Ratri menggeliat.Entah mengapa dia merasakan panas di sekujur tubuhnya. Perempuan itu kemudian bangun dari tidurnya.
Tampak Bhaga yang masih terlelap di sampingnya.
Suaminya itu baru saja naik ke tempat tidur, karena harus lembur menunggui panen ayam di kandang. Salah satu mandor kepercayaannya sedang menunggui Ibunya yang sedang sakit.
Selama ini Bhaga memang kerap menunggui proses panen anak ayam yang menetas. Bukan karena dia tak percaya pada mandor ataupun anak buahnya, dia hanya ingin tahu sendiri, berapa prosentase penetasan anak ayam tersebut. Selain itu, kalau ada Bhaga para pegawainya malah senang.
Sebab Bhaga sering membawa makanan untuk para pegawai kandang yang panen pada jam dua dini hari.
Ratri turun dari ranjang karena merasa ingin pipis. Ia berjalan amat pelan karena bobotnya, meskipun terkendali akibat diet ketat, tapi menjelang hari kelahiran yang diprediksi akan terjadi dalam Minggu ini, dia merasa harus berhati- hati.
Selesai menuntaskan hajat biologisnya, gadis itu bermaksud untuk mengambil minum di dispenser dapur. Ketika memutar keran warna biru ke atas, tanpa bisa ditahan lagi, ada sesuatu yang mengalir dari sela- sela pahanya.
Padahal dia sudah pipis. Terasanya mengalir lancar dan banyak, dia pikir dirinya mengompol. Namun ketika kepalanya menunduk, dia mencium aroma amis darah.
Ratri hampir pingsan. Perutnya bereaksi dengan terasa kaku di bagian bawah. "Mas Bhagaaa!" panggilnya dengan suara lirih. "Mas..."
Soalnya jarak antara dapur dan kamar Ratri lumayan jauh. Terlebih daun pintu kamar mereka juga tebal dan dalam kondisi tertutup. Bhaga tak mungkin mendengar kalau dalam keadaan mengantuk berat.
Tapi Ratri tak mungkin menyerah. Kalau dia pingsan di sini, dia takut jika memang ini saatnya, sang bayi akan lemas di dalam kandungan kehabisan oksigen karena tak buru- buru dikeluarkan.
Ratri menggelosor. Tubuhnya sudah tak kuat menahan rasa mulas yang mulai intens datangnya. Dia melangkah ke kursi makan mendudukkan dirinya. Sungguh dia sudah nggak akan sanggup lagi bertahan.
Saat pandangan matanya tertuju ke arah meja makan, ia melihat salah satu ponsel Bhaga tergeletak di situ. Langsung ia meraihnya, untuk mencari nomor ponsel Mas Arif yang tinggal di belakang rumah.
Berulangkali dia mencoba, namun Mas Arif tak kunjung mengangkat panggilan tersebut. Sementara sakit di perutnya sudah tak bisa di tahan lagi. Ratri berulangkali mengambil napas, lalu menghembuskannya. Supaya merasa rileks, kemudian ia mencoba mendial nomor Mbak Mutik, istri Mas Arif.
Saat nada sambung mulai terdengar, kesadaran Ratri mulai hilang. Dia pingsan.
***
Bhaga langsung menandatangani dokumen persetujuan operasi sesar bagi Ratri. Istrinya itu sudah terlalu lemas. Dan bayi dalam kandungan Ratri denyut jantungnya sudah mengkhawatirkan. Jadi dokter Zamzami menyarankan agar melakukan tindakan SC. "SC cuma butuh waktu setengah jam. Bukan bermaksud mendahului, tapi Inshaa Allah prosentase keberhasilannya lebih besar. Kondisi But Ratri sudah tidak fit lagi. Detak jantung si bayi juga bisa- bisa melemah."
Selama menunggui Ratri di kamar operasi, Bhaga duduk diam kursi ruang tunggu luar ruangan milik klinik tempat dokter Zamzami praktik. Mas Arif menyodorinya sebungkus rokok filter sekaligus korek apinya.
Bhaga menyulut sebatang, namun baru lima kali hisapan, dibuangnya rokok itu ke pelataran samping klinik tersebut, untuk kemudian menyalakan sebatang lagi. Lagi- lagi baru dua hisapan, dibuangnya barang rokok yang masih panjang itu. Kemudian ia meraup wajahnya. Rambutnya. Merasa stres dan frustrasi pada saat yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soon To Be Husband
ChickLitRatri harus pulang saat saudara sepupunya menikah. Masalahnya dia barusan putus dengan Ergi, cowoknya yang doyan selingkuh. Terlebih, Mbak Windi memaksanya untuk jadi salah satu pagar ayu di acara tersebut. Dan celakanya, salah satu pagar bagus di a...