Empatpuluh Lima

11.2K 1K 30
                                    

"Kamu tahu kenapa Mas sayang sama kamu, Dik. Karena kamu baik, kamu memunculkan sisi terbaik Mas, kamu membuat mas memikirkan akan jadi apa hidup mas kedepannya. Mas juga selalu mikir, tanpa kamu gimana hidup mas... Tapi sepertinya kamu keberatan dijadikan tempat menautkan jangkar..."

Diandratri: maafin aku mas...

Seraya memandangi ponselnya, Ratri masih teringat jelas kata- kata yang diucapkan lelaki itu padanya. Jujur saja hati Ratri tersentuh. Sekaligus perih. Perih menyaksikan ekspresi tersiksa Bhaga dalam menghadapinya. Mendengarkan isi hati pria itu. Mendengarkan lelaki itu memberitahu perasaannya pada Ratri.

Kini lelaki itu sudah kembali ke Semarang, bersama Ibu Ratri yang masih belum tega meninggalkan putrinya yang masih lemah. Tapi Tante kos dan Nanda berjanji akan selalu mengawasi Ratri.

Hari ini Ratri sudah bisa berangkat ke kantor, setelah seminggu lebih harus beristirahat di rumah sakit dan dilanjutkan di kosan.

Sesampainya di kantor, Ranya, Nagisa, Adisty, Nila, dan Alin memperlakukannya bagaikan pasien kanker. Nila malah yang paling ekstrem. Dia memesankan katering sehat  langganan ibunya untuk Ratri saat makan siang. Sementara Alin membelikan sekarton susu almond yang katanya bagus untuk lambung.  Ketiga sahabatnya mencoba untuk nggak menanya- nanyainya soal kehadiran seorang cowok yang seperti baru keluar dari film action, walaupun mereka penasaran setengah mati pada Bhaga ketimbang pada kondisi Ratri.  Mereka memang melihat Bhaga menungguinya di rumah sakit.

Ratri beruntung di sini masih ada teman- teman yang peduli padanya. Setidaknya ia nggak benar- benar sendirian.

Hubungannya dengan Bhaga merenggang. Sepulangnya lelaki itu sekitar lima hari yang lalu, Ratri mencoba menelaah perasaannya kembali. Yang ada hanya rindu. Dengan itu ia mencoba untuk mengirimkan pesan via aplikasi WhatsApp pada pria itu. Nggak satupun dibalas. Dia memang pantas menerima itu semua.

Bahkan kalaupun akhirnya Bhaga memilih perempuan lain, karena nggak sabar dengan sikap Ratri, maka ia harus menerima dengan lapang dada. Tapi baru sekedar membayangkannya saja hatinya remuk. Rasanya sudah sakit sekali. Sesak sekali. Rasanya seperti terhimpit batu sebesar gunung. Dia nggak bisa.

Tapi sepertinya dia sudah terlambat untuk disesali.

Penyesalan memang selalu ketinggalan kereta, kata Andrea Hirata.

Ratri menjadi lebih pendiam di kantor. Para sahabatnya berusaha mengontrol Ratri agar gadis itu makan dengan disiplin. Namun jangankan menelan sesuatu, nafsu makannya saja menguap ke langit ketujuh. Di kos- kosan kalau Nanda harus ada siaran malam atau even yang mengharuskannya jadi host, maka Ratri akan berbaring di atas kasur dengan seluruh tubuh tertutup selimut, menangis sampai pagi.

Hubungannya kandas.

Hopeless romantic.

***

Sementara di Semarang, selain mendapatkan SP, di kantor Bhaga kedatangan penyuluh pertanian baru yang berasal dari Bogor. Namanya Kirani, tinggi semampai, kulit sawo matang , berlesung pipi, cerdas dan cekatan. Kehadiran gadis yang berusia 28 itu membuat fantasi para pria lajang tertuju padanya. Namun jelas gadis itu memilih melabuhkan pandangan pada bibit unggul di tempat itu. Bhagavad Nirankara.

Yang kini tampak lebih dewasa dan bersahaja. Kalem dan berwibawa. Pokoknya Bhaga yang sekarang itu lain dengan Bhaga edisi bad boy tengil  sebelum dia ketemu Ratri, tapi dia nggak kekurangan penggemar. Ibu- ibu, bapak- bapak yang punya anak gadis, atau pegawai yang masih muda, bahkan Nia getol mengejar- ngejar lelaki itu lagi, setelah sempat putus asa karena diacuhkan lelaki itu.

Belakangan Bhaga mempunyai impian untuk kuliah lagi. Kali ini dia ingin mengambil jurusan peternakan sekaligus manajemen karena ingin membesarkan usaha peternakannya. Kandang di Lerep kini sudah menampung 10.000 ekor ayam, sementara di Ngaliyan 15.000. Teguh mengajaknya bekerjasama untuk pelihara lele dan nila. Karena lelaki itu terkesan dengan jumlah ayam Bhaga yang mengindikasikan bahwa temannya itu jago beternak. Lebih tepatnya jodoh.

Yum' s Chicken sendiri resmi dibuka pada Minggu kedua bulan itu. Pembukaan diadakan saat akhir pekan, cabang pertama ada di jalan Majapahit. Promo beli satu gratis dua selama tiga hari, alhasil membuat tempat itu persis seperti posko bagi- bagi sembako.

Tampak Nia berada di tempat itu, mengenakan terusan warna putih gading yang panjangnya hanya mencapai paha bawah, entah apa niatnya. Dia datang ke situ dengan menyeret Dana dengan paksa. Hidup Dana semakin bertambah susah dikelilingi oleh perempuan tukang perintah. Yang satu Asti yang kini berlagak seperti nyonya besar--- suka memerintahnya untuk membelikan ini- itu dengan alasan ngidam. Kalau Dana nggak menurutinya, perempuan jelmaan kunti itu pasti menelepon Mas Bhaga dan merengek melaporkan Dana sehingga Dana harus dapat wejangan dari kakak sepupunya itu bahwa menolong orang pahalanya besar. Apalagi orang yang sedang kesusahan.

Hah! Kesusahan apanya! Orang kerjaan Asti setiap hari cuma scroll handphone. Buka aplikasi Orens Shop dan masuk- masukin semua barang ke keranjang. Kalau Bhaga datang, dia pasti pasang muka macam anak tiri teraniaya lalu bilang dirinya stres hingga akhirnya Bhaga bersedia check- out in belanjaan itu Ratu Kunti.

Yang kedua tentu saja Nania yang masih terhitung sepupunya. Dia kayak cewek yang urat malunya sudah putus karena jelas- jelas Bhaga nggak meresponnya, tapi cewek sepantaran Ratri itu masih getol- getolnya mendatangi Bhaga. Bahkan pernah pada suatu ketika cewek itu nekat mengirimkan foto top less alias bugil setengah badan ke ponsel Bhaga lewat aplikasi WhatsApp.

Sekarang di Yum' s Chicken ada tiga cewek yang siap membetot perhatian Bhaga. Asti yang duduk di kursi bagaikan ratu permaisuri, Nia yang duduk dengan pose menggoda dan melempar tatapan berminat secara terang- terangan, dan Kirani yang anggun dan duduk menikmati suasana di sudut ruangan sembari menikmati segelas lemon tea. Bhaga menghampiri perempuan itu dengan langkah mantap, lalu duduk di hadapannya. "Gimana? Oke nggak?" Bhaga bertanya dengan wajah penuh harap. Sebagai respon, Kirani mengangguk seraya tersenyum manis. Senyum Kirani ini adalah hal yang ditunggu- tunggu setiap lajang dan duda di kantor. Atau bahkan di luar kantor. Bhaga lumayan dekat dengan gadis itu, hanya karena Kirani nyambung kalau diajak ngobrol. Beberapa temannya di kantor mengatakan bahwa seandainya mereka jadi Bhaga, nggak akan butuh waktu lama untuk menyikat Kirani dan menjadikannya kekasih atau calon istri. Termasuk seseorang yang bernama Soleh, teman sekantor Bhaga yang hanya lebih muda empat tahun darinya. " Kalo aku yang jadi kamu ya, Kang. Sudah tak pepet dari sewaktu pertama masuk. Wong kelihatan banget e kalo dia naksir Kang Bhaga,"

Lain Soleh, lain pula Fadli. Lelaki 26 tahun yang akrab dengan Bhaga itu memang menganggap Kirani cantik. " Yo tapi kalau buat pacar bukan seleraku lah, Mas..."

Masalahnya Fadli naksir sepupunya sendiri yang bernama Rani. Dan semenjak SMA dia dan Rani sudah pacaran sembunyi- sembunyi. " Piye iki Mas...mas...aku kadung tresno kok yoooo angel banget digayuh..."

Dan kali itu Fadli memang datang dengan seorang gadis berjilbab, berkacamata dan bermata bulat, mengenakan gamis warna hitam dan pasmina warna kuning kunyit. Dialah Rani. Alias Indah Maharani. Mereka berdua berjalan mendekati tempat duduk Bhaga dan Kirani. Berbasa- basi sebentar, sebelum berpisah dan mencari kursi sendiri. Setelah Fadli dan Rani pergi, Kirani berbisik. "Sini deh,"

"Kenapa?"

"Kepalanya deketin sini. Ada kertas warna- warni di rambutmu," Bhaga menuruti Kirani dan memajukan kepala ke arah gadis itu. Satu tangan Kirani terulur untuk mengambil potongan kertas krep yang digunakan sebagai konfeti saat pembukaan acara tadi. Bhaga kemudian menengadah ke arah Kirani disertai senyuman lembut.

***

"Daaaaaaaannnnnnaaaaa!!!!" Asti kembali berteriak lantang, nggak peduli dengan keadaan sekitar yang lagi ramai- ramainya, sontak semua tamu yang kebanyakan adalah mahasiswa, ibu- ibu, dan pasangan kekasih menoleh ke arah Asti yang mengerutkan alis, seolah menahan sakit. Secepat kilat Dana meluncur meskipun sebenarnya dia sedang kesal. "Kenapa lagi to Mbak Asti? Masa udah mau lahiran? Ini baru masuk empat bulan, kan? Masa cepet banget itu? Bayi kunti, ya?"

"Hush!" Tangan Asti yang memegang tempat tisu, langsung melemparkan benda itu ke arah Dana. Gesit cowok itu menghindar. "Ngawur kalau ngomong, ya! Kalau beneran yang keluar bayi kunti, kamu yang harus momong," gadis itu bangkit dari tempat duduknya. Mengulurkan tangan ke arah Dana. "Aku mual. Capek. Pengin ke kamar mandi. Tolong anterin," mau nggak mau Dana mengambil tangan Asti, ketika itu datanglah Nia menghampiri dengan senyuman yang semanis sakarin. Saking manisnya, Dana lumayan yakin itu hanyalah senyum palsu. "Dan, pinjem hape nya dong, bateraiku habis, nih. Aku mau nelepon ibuk katanya mau ke sini barengan mbak Yu ku," gadis itu mengulurkan tangannya. Tanpa banyak bicara, Dana menyerahkan ponselnya, sebelum membawa Asti ke rest area.

***

"

Soon To Be HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang