Pada suatu pagi di rumah sakit Setiabudi.
"Lho dokter Nilam..." Sapa bu Wiwik Wilujeng dengan ramah. "panjenengan nderek senam jantung sehat juga nggih, Bu?" dalam balutan setelan olahraga warna putih dengan aksen biru di bagian lengannya, Bu Wiwik ikut duduk di sebuah bangku cor. "Pripun kabare, Bu?"
"Wah, sae Bu Wiwik. Panjenengan nggih sae to, Bu? Kulo tingali kok tambah seger ngonten..."
( Wah, baik Bu Wiwik. Anda sendiri ya baik to, Bu. Say liat kok tambah segar saja)
Dua ibu- ibu usia enam puluhan itu saling tersenyum. Senam jantung sehat belum juga dimulai. Instruktur senam mungkin datang terlambat atau apa. Hari Sabtu ini langit Semarang juga mendung. Semendung raut wajah bu dokter Nilam yang duduk termangu di sampingnya.
"Kok kayaknya lagi susah, Bu. Wonten masalah nopo niki?"
Bu dokter Nilam menghela napas berat, lalu berkata. "Ini lho, Bu anak saya yang bungsu itu kan kerjanya di Jakarta. Tapi sekarang malah dimutasi ke Kutai. Tambah jauh, Bu. Sebenarnya saya itu ya penginnya ditungguin anak. Umur sudah segini, Bu. Dunia alhamdulillah sudah bisa kita raih, eh anak kita yang lari..."
"Oh, yang uayu tenan itu toh, Bu dokter?"
"Panggil nama saya saja, Bu. Kita kan sedang ndak dinas juga. Iya si Ratri itu. Dulu saya sama ayahnya izinkan dia kuliah di Jakarta. Weladalah kok keterusan sampai sekarang, Bu. Mana kita kan tinggalnya di atas gunung. Isinya jompo semua, saya sama mbok Rah itu. Kalau bisa ya maunya si Ratri yang nungguin Bu, karena waktu dia kecil kan saya jarang nungguin, saya masih sekolah waktu itu jadi ya repot kan, Bu."
Bu Wiwik Wilujeng mengangguk- angguk. Kemudian satu rencana bermain di kepalanya yang mengenakan hijab biru itu. "Ya kalau gitu dicarikanlah jodoh orang sini saja, Bu. Biar ndak ke mana- mana. Lha wong anak saya yang mbarep itu juga kayaknya susah jodohnya, Bu. Umur sudah pertengahan tiga puluh kerjanya masih luntang- lantung saja. Ndak ada istri. Saya jodohin ndak ada yang cocok, malah saya banyak dilabrak sama ibu- ibu gadis itu. Wis nelongso pokoke, Bu." Bu Wiwik sengaja pasang wajah melasnya untuk mendukung skenarionya. "Padahal larene bagus tenan, Bu, PNS, pengusaha, sudah punya rumah juga. Tapi kok ya jodohnya susah," si Ibu kini menggeleng nggak habis pikir.
"Lha putrane Bu Wiwik niku lak sing paring asmo Bhaga niku to, Bu?"
( Lha anak Bu Wiwik yang namanya Bhaga itu kan?)
"Inggih,"
Kemudian kedua ibu itu sama- sama mengangguk. Kemudian saling tatap dan tersenyum bersamaan. Dan penuh aura persekongkolan.
***
Bu Wiwik Wilujeng sampai harus mengerahkan sepuluh mobil untuk dibawanya melamar gadis yang sudah disepakati harus diterima Bhaga apa adanya tanpa banyak protes. Delapan mobil berisi saudara- saudara dan kolega yang datang dari Pati--- yang dari Bengkulu nunggu nikahannya dulu, soalnya harga tiket pesawat nggak murah--- para sepupunya, para iparnya diangkut semua dalam delapan mobil. Bhaga dipaksa mengundang teman- temannya, anak buahnya yang kerja di kandang, sampai yang di Yum's Chicken untuk diajak melamar gadis yang nggak jelas bentuknya, dua sisanya digunakan untuk mengangkut hantaran. Ada makanan dan tetek bengek lainnya. Di sini Bhaga merasa bahwa ibunya sudah berlebihan.
"Lha kok Mas Bhaga mecucu terus. Kan arep rabi? Oleh bojo. Oleh konco turu. Kok malah koyok wong mules ngono wajahe, Mas ...mas..." Arif berkomentar. Raut wajahnya heran karena ya orang mau nikah seharusnya ya senang gitu. Ini kayak mau dibawa ke tiang gantungan. "Lha calonnya cantik begitu lho,"
Mungkin dalam pikiran Arif, Bhaga akan melamar Ratri. Hah! Seandainya saja Arif tahu bahwa bosnya yang ngganteng ini sudah ditinggalkan dua kali. Lelaki itu mendesah. "Aku ndak jadi sama yang itu, Rif. Lha wong dia emoh sama aku," katanya getir. "Ya sudah. Yang penting nikah dan sama perempuan. Disyukuri saja siapa tahu yang ini juga cantik," Bhaga menepuk pundak Arif yang memasang wajah pilon, ora mudeng, sebelum bangkit dan pergi ke kamar untuk salin pakaian batik. Batik motif Sido Asih warna sogan cokelat tua yang khusus dibelikan oleh ibunya. Katanya batik yang berasal dari Solo itu melambangkan sifat saling asah, asih, asuh untuk kedua calon mempelai. Bhaga mencibir, kalau mantennya saling mencintai ya mungkin saja bisa terwujud simbol itu. Lha ini, aku saja ndak tahu siapa yang kunikahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soon To Be Husband
ChickLitRatri harus pulang saat saudara sepupunya menikah. Masalahnya dia barusan putus dengan Ergi, cowoknya yang doyan selingkuh. Terlebih, Mbak Windi memaksanya untuk jadi salah satu pagar ayu di acara tersebut. Dan celakanya, salah satu pagar bagus di a...