"Nih," Anna menyerahkan bungkusan nasi. Ratri menoleh dengan raut muka kebingungan. "Apaan nih?"
"Ya makan siang lo, lah. Pingsan gue yang repot," jawab Anna cuek. Mereka baru saja site venue yang bakalan digunakan untuk menghelat peluncuran produk baru Kencanawungu Cosmetics, dan kini sedang duduk di dalam mobil yang tadinya mereka kendarai menuju GSO yang berada di kawasan Jakarta Barat. Anna tim marketing Kencanawungu itu mulai membuka bungkusan yang rupanya berisi nasi rames. Ratri memandanginya makan.
"Hei," gumam Anna agak salah tingkah, "lo nggak lagi naksir gue kan?"
Ratri membelalak. Naksir?
"Dimakan dong. Atau lo nggak doyan?"
Ratri mengangkat bahunya, mulai membuka bungkusan tersebut. Dalam seporsi nasi bungkus itu ada nasi, bihun goreng, telur dadar pedas, kering tempe, serundeng daging dan sambal tomat. Ada sebuah sendok plastik. "Nggak pernah makan beginian ya?" Anna mendesah. Putus asa dengan tingkah Ratri yang terlihat seperti bocah lima tahun yang baru tahu ada yang namanya nasi bungkus di dunia ini. Padahal makanan Anna sendiri sudah hampir habis. "Pernah kok," Ratri agak tersinggung juga jadinya, mulai menyendok sedikit bihunnya. Hmmm, lumayan enak. Serundengnya gurih, telurnya nggak amis, sambal tomatnya segar, dan surprisingly, nasinya masih anget. "Tenang aja. Itu belinya di langganan gue. Nasi bungkusnya selalu fresh kok,"
Ratri mengangguk ragu.
Dia sebenarnya lumayan akrab dengan beberapa anak marketing, karena memang kedua bidang itu saling berkaitan. Hanya saja Anna memang terhitung senior yang biasanya nggak turun ke lapangan. Usut punya usut, Anna adalah kepercayaan Bu Devia. "Lo tuh, gue bilangin ya, supaya nggak usah deket- deket si Bentala. Dia itu buaya!" tahu- tahu Anna nyeplos, membuat Ratri terbatuk- batuk, antara kaget dan tersedak parutan serundeng kelapanya. Anna memicingkan mata seraya mengangsurkan sebotol air mineral yang masih tersegel. Susah payah Ratri memutar tutupnya supaya botol itu mau terbuka dan isinya segara meluncur membasahi tenggorokannya yang gatal. Namun lagi- lagi dia gagal dan tampak konyol di hadapan Anna yang menggeleng dengan tatapan mencela. "Duh asli ya? Lo anaknya manja banget. Bener tuh kata Gretha!" desisnya. Tutup botol terbuka. Botol kembali diangsurkan ke arah Ratri yang segera meminumnya.
"Kok lo ngomongnya begitu?" Alis Ratri naik. Lebih ke penasaran ketimbang tersinggung. Memangnya kelihatan banget apa kalau dia selalu mencuri pandang ke arah Bentala saat di ballroom GSO tadi?
"Kenapa? Lo tersinggung ya gue bilang manja?"
"Bukan. Soal Bentala,"
"Oh," dia lagi - lagi manggut- manggut dan menstarter mobil untuk kembali ke kantor. "Ya kelihatan kok. " Jawabnya acuh tak acuh. Mobil mulai meluncur menjauhi area belakang hotel tempat mereka berhenti sejenak tadi. "Asal lo tahu, dulu dia juga ngedeketin Gretha," kemudian Anna diam, konsentrasi menyetir. Tapi mau nggak mau Ratri jadi penasaran.
Entah kenapa dia harus penasaran. Padahal dia tahu, Bentala memang masuk radar sebagai fuckboy sejak pertamakali dia melihatnya di Summer Sky. Biasanya tipe- tipe seperti itu nggak butuh banyak usaha untuk menjerat perempuan supaya tertarik dan pada akhirnya menyetujui diperlakukan dengan seenaknya. Lagu Play With Fire rancak menepis kesunyian di dalam mobil. Ratri terdiam. Melamun diiringi bait- bait berisi peringatan dari Nico Santos tersebut.
***
"Gimana hari ini site venue sama Anna?" tanya Nila antusias. Sore itu mereka berdua jalan ke mal. Nila berniat untuk mencari gaun yang akan dikenakan ke pertunangan sepupunya akhir pekan ini.
"Ya begitu deh." Nila kemudian menyeretnya masuk ke Zara. Brand itu memang selalu menjadi pilihan nyaman untuk mereka. Selain modelnya bagus, harganya juga masih tergolong affordable untuk kantong pekerja kantor. Meskipun Nila masih punya BOD alias Bank Of Daddy, yang mana sebagian besar kebutuhannya masih ditanggung sang ayah yang merupakan direktur sebuah maskapai penerbangan swasta, tapi Nila bukan tipe cewek yang berlebihan. "Gue nggak tahu ya kalau Anna itu orangnya to the point banget,"
Nila tersenyum. "Ya emang gitu." Nila mulai memilih- milih gaun yang cocok untuk dikenakan di pesta pertunangan yang akan diadakan di Mid Plaza tersebut. "Dresscode?" tanya Ratri membantu. "Black and tie,"
Ratri meluncurkan tawa merdu. "Kok ketawa? Lucu ya?"
"Ini pertunangan kan ya? Kok warnanya suram begitu?"
Alis Nila naik. "Mungkin karena pepatah itu,"
"Pepatah?"
"Black always make you look gorgeous!"
Mereka kemudian tertawa bersama- sama.
Nila akhirnya menemukan sehelai gaun cantik dengan panjang sebetis. Dengan detail lace di bagian atas, berlengan pendek model balon. Dia cukup puas, dan Ratri puas dengan pilihan sahabatnya tersebut.
Mereka kemudian duduk di sebuah kafe. Dua cangkir cokelat panas dan dua potong lemon tar menemani obrolan petang itu. Pada awalnya mereka menggosipkan soal anak tiri Bu Devia yang tempo hari datang ke Kencanawungu. "Ugh, lo tahu bagian sales, marketing, sama anak magang pada heboh deh!" Nila menjelingkan matanya ke atas.
"Gue denger umurnya udah tiga puluhan lebih kan?"
"Ya tapi siapa yang mau nolak sesuatu seganteng itu sih? Lo tahu Chris Hemsworth di Thor Ragnarok nggak? Kayak begitu penampakannya siapa yang mau nolak coba?" lagi- lagi Nila mengeluarkan ekspresi memuja. "Lagian suami Bu Devia kan orang Irlandia sih katanya. Wajar kan kalau punya anak yang begitu cakepnya,"
Ratri menyeruput cokelat panasnya, ketika handphone nya bergetar dari dalam saku tas. Donnie? Alisnya menukik naik.
Donnie: weekend ini free nggak?
Khas Donnie yang selalu to the point. "Siapa sih, Ra?" Nila bertanya penasaran, yang dijawab Ratri dengan lambaian tangan nggak enak.
Diandratri: free sih kayaknya.
Donnie: nemenin gw kondangan
Diandratri: oke.
"Temen lo? Apa cowok hawt di nikahan sepupu lo?" Nila memicingkan mata penasaran. Ratri tersenyum gugup. "Bukan." Dia menggeleng seperti robot yang lehernya rusak.
Nila untungnya percaya begitu saja. Ratri segera menyeruput minumannya untuk meredakan kegugupan. "Menurut lo Donnie itu gimana sih?" Nila bertanya tiba- tiba, dan Ratri tahu, adegan tersedak minuman karena kaget sudah nggak musim lagi, jadi dia mencoba sedaya upaya untuk menenangkan dirinya supaya nggak tersedak. Untung cokelat itu masih agak panas dan Ratri hanya menyeruput sedikit demi sedikit. "Nanyanya kok begitu?" tanya Ratri balik. Lebih berhati- hati kali ini. Karena dia takut salah menanggapi. Tapi sejujurnya sudah sejak lama dia agak curiga.
Senyum malu- malu mengembang di wajah cantik Nila, kepalanya kemudian tertunduk. Seperti dalam adegan film- film romansa picisan. Semburat merah menjalar dari leher ke pipinya yang bagai pauh dilayang. Putih mulus dan tanpa jerawat. Dan Ratri rasanya mau tertawa terpingkal- pingkal.
Namun ia tahan.
***
"Kenapa nggak ngajak si Nila aja sih, Don?"
Mata Donnie menyipit memandang Ratri seolah cewek itu adalah mahluk idiot bersel tunggal, kemudian mendesah lelah. "Lo tahu kan, gue menghindari konflik,"
Donnie memang pendiam, tapi entah mengapa dia suka semacam kehilangan kesabaran ketika menghadapi Nila. "Dia sebenarnya nggak bego," Nila membela. Malam itu mereka jadinya berangkat kondangan ke Sunter. Salah satu teman Donnie menikah. Donnie kembali menyipitkan matanya. Lagaknya mirip salah satu dosen Ratri yang selalu menyipitkan matanya ketika para mahasiswanya dirasa terlalu payah dalam merespon kelasnya yang membosankan. Lagu Breaking My Heart dari MLTR mengalun sendu dari stereo. Ratri cukup menikmati lagu- lagu dari band tahun 90 an tersebut. Malam itu Donnie meminjam mobil ibunya dan sejujurnya gaya menyetirnya boleh juga. Donnie jadi kelihatan manly banget. Dalam balutan batik warna cokelat yang senada dengan gaun selutut yang dikenakan oleh Ratri.
Dari Breaking My Heart berganti ke Blackbird milik The Beatles, bibir Ratri ikut menggumamkan lirik lagu yang cukup dihafalnya karena itu lagu favorit kakak lelakinya. "Ini yang bikin aku nyaman," tahu- tahu Donnie nyeletuk. Dan pilihan kata-katanya membuat Ratri sedikit heran.
Dan tanpa penjelasan mobil terus melaju ke arah Sunter. Meninggalkan Ratri yang masih merenungi kata- kata sahabatnya barusan.
Sahabat yang juga dicintai sahabatnya yang lain.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Soon To Be Husband
ChickLitRatri harus pulang saat saudara sepupunya menikah. Masalahnya dia barusan putus dengan Ergi, cowoknya yang doyan selingkuh. Terlebih, Mbak Windi memaksanya untuk jadi salah satu pagar ayu di acara tersebut. Dan celakanya, salah satu pagar bagus di a...