Limapuluh Empat

11.2K 1K 15
                                    

Kepala Ratri rasanya seperti dihantam truk tronton. Benjol sebesar kepalan tangan anak bayi di jidatnya, membuat Anna panik bukan main. Benturannya cukup keras. Untung mobil yang ditumpanginya sedang berhenti. Bapak driver kepalanya juga benjol, tapi nggak sebesar punya Ratri yang jidatnya menghantam bagian belakang jok depan.

"Pak ke rumah sakit masih bisa, kan? Atau saya perlu pesan taksi lain?"

Si Bapak mencoba menyalakan mesin. Mesin itu menderum pelan. Si Bapak memasang wajah lega. Anna menelepon beberapa kali. Lalu masuk kembali ke minimarket untuk menanyakan apakah mereka punya CCTV di depan minimarket. Segalanya terjadi terlalu cepat dalam pandangan mata Ratri yang mulai berkunang- kunang sebelum akhirnya menggelap.

Saat bangun dari pingsan, seluruh anggota keluarganya sudah berkumpul di ruangan tempatnya terbaring dengan kepala yang seperti mau pecah itu. Wajah ibunya yang pertama dia lihat. Tampak cemas dan menahan air mata, lalu disusul wajah Mas Rivan, Mbak Riris, Mbak Mila dan Mas Ario.

"Kamu ini lho nggak ngomong kalau ada di sini, tahu- tahu mama sudah dikabari kalau kamu masuk rumah sakit di Semarang. Yo mama bingung toh," dokter Nilam menggerutu. "Tak pikir apus- apus..."

( bohong- bohongan)

"Ngapain kamu pulang tapi nggak ngomong- ngomong? Malah keluyuran di sini," tegur Mas Rivan gusar.

"Kerja." Kepala Ratri berputar- putar.

"Kerja apa? Wong kantormu ada di Jakarta,"

"Ada problem. Aku sama beberapa orang kantor di minta ke sini," jelas Ratri jengkel. Kepalanya pusing bukan main kenapa masih diajak ribut juga.

"Jadi kamu sudah lama di sini?"

"Tiga hari. Dari Senin malam." Ratri rasanya mau muntah.

"Sudah to, Van. Adikmu lagi sakit, masih sempat- sempatnya diinterogasi."

"Lha dia di Semarang nggak bilang- bilang. Kan di sini saudaranya banyak, Ma. Dia malah kelayapan sampai diseruduk mobil,"

"Memangnya itu salahku? Yang nyeruduk mobil orang lain kok aku juga yang disalahin,"

"Wis...wis ra usah podo congkrah."( Udah- udah nggak usah pada bertengkar) Dokter Nilam menyela. "Van, panggil dokternya. Pak Retri mestinya tadi,"

"Sudah Nduk, istirahat dulu. Kamu diobservasi dulu minimal satu malam. Kamu mual ndak?"

"Dikit,"

"Pengin muntah?"

Kali ini Ratri menggeleng. Sebelum terjun ke alam mimpi.

***

"Wis krungu rung?"

"Nopo, Bulik?"

"Mbak Yu mu Ratri mlebu rumah sakit. Diseruduk orang mobilnya,"

***

Dana ngebut ke rumah Pakde nya di Tembalang. Sore tadi ketika menyambangi ibunya di rumah, dia diberitahu oleh Mbak Janah kalau sepupunya masuk rumah sakit. Ibunya sendiri sedang pergi menjenguk bersama bapaknya. Mereka sekarang rukun karena bapaknya diancam kalau sampai cerai, anak- anaknya akan ikut Bu Nani semua.

"Assalamuallaikum, Pakde Mas Bhaga ada?"

"Lah, kowe soko ngendi toh, Nang?"

"Nembe wangsul Pakde." jawab Dana terburu- buru dan masuk ke dalam, ke kamar Bhaga. Namun kamar itu dalam keadaan kosong dan gelap. Dana berlari ke halaman belakang juga kosong. Kemudian dia menghubungi nomor kakak sepupunya itu.

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang