Story of Mr. and Mrs Nirankara

19.4K 1.3K 24
                                    

Ratri harap- harap cemas. Pagi itu dia bangun lebih awal daripada sang suami yang masih terlelap. Dia sempat diam sejenak mengamati wajah yang terlelap damai. Dua tahun setelah pernikahan itu, setelah mengalami pahit- manis menjalani rumahtangga, pertengkaran- pertengkaran kecil, keguguran tiga kali, rasa percaya yang menyusut, di sinilah dia akhirnya tiba. Dengan benda pipih yang dibelinya diam- diam. Semoga kali ini dirinya tidak dikecewakan oleh alat tersebut. Sebab ia tahu, suaminya juga menunggu hadirnya buah hati dalam pernikahan mereka. Pernikahan yang didasari atas nama cinta.

Semakin hari, Ratri semakin merasakan bahwa perasaan itu kian besar melandanya, menginvasi hati dan pikirannya. Lambat laun, dia tahu apa dan bagaimana cinta itu. Yang tumbuh detik demi detik pada setiap kebersamaan yang mereka lalui berdua.

Bhaga adalah lelaki sabar dan perhatian dan beruntung sekali Ratri dapat memilikinya secara eksklusif. Maka dari itu kali ini harapannya sangat tinggi. Meskipun ini sepertinya masih terlalu dini. Tapi perempuan itu tidak bisa menghempas rasa excited yang membanjiri benaknya.

Satu bulan yang lalu, Bhaga membawanya bulan madu untuk yang ketiga kalinya di Lombok. Tepatnya Gili Trawangan. Dua Minggu menghabiskan waktu bersama, mereguk madu cinta, ia pikir akan membawa calon putra yang mereka nanti- nantikan kehadirannya. Kendati suaminya sudah memperingatkan Ratri agar jangan terlalu memaksanya. " Hidup sama kamu saja Mas sudah merasa terpenuhi, Dik. Nggak perlu kita terburu- buru, kan. Mas lebih takut kehilanganmu. Karena Mas lebih dulu ketemu kamu," kata suaminya, ketika suatu pagi mereka terbangun sehabis maraton bercinta di kamar resort. Lelaki itu memandangi wajah istrinya, mengecup keningnya, kedua kelopak matanya, kedua belah pipinya, kemudian bibirnya. "Janji sama mas, kamu nggak boleh terlalu maksain diri." Tangannya yang besar dan berbulu lebat itu turun ke perut Ratri, mengelusnya pada kulit telanjang istrinya itu.

Namun sikap sabar yang ditunjukkan Bhaga malah membuat Ratri semakin terpacu untuk bisa hamil, dia tahu suaminya itu didesak oleh ayah mertuanya untuk segera punya anak.

Setelah berkutat beberapa menit dengan alat tes kehamilan dan menunggu selama beberapa saat, raut wajan excited Ratri berganti dengan roman kekecewaan kala hanya melihat satu garis pada alat tersebut. Gadis itu kemudian duduk di atas toilet dengan hati kacau.

Dia gagal lagi.

Tanpa disadarinya, air mata sudah meleleh di pipinya. Ia menundukkan kepala, merasa frustrasi pada dirinya sendiri.

Terdengar suara pintu di ketuk dari luar. Tangis Ratri semakin menjadi. Pintu terbuka, memperlihatkan sosok wajah suaminya yang masih saja menawan di usia yang beberapa bulan lagi akan mencapai kepala empat, meskipun kerutan di sudut matanya mulai menampakkan diri. Wajahnya gusar melihat sang istri menangis.

Bhaga berjongkok di hadapan sang istri yang menangis memegangi test pack. Diraihnya benda itu dari genggaman sang istri, kemudian giliran tubuh istrinya yang direngkuhnya dalam pelukan. "Mas kan sudah bilang sama kamu, Dik. Jangan maksain diri. Kalau kamu stres kayak gini, Mas juga yang sedih." Bisiknya, membelai rambut istrinya. "Sudah ya? Mulai sekarang kamu nggak boleh sedikit- sedikit beli atau ngecek pakai test pack. Atau Mas bakalan balik pakai karet pengaman lagi," peringatnya, seraya menyentil hidung mungil tapi mancung milik istrinya itu.

***

Semenjak keguguran untuk yang ketiga kalinya, Bhaga memang agak menjadi lebih protektif pada istrinya. Setelah kasus yang ketiga, lelaki itu memutuskan bahwa Ratri tidak boleh hamil lagi untuk sementara ini. Keguguran yang ketiga itu hampir merenggut nyawa istrinya yang mengalami pendarahan hebat dan mengharuskannya bed rest selama sebulan. Bahkan Bhaga melarangnya turun dari ranjang, memaksa istrinya untuk memakai kursi roda meskipun cuma jalan sepelemparan batu saja.

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang