Enampuluh Empat

18.8K 1.4K 25
                                    

Pesta pernikahan itu benar- benar menjadi ajang reuni keluarga besar dan teman- teman Ratri. Sepanjang jalan di depan rumah Ratri dipasangi tenda dan panggung untuk pelaminan  yang megah bergaya Jawa dengan gebyok dan ornamen- ornamen khas Jawa yang njelimet bagi generasi Ratri. Ada dua ribu tamu yang diundang, termasuk teman- teman Ratri dari Jakarta, dan teman barunya di kantor Semarang. Teman- teman SMAnya yang masih berhubungan dengannya. Beberapa teman kuliah yang kebetulan sama- sama berdomisili di Semarang dan sekitarnya. Dapur penuh dengan tukang masak andalan yang disewa mamanya atas rekomendasi Bude Nani dan Bu Wiwik Wilujeng, tenda- tenda makanan berjejer di halaman rumah sampai keluar. Mereka akan menyajikan 17 jenis makanan berat, 12 aneka minuman, dan banyak macam snack. Untuk suvenir Bhaga ngotot memesan kerajinan dari kayu berbentuk Warak Ngendog, yang membuat bos- bosnya dari Jakarta kegirangan.

Anna malah nggak berhenti nggasaki alias ceng- cengin Ratri dengan Bhaga. "Ini lho Pak yang dulu main Titanic- Titanic an di lobi hotel. Ada adegan mewek- meweknya pula."

"Lho kamu nggak rekam?" tanya Pak Davos. Bu Intam juga datang bersama suaminya. Pak Helmi, Mbak Arantxa, Mbak Gretha yang agak aneh dan curiga melihat keberadaan Bentala yang terasa menyatu dengan keluarga Ratri. Ranya, Nagisa, Adisty--- yang sejak datang sudah menarik perhatian para bujangan, termasuk Dana. Yuke, Kintan, Ghea, Zelda yang datang digandeng Alex, Nila yang datang bersama ibu dan kakaknya, Donnie dan Alin  yang datang bareng mobil Alex dan Zelda. Bahkan sampai Jito, Nanang, sampai Yudi. Adam, Tony, dan Anna datang bersama. "Iya lo, Pak. Ini dulu yang bikin Ratri nangis- nangis di toilet setiap malam." Sahut Ghea, ketika selesai sesi foto bareng diringi biduanita bertubuh semlohai dan pakaian tertutup tapi menonjolkan lekuk liku tubuhnya,  yang menyanyikan lagu Bahagia versi Happy Asmara.

Dari pihak Bhaga ada teman- teman kuliahnya, teman kantornya yang dulu, Fadli datang menggandeng seorang perempuan manis yang bukan Rani, Sholeh datang bersama Kirani yang sudah menggendong bayi. Tapi roman wajah perempuan itu tampak jengkel melihat Bhaga dipajang di pelaminan dalam pakaian adat Jawa berupa beskap lengkap dengan blangkon warna putih bersanding dengan gadis cantik dalam balutan kebaya berwarna senada, putih tulang. Paes ageng di dahinya membuat perempuan itu tampak semakin anggun dan cantik, membuat teman- teman SMP Bhaga yang gemar nongkrong di angkringan Kabul dulu tertawa- tawa mengejeknya. "Woalaaah iki sing jenenge Diajeng Ratri... Piye Dik, Mas isih ngganteng ora? Wis tuwo lho iki..." Danu dan Arik tertawa- tawa. "Jangkrik tenan cah iki iso oleh bojo sing isih kinyis- kinyis ngene," Aziz menimpali. "Kene silihi bojomu nggo foto- foto," Danu mengusir Bhaga dari samping Ratri dengan cara menariknya paksa, kemudian dia dan empat orang teman lainnya berdiri berderet di samping Ratri yang tersenyum tipis- tipis, karena nggak menyangka teman suaminya datang dari spesies semacam ini. Salah satu temannya yang berewok bernama Anjas memberikan ponsel berkamera tiganya ke tangan Bhaga. Membuat pria itu melongo.

" Yo ayo gage difoto! Habis ini tak nyanyiin lagunya Mister Big. Nah, lagu kenanganmu toh kuwi?!"

Akhirnya Bhaga terpaksa rela jadi juru foto, dikerjai teman- temannya yang edan, sableng, kentir, gendeng.

Pak Supardjo datang bersama Asti, Azmi, Bude Win dan Pakliknya Asti. Teguh, Yandi, dan Rika datang bersama pasangan dan anak mereka. "Wah akhirnya laku juga ya bapak kita yang satu ini. Ora mung numpuk duwit tok wae!" Seru Rika menepuk- nepuk lengan Bhaga. Prasthi datang bersama istrinya yang cantik dan anaknya yang berusia empat tahun. Prasthi dulu terlambat punya anak. Lelaki itu menggeleng dengan raut muka penuh kebanggaan khas seorang sahabat. Lalu ada Nanda yang datang ditemani Ableh, Akbar dan Tante, Bapak, serta satpam kos. Pokoknya meriah. Saking meriahnya, setelah acara itu kelar, Ratri sudah nggak bisa mengencangkan tubuhnya yang sejak pagi tadi dibebat dengan korset dan stagen. Sudah begitu MUA bilang supaya Ratri jangan mandi keramas takutnya nanti hujan deras dan tamu- tamu urung datang. Padahal rambutnya sudah kaku karena pengaruh hairsprai. Mukanyapun juga jadi terasa memakai topeng tebal sebab riasan dari MUA beraliran Jawa totok ini lapis tujuh.

Meskipun riasannya setebal ondel- ondel, selama berada di pelaminan tadi Bhaga nggak lepas menatapnya. Mungkin suaminya itu takut kalau- kalau Ratri berubah wujud secara mendadak. Sebab mereka harus dipingit selama dua Minggu yang bikin Bhaga kelimpungan karena ya selama ini hubungannya dengan Ratri nggak bisa dikatakan seperti hubungan yang normal. Banyak salah pahamnya, banyak satru nya, jarang rukun, jarang ketemu, jadi ya wajar saja kalau lelaki itu inginnya berduaan saja.

"Bisa nggak sih Dik nggak usah ada pingit- pingitan kayak begini? Ini video call saja nggak dibolehin lho sama Mbak mutik. Ora elok jarene..." Ujar Bhaga dengan tampang melas dua minggu yang lalu. Mereka hanya berbicara via telepon berjam- jam setiap malam sehingga Bhaga harus digremengi Mbak Mutik. Celakanya Mbak Mutik ini laporan ke Ibuknya juga. Dan buntutnya Bhaga dimarahi beramai- ramai oleh para mahluk berkromosom X itu.

Kado bertumpuk di kamar Ratri. Gadis itu lelah luar biasa dan hanya ingin tidur sekarang, karena malas melihat kamarnya yang mirip kapal karam, dia akhirnya menyusup ke kamar ibunya. Setelah melepaskan segala atribut yang menempel di tubuhnya, dia memakai daster ibunya yang ada di lemari lantas berbaring dan menarik selimut hingga ke dagu.

***

Usai acara, Bhaga kepingin menyusul istri barunya ke dalam kamar. Tapi teman- temannya malah mengajak main gaple di depan. Saat hendak bangkit untuk yang kesekian kalinya, Danu bertanya, "Mau ke mana? Sini main gaple dulu. "

"Lha kok kalian ini pada tega sama aku. Aku iki lho nikahnya telat. Sekarang aku sudah punya istri sah, cantik, kinyis- kinyis, yang lagi nunggu di kamar buat buka kado,"

"Ealah... Ora iso! Lungguh kene disik. " Danu dan Anjas menariknya duduk di kursi  yang sudah dipenuhi kartu remi dan jajan manten yang masih banyak sekali jumlahnya, diiringi suara Mbak Via Vallen dari speaker sound system yang mengalunkan Konco Turu dengan merdu dan mendayu- dayu. Bhaga memukul kepalanya berulang kali. Pikirannya ada di dalam kamar pengantin. Wajahnya nelangsa. Malam ini dia terpaksa menunda untuk melampiaskan  kedaulatannya sebagai suami  terhadap istri sahnya.

***

Teman- temannya memang pada kentir semua. Masa Bhaga baru dilepaskan jam dua pagi. Setelah beronde- ronde permainan remi yang bikin dia dedhel dhuwel karena dikerjai konco- konco kurowony itu. Rumah sudah sepi. Para rerewangan tidur bergeletakan. Ada yang di ruang tamu, ruang tengah. Seketemunya tempat pokoknya. Untungnya Bhaga sudah tahu di mana letak kamar Ratri karena saat berganti kostum tadi mereka digiring ke kamar Ratri yang baunya wangi. Namun setelah ritual senyum miring di depan pintu dengan bayangan istri cantik menunggu, tangannya membuka kenop pintu, dan kaget bukan main karena nggak menemukan siapapun di dalam kamar itu selain bertumpuk- tumpuk kado yang tersebar di dalam kamar. "Gusti....Bojoku kok ilang..." Dia menepuk jidat duduk menggelosor di ambang pintu. Seperti bocah umur lima tahun yang mutung karena nggak dikasih jatah permen. 

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang