Duapuluh Dua

14K 1K 9
                                    

Akhirnya pulang juga.

Tapi nganggur sembari menunggu ojek daring pesanannya tiba, membuat Ratri menjadi agak ngantuk. Dia merindukan kasurnya di kosan. Tapi malam ini dia nggak bisa langsung tidur begitu saja.

Ada Dana.

Dan karena dia nggak terbiasa tidur satu ruangan dengan lawan jenis, meskipun itu saudaranya sendiri, maka dari itu dia mesti mengungsi ke tempat Nanda. Tapi Nanda hari- hari ini sering pulang jam sebelas malam karena menggantikan shift temannya yang resign menikah.

Ratri mendesah lelah.

Begini banget belakangan hidupnya akhir- akhir ini.

Ponselnya bergetar. Dia otomatis menyambarnya dari saku rok sebetis yang dikenakannya hari ini. Nama mamanya muncul di  layar.

"Halo, Ma, assalamualaikum," suaranya agak serak karena kelelahan.

"Waallaikumsalam, Nduk." Balas mamanya adem. "Lho, lagi sakit toh, Nduk? Suaramu sudah serak begitu. Masih di kantor?"

Dengan tololnya dia mengangguk. "Eh, iya nih Ma. Nunggu abang ojol. "

"Nggak usah naik ojek, naik taksi saja. Badanmu itu bisa remuk kalau dihantam angin malam terus. Pagi kamu juga naik ojek?"

"Nggak. Paginya aku bareng anak kos sampai ke halte.  Cuma pulangnya ini memang ribet. Kalau naik taksi ya dompet Ratri bisa jebol, Ma. Mahal banget," keluhnya.

Kalau seorang Ratri bisa sampai mengeluh itu berarti tubuhnya dan pikirannya sudah mengalami kelelahan akut dan butuh banyak tidur.

Sayangnya tidur adalah hal yang terlalu mewah untuk dia dapatkan hari ini karena dia mesti membereskan masalah tidur si Dana duluan.

Anak itu memang merepotkan. Tapi biar begitu juga Ratri sayang sama Dana.

"Makanya sudah Mama bilang, di Semarang saja banyak kerjaan kok, Nduk..."

"Dana ada di kosku, Ma." Ratri terpaksa memotong topik pembicaraan, sebab dia sedang malas membahas soal kembali ke Semarang yang pada ujungnya akan berakhir menjadi perdebatan, dan hal terakhir yang diinginkannya adalah menyakiti hati Mama.

"Lho yang bener?"

"Beneran. Tadinya aku mau hubungin Mama atau Mbak Windi, tapi hari ini aku masih hectic di kantor,"

"Oalah yo..."

"Aku sudah minta dia istirahat di kamarku. Kemungkinan nanti dia aku bukain kamar sendiri di kos cowok,"

"Iya ... Iya, Nduk. Mama ngerti sejak dulu kamu memang gampang risi. Apalagi tidur bareng cowok,"

"Mama mau bilang ke Bude Nani sendiri?"

"Ya. Tapi Budemu lagi ke Solo, ke tempatnya Tari..."

"Sebenarnya ada apa sih, Ma?"

"Yah, ini saru buat dibicarakan di telepon begini. Kamu  temenin dia ya, tenangin pikirannya. Bujuk supaya mau pulang... Kasihan ibunya ..."

Gimana mau nenangin kalau dia ngomong aja nggak mau.

"Iya, Ma. "

Sudah kadung terlanjur capek. Iyain aja biar cepet. Rumus jitu mempercepat obrolan.

"Ya sudah. Pulangnya naik taksi saja. Masalah uang, mama kirimin. Mama lebih nggak mau kalau kamu rontok di Jakarta tanpa ada yang jagain."

Dan telepon pun ditutup. Ratri bingung sendiri. Buat apa jauh- jauh kerja ke Jakarta kalau ongkos masih ditransfer mamanya?

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang