Story of Mr And Mrs Nirankara part XI

11.1K 1K 18
                                    

"Biar bagaimanapun, Mas tetap lebih dulu ketemu kamu, Sayang. Jadi, apapun yang terjadi nanti, sudah pasti Mas akan menyelamatkanmu. Anak bisa kita bisa bikin lagi. Atau adopsi. Tapi kamu... nggak akan ada duanya di dunia ini. Hatiku cuma satu, Sayang. Seutuhnya sudah buatmu. Nggak ada tempat untuk yang lain lagi...."

Ratri melempar pandangan ke luar kaca mobil. Gerimis menyirami jalanan. Aroma petrichor membuatnya sedikit relaks. Dua Minggu lebih ia harus menjalani perawatan di rumah sakit untuk memantau kondisi kehamilannya. Untung saja keadaannya  berangsur membaik. Dokter Zamzami sempat memberi opsi untuk kelahiran prematur. Bhaga langsung menyetujuinya karena nggak ingin melihat Ratri menderita lebih lama lagi. Menunggu bulan depan, mereka akan bertemu dengan bayi yang ada di dalam kandungannya saat ini. Tanpa sadar, Ratri mengelus perutnya yang mulai membuncit.

Mobil yang ditumpanginya ini menuju ke sebuah restoran di  kawasan Ambarawa. Bhaga mengajaknya makan sore  di tempat itu. Suaminya menyusul, karena saat ini Bhaga sedang dalam perjalanan dari Salatiga bersama beberapa orang temannya.

"Hujan, Bu." Pak Zainal sopir yang dipekerjakan Bhaga khusus untuk mengantarkan Ratri bila ia sedang ingin keluar rumah dan Bhaga kebetulan sedang berada di luar kota, tersenyum ke arah rear view mirror, di mana wajah Ratri tampak melamun.

Kalau Bhaga ada di Semarang, setiap sore suaminya itu pasti menyempatkan diri untuk membawanya jalan- jalan keliling kota. Paling sering ke Kota Lama Semarang. Menonton tukang becak gabut di kolam dekat stasiun Tawang--- menunggu penumpang sambil memancing. Atau ke klithikan --- pasar yang menjual barang bekas di belakang gereja Blenduk. Masih satu kompleks juga letaknya dengan Kota Lama. Pulangnya mampir ke Simpang Lima untuk kulineran. Belakangan Ratri jadi suka martabak telur dan susu cokelat. Kadang juga ke gemblong bakar di Pleburan. Yang penting jalan saja. Memutari kota. Seringnya  masuk ke jalan Menteri Supeno, lalu ke Pandanaran. Mampir ke toko buku. Koleksi buku Ratri kian menumpuk.

***

Restoran itu mempunyai pemandangan yang luar biasa. Sejauh mata memandang langit biru membentang memanjakan mata. Di kejauhan tampak pemandangan serbahijau, danau Rawa Pening dan kebun kopi menjadi latar belakang yang indah . Jam baru menunjukkan pukul setengah tiga. Bhaga bilang ia masih berada di tol Bawen. Dalam balutan gaun selutut warna lila , wanita itu tampak sangat menawan. Bengkak di tubuhnya sudah mulai mengempis. Dokter Zamzami mewanti- wanti agar Ratri pandai- pandai mengolah emosi kalau nggak ingin tensinya naik lagi.

Terkadang Ratri merasa lelah dengan semuanya ini. Segala keterbatasan yang diberlakukan padanya selama menjalani masa kehamilan ini seolah tiada akhir. Rasanya ia ingin menyerah dan pergi. Namun ada suara- suara dalam kepalanya untuk tetap berjuang mempertahankan bayi dalam kandungannya itu. Setidaknya kali ini saja. Satu kesempatan ini. Kalaupun harus melahirkan prematur, terima saja. Teknologi kedokteran semakin canggih. Cukup mempersiapkan diri saja. Ratri pasti bisa melewati ini semua dengan selamat.

Selama ada Bhaga di sisinya. Yang menguatkannya.

Ia memejamkan mata.

Mulai menarik napas... kemudian menghembuskannya perlahan.

Inhale... Exhale...Inhale...Exhale...Inhale...

Matanya kontan terbuka ketika kecupan lembut mendarat di pelipisnya. Ia menoleh, Bhaga menyambutnya dengan senyuman tiga jari. Tampak kerut- kerut di sudut matanya. Seketika itu juga perasaan cinta di hati Ratri membuncah. Meruah. Ia kemudian masuk ke dalam rengkuhan suaminya. "Kangen, ya?" tangan Bhaga yang besar, kasar, namun hangat itu membelai kepalanya dengan lembut. Bibirnya mengecup rambut istrinya yang halus itu. "Mas bau nggak? Belum mandi soalnya. Tadi langsung ke sini." Bhaga menjauhkan Ratri dari pelukannya supaya bisa mengamati sosok istrinya dengan lebih leluasa. Kedua tangannya memegangi bahu Ratri. "Aku mau lihat istriku yang cantik banget pakai baju warna ungu bunga terompet!"

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang