Tiga belas

16.8K 1.3K 5
                                    

Akan tetapi, pada keesokan harinya, mbak Ara tidak muncul di kantor. Menurut Jenny, perempuan itu sedang berada di pabrik di Bekasi bersama beberapa pers untuk membuktikan bahwa cat Paintlux tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti yang dituduhkan. Alhasil, Ratri berangkat tanpa ada briefing lebih lanjut.

Namun, tepat  pukul sebelas, Gretha, PR yang juga terhitung senior di HSS Goldeneye itu muncul dan mendengarkan ide mereka. "Good. Gue suka ide kalian. Meskipun sekarang ini kondisi kita lagi nggak bagus," perempuan itu menggeleng dramatis.

Wajahnya kuyu, namun tetap tenang. Dulu Gretha pernah sukses menyelesaikan konflik tentang Kencanawungu kosmetik yang katanya mengandung merkuri dan hydroquinone. Hanya karena produk itu bisa memutihkan wajah dalam kurun waktu delapan Minggu. Lagipula, Gretha tergolong lebih lunak ketimbang Arantxa.

"Tapi for now, kita mesti maju terus. Meyakinkan konsumen. Menggandeng sebanyak mungkin pihak untuk mendukung," katanya tenang.

"Oke, " dia mendesah. "Silahkan kalian kerjakan tugas masing- masing yang udah dibagi Ara kemarin," mata lebar Greta menyapu sekelilingnya. Meskipun hanya lima orang, namun keberadaan mereka sangatlah penting saat- saat begini. Bulan- bulan ini HSS Goldeneye grup seperti panen isu.

Hanya ekapedisi mereka yang tetap berjalan anteng seperti biasa.

---

Ratri tiba di Summer Sky tepat setelah makan siang. Hari ini dia nebeng Alex yang ada meeting  di kawasan Senopati, sebab kantor Summer Sky juga masih satu kawasan. Ratri belum pernah duduk di balik kemudi selama berada di Jakarta.

Lalu lintas di kota ini bikin ngeri dan stres.

"Halo, mau minum apa?" tanya seorang cowok yang tiba- tiba menyambutnya dengan senyum kelewat ceria. Entah siapa dia, yang jelas, Ratri baru melihatnya sekarang.

Mencoba untuk tak mempedulikan keanehan cowok itu, Ratri mendekat ke arah seorang gadis yang lagi menggunting kuku di meja penerima tamu.

"Mbak Tata ada?"

Si gadis dengan penampilan yang lebih meriah dari lampu kelap- kelip di pasar malam itu hanya melirik sekilas ke arah Ratri. Tanpa minat pula.

"Wah, gue aja dikacangin, kok lo berani- beraninya ngacangin klien pula!" cowok kurus dengan kaus warna hijau menyedihkan melekat di tubuhnya itu kini telah berkacakpinggang di samping meja penerima tamu.

"Anterin ke dalam deh kalo mau, " kata gadis itu acuh tak acuh.

"Ya lo telepon Mbak Tata dulu, kek. "

"Sorry, deh." Si gadis berambut sebahu dengan make- up seperti penari kabuki itu melambai ogah- ogahan. Membuat Ratri mau tak mau merasa kesal karena dipermainkan.

Begini kelakuan karyawan EO yang katanya lagi naik daun? Begini?

"Eh, non!" kata si cowok tadi. "Kalo Bang Bentala nggak perhatiin lo pake tepung beras sekarung ya lo marahnya cukup sama dia aja dong, masa klien juga kena getahnya,"

Si penari kabuki melengos. Dan si kaus hijau cuma mengangkat bahu acuh tak acuh. Ratri merasa makan siangnya tadi menguap begitu saja. Sekarang dia seperti kurang gizi.

"Udah Mbak mari saya antar,"

Untung saja drama segera berakhir.

Ratri mengekor langkah cowok berkaus hijau yang bau parfumnya benar- benar bikin gadis itu mual. Definisi bau tujuh rupa benar- benar cocok dengan cowok kurus, berkulit gelap yang dengan percaya dirinya mengenakan kaus hijau cerah ini.

---

"Ini Bentala Nugraha. Panggil Benta. Bukan Bento, ya. Benta!" Mbak Tata melambaikan tangannya. Jujur saja, Ratri tidak mengerti dengan humor perempuan itu.

Sementara raut wajah Ratri sudah berubah menjadi semakin pucat. Sejak tadi keanehan yang terjadi di kantor ini sudah menguras emosinya. Kalau ini adalah suguhan humor, entah mereka punya selera humor tingkat dewa atau Ratri sendiri yang garing.

Gadis itu memang terkadang tidak begitu nyaman berhadapan dengan orang baru secara personal. Sebagai PR, Ratri tergolong cuek. Dia lebih mirip seperti robot yang disetting untuk ramah kepada setiap orang. Tak heran terkadang Mbak Ara mengeluh bahwa Ratri salah jurusan. Itu sebabnya dia lebih sering diminta untuk mengurus press release, ketimbang berhadapan dengan manusia hidup. Tapi sejauh ini perkembangan Ratri cukup memuaskan, setelah Arantxa menguliahinya panjang lebar.

Namun belakangan gadis itu menelan semua rasa tak nyaman itu. Sebenarnya pekerjaan ini cukup menyenangkan.

"Oh, duduk dong! Gimana, gimana? Ara udah kasih komando?"

Ratri akhirnya menghempaskan tubuh di atas kursi berlapis kulit imitasi. "Mbak Ara nggak datang," katanya.

"Oh, ini Bentala, BTW," ulangnya, karena matanya menyorot geli ketika lelaki berambut ikal yang melewati kerah kemejanya itu hanya mengamati Ratri seolah gadis itu adalah objek penelitian terbaru. Ratri mengulurkan tangannya, lantas menyebut nama.

Entah mengapa dia jadi rikuh begini. Seharusnya ini tidak begitu melibatkan banyak orang. Dan bisa berjalan secepat mungkin. "So, gimana-gimana? Ara suruh cari konsep sendiri, kan? Kebiasaan emang itu orang. Habis gimana, sibuk juga sih." Mbak Tata segera mencerocos.

Gayanya macam mereka sudah kenal puluhan tahun saja. "Uh, si Malik mana? Kok nggak buruan bawain minum kek. Apa kek! Panas- panas gini itu enaknya ngomong sambil minum. Eh, Ben. Ngapain elu ngejogrok kayak patung selamat datang di situ. Duduk sini!" tapi si empunya nama tetap berdiri menyender di kusen pintu. Membuat Tata mendecak tak sabaran. "Aduhhhh!" teriak Tata dari balik kursi kebesarannya. "Eh, elo Ben. Mendingan ngapain kek. Sumpah gue tuh enek liat muka lu yang lempeng!"

Ratri jadi bingung sendiri. Dia datang ke tempat ini untuk kerjaan, dan berbuntut berada di tengah-tengah konflik antara Tata dan so- called- Ben. Yang entah siapa ini. Yang jelas dari pertama kali lihat, Ratri sama sekali tidak sreg dengan model wajahnya. Mengingatkannya pada seseorang dengan muka menyebalkan yang sama. Muka- muka belagu banget dan sok ganteng. Muka yang harusnya udah dia lupakan di Ungaran sana.

"Elo kenapa diem?"

"Habis acara Mbak Tata kayaknya juga belum kelar," nekat Ratri menjawab pertanyaan Mbak Tata yang sepertinya cuma sekedar nanya aja. Perempuan itu malah manggut-manggut. Mengawasi sosok Ratri dari atas ke bawah dengan penuh penilaian. "Gue lihat-lihat elo emang masih muda."

"Kapan kita mulai kerja?"

"Wah, " sepasang mata itu berbinar. "Gue suka yang model begini! Keren juga rekrutran si Ara kali ini. Nggak cuman modal tampang sama rok cekak doang! " si Mbak Tata masih cengengesan ke arah lelaki yang tetap berdiri di kusen pintu. "Kita mulai kali gitu. Eh, Ben. Sini lu, mau kerja apa ngejogrok di sono!"

***

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang