mama atau kakaknya, dan di samping rumah Bude Nani ini ada pintu yang terhubung ke dapur outdoor.

Bude Nani memang punya dua dapur. Dapur Indoor buat masak sehari- hari atau bikin kue. Bude jago bikin kue. Dan dapur outdoor digunakan jika ada acara- acara besar di rumah.

Ratri menemukan Mas Rivan sedang memegangi salah satu anak kembarnya yang lagi berdiri di tepi kolam ikan. Ratri berjalan mendekati.  Dahinya mengernyit sesekali karena panas matahari yang menyengat. "Mas nggak balik to?" tanyanya seraya berjalan mendekati sang kakak.

"Ya ini nunggu Mama, Mila sama Riris," jawab Mas Rivan. "Eh, tolong jagain anakku sebentar, aku mau ada perlu sama Hernowo. Mumpung ketemu di sini," kata Mas Rivan. Mas Hernowo adalah putra bungsu pakde Soeharno. Usia mereka sepantaran dan membuat Mas Rivan langsung panggil nama. Seharusnya Mas Rivan manggil Mas Nowo itu pakai embel- embel Mas, mengingat Pakde Soeharno jelas lebih tua dibanding Mama mereka.

Ratri ingat jika lebaran tiba, keluarga mereka terlebih dahulu sowan ke rumah Mbah Putri di Ambarawa. Mbah Putri adalah Ibunya Bapak, lalu keesokan paginya setelah salat ied, mereka baru pergi ke rumah Pakde Soeharno. Bude Dartik mesti sudah menyiapkan sangu di dalam amplop kecil bergambar aneka kartun. Jajanan di rumah Pakde 40% persen didominasi biskuit kalengan dari perusahaan biskuit yang melegenda di Ungaran yakni Nissin Biscuit. Lain lagi dengan Bude Nani yang hobi bikin kue, jajan di rumahnya seratus persen bikinan sendiri. Jajan kalengan di makan sama Dana sendiri. Nah di acara- acara kumpul keluarga begitu, Mas Rivan dan Mas Nowo selalu punya agenda tersendiri.

Terkadang sewaktu lagi bandel- bandelnya dulu, diam- diam Mas Rivan, Mas Nowo dan beberapa sepupu laki- laki yang lain akan punya rencana iseng. Mengumpulkan uang sangu lebaran mereka buat beli obat mercon.

Setelah itu mereka akan bikin mercon sendiri yang segede lengan preman di kawasan Kaligawe itu, lalu dikerek di pohon sawo. Yang membuat Mas Rivan akhirnya dapat cambukan ikat pinggang dari Bapaknya. Begitupun dengan Mas Nowo. Namun sayang, kata kapok hanya terucap ketika mereka sedang dihajar bapak masing- masing.

---

Ratri menggendong Kresna-- satu dari dua kembar kepunyaan Mas Rivan, karena Pandu itu lengket sama Mbak Riris. Sepeninggal Mas Rivan tadi, Kresna langsung mengerucutkan bibirnya dan menggapai- gapai ke arah Mas Rivan pergi. Sekarang bocah lelaki berusia empat tahun itu masih saja menangis, meskipun Ratri sudah mengeluarkan benda- benda ajaib penarik perhatian dari dalam saku daster mickey mouse berwarna putih agak pink ( Ratri sendiri juga agak bingung mendeskripsikan warna daster yang sedang dikenakannya).

Ratri memamerkan kontak motornya yang masih terparkir di garasi, permen mint penyegar napas, permen yupi dapat dari Citra, ponsel, dan bocah empat tahun berkulit putih, berpipi montok, berambut lurus mirip Mbak Riris serta jidat jenong yang menggemaskan itu langsung diam ketika Ratri menyodorkan hp.

Perhatian Kresna kini teralih pada benda pipih persegi panjang tersebut. Tangisnya yang tadi kencang berubah jadi sesunggukan. Ratri mengajak Kresna duduk di paviliun belakang rumah Bude Nani, karena rimbunan daun Mangga, rambutan dan jambu nggak lagi bisa menangkal panas yang menyerang langsung kepalanya.

Ratri sedang mencarikan video yang layak untuk ditonton oleh anak berusia empat tahun ketika tahu- tahu bunyi decakan mampir ke telinganya. "Kalo kayak gitu caranya, banyak balita yang bakal keracunan gadget. Nggak kreatif banget ngemongnya kalo apa- apa disodorin gadget. Anak rewel disodorin hp, dikit- dikit hp. Gimana sosialnya mau berkembang kalo saban- saban dicekoki hp melulu," tanpa mengalihkan fokusnya dari ponsel, Ratri sudah tahu, siapa laki- laki yang mau sok- sokan ikut campur tanpa diminta itu. Dan sudah dari dulu- dulu Ratri percaya sama feelingnya bahwa lelaki satu ini memang reseh dan menyebalkan.

***

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang